21. Tidak Tergantikan

447 79 39
                                    

All We Need Just Heal》

Tidak Tergantikan

■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■

"Lagi apa?"

Hujan di luar, derainya terdengar mengalun konstan, diiringi dentingan tiap kali Daru mengaduk teh di cangkirnya pelan. Uap panas menari-nari dari bibir cangkir, Daru berbalik dan tersenyum.

"Mau?" tanyanya pada Mahaka yang tengah memutar tutup botol air mineral di depan pintu lemari pendingin yang terbuka. "Lagi hujan, jangan minum air dingin, ah." Ia berjalan mendekati Mahaka lalu mengambil alih botol air mineral dan menggantinya dengan cangkir putih bersalur emas di tangannya.

Ganti Mahaka yang tersenyum. Menghidu uap yang masih mengepul. "Teh chamomile? Punya kamu mana?" tanya Mahaka saat Daru mengangguk, balik tersenyum dan hanya berdiri diam memperhatikannya.

"Abang aja. Kan abang yang dari luar."

Daru berjalan ke arah kitchen island, area open table di dapur. Duduk sambil memeluk jas milik Mahaka yang sebelumnya tergeletak begitu saja di kursi yang didudukinya.

"Esa belum pulang?" tanya Mahaka sesaat setelah menyesap teh, sudah duduk berhadap hadapan dengan Daru.

"Belum." Daru meletakkan dessert plate berisi tiga potong soft cookies ke hadapan Mahaka. Ia dapat melihat bagaimana rahang kakaknya itu mengeras meski raut wajahnya tetap terlihat tenang. Daru berdeham, "tadi gimana?"

"Hm?"

"Abang tadi ke sekolah kan?"

Mahaka mengangguk kecil. Tatapan matanya masih pada jari telunjuknya yang terus memutari bibir cangkir. "Mungkin cuma salah paham."

"Salah paham gimana? Bapaknya marah-marah pas upacara loh."

Daru mendengkus, tidak bisa menutupi tawanya. "Ini juga pertama kalinya kan Abang ketemu Miss Janet bukan buat ngambil piagam?"

Gantian Mahaka yang mendengkus. Senyum kecil di ujung bibirnya tersungging tipis. "Yah, Esa juga pasti butuh adaptasi kan sama lingkungan sekolah barunya."

"Iya. Apa lagi dia kan dari lingkungan yang kita aja nggak tau kayak apa kan, Bang. Dia temenan sama orang kayak apa selama ini aja abang nggak..." ucapan Daru terhenti seketika Mahaka berdeham. Daru mengernyit. Terusik oleh respon Mahaka yang seperti membela Mahesa. Hal yang Daru tak suka.

Mahaka mengunyah sisa soft cookies di mulutnya, "sorry." ujarnya sambil menutup mulut, terbatuk batuk kecil, lalu tersenyum. Jauh di dalam sana, ucapan Daru sebenarnya cukup menyinggung perasaannya.

Daru tersenyum, berusaha menyembunyikan kemarahannya. Ia lalu berjalan ke arah lemari pendingin, mengambil botol air mineral dan menyerahkannya pada Mahesa. "Enak nggak soft cookies buatan aku?" ucapnya berusaha memperbaiki suasana.

"Ini buatan kamu?" tanya Mahaka setelah meneguk air dan meletakkan botol di samping cangkir yang isinya sisa setengah saja. "Enak. Lebih enak dari yang waktu itu kita makan di Melbourne."

"Bukan Melbourne, Bang. Levaine cookies yang abang suka itu di New York."

"Oh ya?" Mahaka tertawa begitu menyadari kesalahannya. Ia menepuk tangannya pelan, membersihkan sisa remahan cookies di telapak tangannya. "Kamu isi peanut butter ya?"

Daru mengagguk, masih sibuk mengunyah cookies di mulutnya. "Aku mix sama Nutella." ujarnya sambil memamerkan bagian tengah cookies yang lumer. "Terus aku kasih couverture biar makin enak."

INTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang