《All We Need Just Heal》
● Untuk Sebuah Kebanggaan ●
■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■
“GARDACITYA!!!”
Ruangan berubah menjadi gegap gempita saat tim Gardacitya mulai memasuki area pertandingan. Tim inti berjalan bergantian sesuai urutan.
Dia adalah Demian. Forward yang bertugas mencetak poin sebanyak mungkin ke dalam ring lawan. Tidak seberapa tinggi jika dibandingkan kawan satu timnya, tapi sangat lincah sampai dapat julukan citah.
Diikuti Junior. Defense yang bertugas mencegah lawan mencetak gol. Bertubuh tegap, tinggi dan kekar. Anak seorang atlet basket nasional, masuk Gardacitya International School karena bakat dan prestasinya semenjak bangku kanak-kanak.
Kemudian Alfaro. Point guard, pengatur bola yang merancang strategi dan pengontrol tempo permainan. Kemampuan bermainnya dalam segala lini, di atas rata-rata. Shootingnya memiliki akurasi yang sangat tinggi, jeli dalam membaca situasi, penetrasinya masuk ke dalam benteng pertahanan lawan sangat sulit dihentikan. MVP nyaris di setiap pertandingan.
Selanjutnya Ganesa. Power forward yang bertugas melakukan rebound. Mencuri bola memantul dari posisi menyerang maupun bertahan. Keahliannya adalah memaksa lawan untuk membuat pelanggaran, bermulut besar dan tingkahnya kekanakan.
Dan yang terakhir, Mahesa. Small Forward, si kokoh bak semen tiga roda. Baru bergabung dua hari terakhir, tapi Coach Carter memasukkannya ke dalam deretan pemain utama berkat teknik one-by-one nya yang sekuat baja.
“GARDACITYA!!!” suara Saddam menggema. Diikuti riuh rendah dari anggota pandu sorak yang lainnya. Sementara Bian, berdiri di sisi Saddam sembari menabuh drum dan memperhatikan Esa.“Sa!!!” Bian berteriak memanggil Esa yang tengah memasang headband hitam di kepala. Ia mengacungkan simbol hati yang ia buat lewat tautan jari, di depan dada. “I love you full.”
Esa hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sahabatnya. Ia melakukan peregangan, sedikit pemanasan di pinggir lapangan. Mahesa terbangun dengan mual yang sudah hilang dan sakit kepala yang sedikit mereda. Kedua orang tua Bian bahkan Bian pun sudah melarangnya untuk ikut bertanding. Namun, Esa tidak ingin menyiakan kesempatan. Ia tidak ingin mengecewakan siapa saja yang telah memberinya kepercayaan. Maka, kini ia berdiri tegak seolah tidak ada yang terjadi. Tubuhnya sehat dan ia akan kuat berlari, itu yang Mahesa tanamkan di kepalanya.
Tidak lama setelahnya, tim lawan mulai memasuki area pertandingan. Gemuruh menggema dari sisi lainnya. Syailendra International School. Pada laga terakhir melawan Gardacitya, dua tahun lalu, Syailendra dipaksa menelan kekalahan telak yang membuatnya menjadi runner-up. Kemudian pada laga-laga berikutnya, Syailendra seperti kehilangan performa terbaiknya. Dan sekarang, Syailendra berusaha merebut kembali kemenangannya.
Gadis-gadis cantik berbadan nyaris sempurna tengah melakukan tarian dan aksi akrobatik di tengah lapangan. Mereka meneriakkan slogan dari sekolah masing-masing. Berhadap-hadapan mempertontonkan keahlian.
Segenap jiwa dan seluruh ragaku.
Bersatu padu tuk selalu mendukungmu.
Berjuanglah dengan semangat sukacitya, demi mencapai Gardacitya juara.
Kami di sini sebagai simbol pemersatu. Satukan langkah demi sekolah tercinta.
Kami doakan untuk kalian pahlawan, demi satu asa jadikan Gardacitya juara.Dari tribun, Saddam, Bian dan grup pandu sorak terus menyanyikan yel-yel kebanggan Gardacitya. Seluruh pendukung Gardacitya mengenakan kaus putih hari ini. Sebagian siswa wanita membawa foto-foto punggawa Gardacitya tak lupa dengan tulisan-tulisan penyemangat yang sengaja mereka buat untuk idolanya. Grup pandu juga membawa 3 bass drum dan bendera Gardacitya berkibar di sisi tribun.

KAMU SEDANG MEMBACA
IN
Teen FictionMenepilah. Jika segala tentang hilang terbilang bahagia. Jika segala gundah terbayar suka. Jika hadir bukan lagi pelipur lara.