Demam

3K 105 1
                                    

Javier berada di kamarnya. Javi terbaring lemah di atas kasurnya, tubuhnya panas, terpasang infus di tangan nya.

Javi tidur dengan mengerutkan keningnya. Merasa tak nyaman dalam tidur.

Javi terserang demam akibat makan es cream dengan jumlah yang banyak. Dan lagi ia pergi balapan.

Semua orang berkumpul di kamar si bungsu. Mereka menatap si bungsu dengan intens. Ada perasaan khawatir dan amarah yang menjadi satu. Tapi mereka menahan rasa amarah mereka ketika melihat si bungsu yang terbaring lemah.

Arthur duduk disamping ranjang Javi. Mengelus lembut surai si bungsu. Apa yang kau lakukan diluar sana, sampai jadi seperti ini, batin Arthur.

Mereka semua akan menanyakan apa yang terjadi ketika Javi bangun nanti.

Dokter sudah memeriksa Javi dan memberikan resep obat. Raka juga sudah kembali dari membeli obat Javi. Kenapa Raka? Kenapa tidak suruh bodyguard saja.

Kalau menyangkut urusan si bungsu, mereka akan turun tangan sendiri. Mereka tak percaya pada siapapun. Semua keperluan si bungsu di urus langsung oleh para anggota keluarga tanpa campur tangan orang asing.

Flashback on

Javi tiba di mansion dalam keadaan demam. Kepalanya makin terasa sakit saat dalam perjalanan pulang.

Javi masuk ke mansion melalui pintu belakang tempat ia keluar tadi.

Javi melihat kiri dan kanan, melihat ke sekeliling agar tak ketahuan.

"Darimana?" Tanya seseorang dari arah belakang dengan nada yang datar dan terdapat aura yang sangat tajam, membuat bulu kudung Javi berdiri.

Javi melihat ke arah belakang dengan hati hati dan perasaan was was.

Saat sudah bersitatap dengan pemilik suara tadi. Mata Javi membulat tatkala ia melihat Arthur dengan wajah yang penuh amarah. Mampus gw, batin Javi.

"A...a...Ab...Abang" Javi memanggil Abang nya dengan gugup.

"Darimana" pertanyaan tersebut kembali di tanyakan oleh Arthur dengan nada yang datar dan suara yang berat.

"Anu...itu...apa namanya" Javi tak tau ingin memberikan jawaban apa.

Tak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya, yang ada ia akan dimarahi.

Selama seminggu ini, ia dapat menyimpulkan bahwa keluarga nya sangat posesif pada dirinya. Javi itu polos, bukan bodoh.

Ia dapat menyimpulkan dari gerak gerik keluarga nya terhadap nya.

Meskipun begitu, Javi ingin kebebasan seperti dulu. Ia senang memiliki keluarga tapi Javi tak suka di kekang. Javi tak ingin seperti burung yang terkurung dalam sangkar. Ia ingin terbang bebas mengahadapi dunia.

"Jawab" Titah Arthur dengan tegas.

"A..itu...bang....emm...gimana ya jelasinnya" Ia masih menjawab dengan gugup.

Kepala nya juga masih sakit lebih terasa sakit dari yang tadi. Ia tak bisa berpikir untuk menemukan alasan yang pas.

Tubuhnya tiba tiba merasa melayang. Javi mulai oleng, hampir terjatuh ke lantai. Arthur yang melihat adiknya mulai oleng langsung dengan sigap menangkap tubuh Javi.

Membawa kedalam gendongan ala bridal style.

Arthur dapat merasakan tubuh adiknya sangat panas. Nafasnya tak beraturan. Arthur panik tapi tidak dengan wajahnya.

Javier Baskara ArsenioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang