BAB 25

521 44 25
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

Bene berjalan dengan ragu diantara banyaknya siswa yang keluar dari kelas untuk pergi menemui ibu mereka, jam telah menunjukan pukul 2 sore dimana kini sekolah Bene sudah membubarkan para siswanya.

Saat hendak turun dari tangga, seorang perempuan paruh baya memanggil nama Bene, Bene yang mendengar segera menghampiri perempuan itu dan mencium tangannya, "Ada apa, buk?" tanya Bene.

"Masuk sayang, ibu mau ngomong" ternyata perempuan itu adalah pembimbing olimpiade Matematika Bene yang akan dilaksanakan 4 bulan lagi.

Bene mengikuti ibu guru dan duduk berhadapan dengannya, Bene terlihat santai dan tidak ingin menebak-nebak apa yang akan dikatakan oleh sang guru, namun siapa sangka. Saat guru itu mulai membuka mulutnya untuk bicara, perkataannya membuat jantung Bene berdegub sangat cepat dan tidak stabil.

"Kamu ibu ganti sama Ari, gapapa ya?" Lirih ibu itu sembari menggenggam tangan kecil Bene yang mulai mengeluarkan keringat.

Bene hanya mengangguk tak percaya, apa kesalahan yang ia perbuat? apakah kepintarannya belum cukup untuk mengikuti Olimpiade Matematika ini? bukankah dengan adanya bukti kalau Bene peringkat 1 Pararel disekolahnya, sudah membuktikan bahwa ia yang paling pintar?.

***

Bene melangkahkan kakinya lemas menuju gerbang sekolah, ia tak berharap banyak untuk hari ini. Pikirannya berantakan, haruskan ia mengatakan ini kepada bunda? atau ayah? atau tidak usah?

Setelah menunggu lama, kini jam menunjukan pukul 17.22, Bene tak heran ia belum dijemput, karena setiap hari juga seperti ini. Akhirnya Bene memutuskan untuk pulang berjalan kaki, hari ini terlihat cerah dan tidak memungkinkan hujan untuk turun.

Setelah agak jauh dari sekolah, Bene merogok kantung celananya untuk mengambil sepeser uang yang ia ambil dari tabungan pelajar tadi pagi, hari ini bunda marah dan tidak memberi uang untuknya.

"Rasa leci satu ya, pak!" Bene memutuskan untuk duduk sebentar, membeli minum di tempat biasa ia mengobrol bersama Acho.

"Teh leci, buat adek Bene. ngga sama Acho, Ben?" Tanya si penjual

"Baru pulang sekolah pak, bunda sibuk ngga bisa jemput hehe" Saut Bene.

Saat menikmati minuman lecinya, Bene melihat-lihat sekeliling sebelum ia kembali melangkahkan kakinya dan berjalan menuju rumah.

Sampai di depan rumah, jantung Bene berdetak semakin kencang dan berantakan. Rasanya ingin menghilang saja dari bumi ini, namun dengan berat hati, Bene tetap melangkahkan kakinya untuk masuk ke rumah besar itu.

Dari Adek Untuk AbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang