BAB 30

12 1 0
                                    

Setiap langkah membawa Jennifera kian jauh mengingat-ingat sesuatu yang tidak pasat, dan meraba kenangan pahit dengan tangan batinnya yang hampir mati rasa. Selama perjalanan Dweykey nyaris tak pernah melepas dekapannya. Kini tidak ada lagi yang diragukannya dari pemuda itu. Jennifera telah mengijinkan Dweykey mengiringinya menuju masa lalu, untuk membalik kenyataan yang selama ini memisahkan dirinya dengan ibunya, malah seakan bersumpah tidak akan mempertemukan mereka lagi. Ada kengerian diselingi kebahagiaan yang tidak dapat diluapkannya melalui kata-kata yang membuat Jennifera semakin menggenggam erat jemari tangan Dweykey yang membalasnya dengan satu bisikan di telinganya. "Kita akan menemui ibumu."

Jennifera mengangguk dan percaya sepenuhnya akan kata-kata itu. Ia percaya Dweykey akan memenuhi janjinya. Menyadari fakta itu saja sudah sangat membahagiakan hati Jennifera, si "Calon Selir", yang sempat tidak percaya bahwa dirinya sungguh-sungguh menyukai rajanya. Bukankah beberapa jam yang lalu Dweykey berkata semakin menyukai dirinya, bertepatan dengan itu Jenniferapun mengaku pada dirinya sendiri, sesungguhnya iapun merasakan hal yang sama. Aku bahagia! Hanya dua kata itu saja yang saat ini ingin diteriakkan Jennifera.

Matahari kini menyoroti mereka dari arah barat. Jennifera menatapnya dengan riang, dan Dweykey mengikuti yang dilakukannya. "Mataharipun ingin menyaksikan kebebasanmu hari ini." Katanya ringan seolah antara dirinya dan matahari memiliki hubungan yang begitu baik dan saling mengerti.

Jennifera melenguh. "Sepertinya memang begitu."

"Kau bersedih lagi?"

"Tidak. Aku hanya mudah sekali merasa rindu pada teman-temanku."

"Aku tidak meragukannya."

Ketika itu mereka mulai menuruni gundukan tanah yang membukit di batas ujung kota, dan terus menuju kawasan hutan lepas, sebuah kawasan yang menandakan bahwa mereka sudah semakin dekat dengan kawasan pribumi.

Kampung pertama yang mereka masuki, keadaannya tidak seperti yang tergambar dalam benak Jennifera. Lagi pula seingatnya kampungnya berada sangat jauh dari kota, jadi dia yakin sekali bukan disitu tempatnya.

Dweykey mempercepat laju kuda waktu disadarinya matahari yang tadi sempat mengintip Jennifera, kini sudah hampir mencapai ujung langit.

Angin kering sedikit demi sedikit berhembus perlahan dan dingin, menerbangkan rambut-rambut depan Jennifera yang agak berantakan menjadi semakin tidak karuan. Tapi bagi Jennifera hatinya bahkan lebih tidak karuan lagi. Saat ini sungguh sangat susah baginya membedakan antara bahagia yang teramat sangat dan keharuan yang menyelubungi hingga ke dalam ruang sempit di dalam dadanya, tapi melegakan itu.

Setelah berhasil memutari bukit yang tidak terlalu curam, mereka menemukan hamparan luas hutan kulit manis yang tumbuh berbaris memenuhi lereng landai di sisi jalan hingga ke tepi, sebelum dilanjutkan oleh jurang yang semakin dalam.

Beberapa serdadu yang mereka temui tengah berjalan menuju arah berlawanan berusaha mencari tau wajah pemuda di belakang Jennifera, dan setelah mengetahuinya mereka langsung menjatuhkan tatapan keheranan.

Jennifera yakin sekali, serdadu-serdadu itu pasti bertanya-tanya, apa yang hendak dituju calon penguasa Louise itu sampai berkuda sejauh ini bersama seorang gadis campuran seperti dirinya. Sayangnya mereka harus kecewa karena Dweykey tidak akan menjawabnya sekalipun salah seorang dari mereka berani bertanya.

Perkampungan yang kedua terlihat cukup makmur. Di setiap pekarangan rumah ditumbuhi batang-batang tebu yang melengkung saking panjangnya. Awalnya Jennifera mengira itu adalah tumpukan rumpun bambu yang terlalu kurus dan tua hingga menguning. Kali ini Jennifera mengakui dirinya bisa juga melucu hingga membuat Dweykey tertawa terbahak-bahak.

LENTERA PADAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang