XXI

8.4K 294 2
                                    

Seorang pria menarik kopernya menuju pintu keluar bandara sembari memainkan ponselnya, langkahnya terhenti kala mendengar seseorang memanggil namanya.

"Den Rion!" Terlihat seorang pria paruh baya memakai setelan seorang supir berjalan ke arahnya.

"Pak Harto?"

"Benar den," ucap pak Harto dan mengambil alih koper dan beberapa bingkisan yang Rion bawa.

Setelah memasuki mobil, pak Harto segera menjalankan mobilnya meninggalkan area parkiran bandara.

Dalam perjalanan hanya ada keheningan, pak Harto yang tengah mengemudi dan Rion yang fokus pada ponselnya yang sesekali memandang ke arah luar kaca mobil.

Jarak dari bandara ke mansion bisa di bilang cukup lama, tak lama mobil yang pak Harto kemudi memasuki halaman mansion.

Pak Harto segera memutari mobil dan membukakan pintu mobil untuk Rion.

"Thanks, where is she?"

"Nona saat ini ada di sekolah den"

"Okey"

Rion berjalan memasuki area mansion, terlihat beberapa pelayan tengah mengerjakan tugasnya masing-masing dan pata bodyguard yang tengah berjaga di sekitar halaman mansion.

Sesampainya di dalam mansion, Rion menghempaskan tubuhnya di sofa yang berada di ruang tamu.

"Tidak romantis, adiknya datang malah di tinggal sekolah."

Tak lama seorang pelayan berjalan ke arah Rion.

"Permisi den, kamarnya sudah siap" Mendengar itu, Rion membuka matanya dan membenarkan posisi tubuhnya yang tadi berbaring.

"Di mana kamarnya?"

"Mari saya antar den" Rion mengikuti langkah pelayan itu.

Mereka berdua memasuki lift dan tak lama sampai di lantai dua mansion, pintu lift terbuka mereka segera berjalan kembali menyusuri lorong dan sampai di depan sebuah pintu berwarna putih tulang.

"Ini kamar den Rion."

"Thanks mba."

Setelah kepergian pelayan tadi, Rion membuka pintu kamarnya.

Ceklek

Bisa Rion liat, kamar bernuansa abu-abu dan putih, komputer dan beberapa perangkat lainnya, tapi satu yang membuatnya berdecak.

"Awas lu kak."

Aura tersenyum kecil setelah membaca pesan dari seseorang yang akan menjadi beban di kesehariannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aura tersenyum kecil setelah membaca pesan dari seseorang yang akan menjadi beban di kesehariannya.

Melihat Aura yang tersenyum seperti itu membuat mereka yang berada di kantin saling menatap.

"Kali ini, apa yang bakal lu lakuin?" Mendengar itu, aura menatap ke arah mereka.

"Belum ada" Sautnya sembari meminum jus yang ia pesan tadi.

"Then, kenapa senyum gitu?" Aura menatap Aluna.

"Musuh bebuyutan lu di sini." Aluna sempat bingung mendengar jawaban Aura, begitupun mereka yang ada di meja nomor 10.

"Jangan bilang?" Aura menganggukkan kepalanya.

"Tch, ngapain dia di sini?"

"Kayak ngga tau dia aja."

Berbeda dengan kedua wanita itu, salah satu dari ke empat wanita lainnya bertanya.

"Kalian ngomongin apa sih?" Aura menatap ke arah ke empatnya, begitupun dengan Aluna.

"Oh itu adiknya Aura ke Indonesia-" Sesaat Aluna berpikir dan "Jangan bilang dia juga bakal masuk ke sekolah ini?" Pertanyaannya kembali di jawab oleh anggukan Aura.

"Okeyy, kedamaian gue bakal menghilang" Ucap Aluna lesuh dan meletakan kepalanya di atas meja.

Melihat tingkah Aluna, membuat Aura memutar bola matanya malas.

"Emang sejak kapan di hidup lu ada kedamaian Lun? Bukannya lu yg suka nyari gara-gara ya" Perkataan Nafisya mendapat tatapan mau dari Aluna.

"Enak aja lu ngomong."

"Tapi nyatanya sih, buktinya belum lama ini lu ngeledakin lab kan" Saut Anjel memicu gelak tawa dari yang lain.

"Sialan, itu salah mereka yang asal ngasih cairan"

"Anjir, pas gue dapet berita itu ngakak parah." Saut Fika.

Tawa mereka menarik perhatian murid lainnya yang berada di kantin, tentu saja karena selain mereka yang memang tak mudah di dekati keberadaan Aura menjadi daya tarik nomor satu di antara keingintahuan di antara semua murid.

Tak lama kantin menjadi ramai oleh teriakan beberapa siswi yang melihat ke arah pintu masuk kantin, benar saja geng Agares lah yang memasuki area kantin.

"Tch, berisik!" Ucap Aluna.

Kelima wanita yang ada di depannya menggeleng.

Bisa Aura lihat, Agares berjalan ke arah mejanya.

Bukan, bukan karena mereka ingin bergabung, tapi memang meja khusus mereka tepat di samping nomor dua dari meja yang saat ini Aura dan lainnya tempati.

Aura berdiri dari posisi duduknya.

Melihat aura yang berdiri tentu saja membuat ke-limanya saling menatap.

"Mau kemana Ra?"

"Toilet," Setelah mengatakan itu, Aura membawa langkahnya meninggalkan area kantin.

Saat akan membuka pintu toilet, tangannya terhenti kala mendengar beberapa wanita yang berada di dalamnya.

"Lu itu di bilangin ngga usah ngeyel cupu."

"Kalo gue bilang jangan ya jangan, kalo gue bilang lakuin ya lakuin. Gitu aja susah amat!"

"Ta-tapi aku kan ngga ada alasan buat ngelakuin itu ke Aura. La-lagian Aura baik ko."

"Picek mata lu, kedatangan dia di sini itu cuma benalu! Wanita yang ngga jelas asal usulnya, datang setelah kematian si pahlawan kesiangan apa ngga aneh?!"

"Di-dia bukan Aurel, Jessika." Mendengar nama itu, membuat Aura mengernyitkan dahi.

"Tau dari mana dia bukan Aurel? Dah jadi bestinya, hah!!" Wanita berkuncir satu terus menundukan pandangnya.

"Kelamaan Jes, langsung aja lah" Ucap seorang wanita berbando pink.

"Buka bajunya." Mendengar apa yang Jessica katakan, membuat wanita berkacamata itu menggeleng ribut.

"Ng-ngga, jangan aku mohon jangan lagi"

"Cepet!!" Ketiga wanita segera merobek paksa seragam wanita berkacamata itu.

Setelah seragamnya yang sudah tak berbentuk, kini ketiga wanita itu mulai memberi lipstik dan eliner ke arah wajah wanita berkacamata.

"Nahh gini kan cantik, apa lagi kalo lu ngangkang di depan cowok." Setelahnya mereka tertawa bersamaan.

Di saat bersamaan suara pintu yang di buka dengan keras mengagetkan mereka.

BACK (THE END!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang