11. |Kembali Baru|

550 73 25
                                    

All We Need Just Heal》

Kembali Baru

■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■

"Yang sehat, jaga diri, makan yang teratur, tidur yang benar, tiap hari harus kabarin Mas."

Mahesa mengangguk di pundak Faris. Siang ini, ia tengah berpamitan pada warga rusun setelah pagi tadi berpamitan pada Pramudia. Esa memeluk erat Faris. Menghidu aroma parfum yang menempel di tubuh lelaki itu. Menyimpan dalam seluk memorinya sebagai bekal saat nanti ia rindu.

Semua yang ada di sana menitikan air mata sedih dan bahagia. Sedih karena harus berpisah jauh dengan salah satu keluarga mereka. Namun di saat bersamaan juga merasa bahagia karena pada akhirnya Esa terbebas dari derita. Menurut mereka.

"Abang juga jangan pulang terlalu malam, jangan minum terlalu banyak, harus selalu rajin ke dokter dan makan yang teratur ya?" pesan Esa pada Faris.

"Bude," Mahesa bergantian mencium punggung tangan Bude Rini dan memeluk wanita yang sudah ia anggap sebagai ibunya.

Wanita yang sejak Esa kecil selalu membantu Pramudia mengurusinya. Menyuapi makan, memberikan jajan mengajak jalan-jalan, membelikan seragam dan mengurus segala perlengkapan sekolah Esa.

Dulu, saat Esa masih sekolah dasar dan diadakan acara hari ibu, maka Bude Rini lah yang akan datang. Merentangkan tangan untuk menyambut Esa dalam pelukan. Tersenyum lantang pada seluruh temannya dan berkata bahwa ia lah ibu dari Lingga Dwikardi Mahesa. Wanita itu yang telah berjasa membuat masa kecilnya bahagia.

Mahesa memeluknya Erat. Lapisan bening di matanya semakin turun menjadi rinaian. Pelukan hangat ini akan sangat ia rindukan. "Bude, maafin aku kalau ada salah, selalu buat Bude repot...."

Bude Rini melepas pelukannya. Membingkai wajah Esa dengan kedua tangannya. Mengusap sayang air mata yang mengalir deras. "Enggak, Sayang. Esa anak baik Bude, anak pintar Bude, nggak pernah Esa buat salah. Bude yang minta maaf ya, Nak? Bude jarang ada buat Esa sekarang."

Bude Rini merapikan rambut Esa dengan jemarinya. Sentuhan lembut seorang ibu yang pantas Esa dapatkan. "Esa harus bahagia di sana, nurut apa kata Abang, selalu jadi anak baik dan jangan lupa sama kami di sini ya, Nak?"

Mahesa mengangguk keras. Kemudian beralih pada lelaki berbadan tinggi tegap dengan wajah sangar yang kini tengah mengenakam seragam baru. Seragam yang tampak pas di tubuhnya. Seragam yang akhirnya membuat lelaki itu tidak lagi di pandang sebelah mata. Zaki menghampiri Esa, memberikan kantung berisi dua kotak yang dibungkus kado.

Mahesa menerimanya dengan bingung. "Isinya apa?"

"Sebelum Pram nggak ada, dia nitip buat beliin lo kado karena dia tau lo bakal menang lomba. Abang simpan itu di lemari dan baru ingat pas semalam beberes kamar. Yang satunya lagi, itu kenang-kenangan dari kita semua. Biar lo di sana nggak lupa sama kita."

Esa menatap Nanar kedua bingkisan itu. Mengapa bukan Masnya yang memberikan langsung? Pundaknya bergetar. Ia mulai terisak kembali. Menangis sampai isakannya lolos dari belah bibir tipis Esa.

Zaki langsung menarik anak itu dalam pelukan. Suasana berubah semakin sendu. Rasa rindu tiap nama Pramudia disebut memang belum bisa hilang. Namun, mereka sudah memilih untuk mengikhlaskan agar jalan lelaki itu lapang.

"Lo laki. Harus kuat. Harus jadi yang paling ikhlas. Mas lo orang baik, dia udah bahagia. Jadi lo juga harus sama."

Zaki menepuk punggung Esa yang kini masih terisak dengan tangan meremat baju belakang Zaki.

INTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang