BAB 2

66 3 0
                                    

Dia umpama harapan dikala Tuhan tidak menurunlan banyak kebahagiaan disini
Betapa beruntungnya aku karena begitu tulus mencintainya
Tidak akan pernah kubiarkan dia pergi jauh
Bagiku, Tuhan melihatku hanya ketika aku bersamanya

Aku tidak menunggu malam
Malamlah yang menungguku melakukan semuanya
Kuruntuhkan krama yang kubangun sejak dulu
Demi setetes kebahagiaan yang kuharap bisa bertahan lama

Malam itu kuterobos segala batas yang dulu tidak pernah berani kusentuh
Alasanku tidak sepenuh cinta, melainkan sedikit maksud untuk memurnikanku, diriku, darahku, jiwaku dan pandangan atas diriku
Sungguh harapanku terlalu besar untuk dipatahlan begitu saja, sedang hati kecilku pun terus berbisik-bisik
Keinginan itu tak akan patah oleh apapun

Ketika larut malam sama sekali tidak membuatku takut
Aku mendengar semua yang dikatakannya mengenai apapun
Dia tidak mengharapkan menjadi pengganti ayahnya
Sehebat apapun itu dia tidak tertarik
Itu membuatku sedikit kecewa, tapi kubiarlan saja dia meneruskan semua yang ingin dikatakannya

Akhirnya dia sampai ke titik itu
Dia menemukan sisi diriku yang lain
Sesuatu yang tidak pernah kuharap akan diketahui olehnya
Tentang diriku yang genting namun penuh harap
Diriku yang merasa berbeda, namun tidak lebih baik di matanya.*

Di kediaman Norwegent Elyot malam itu.

"Oh, Papa. Apabila ada seseorang yang meragukan kemurnianku, atau bahkan menganggap usahamu itu adalah sesuatu yang hanya akan menghasilkan kekecewaan belaka, apakah yang akan kau katakan kepadanya?" Tanya Aurora pada Norwegent Elyot, ayahnya, sepeninggalan Dweykey Louise.

"Tidakkah orang itu mengenaliku, hingga tidak menyadari namaku yang menyertai namamu?"

"Tentu saja dia mengenalmu, Papa. Dia pun tidak melupakan namamu setiap kali menyebut namaku. Hanya saja dia tidak menghargai yang kau perbuat untukku selama ini."

"Aurora, apakah kau tidak ingin memberitauku siapa orang yang kau maksudkan itu?"

"Aku tidak ingin."

"Baiklah. Kalau begitu katakan saja padanya usahaku ini tidak akan membuahkan kekecewaan, karena raja sendiri telah menyetujuinya."

"Benarkah, Papa? Kau berani bersumpah demi apapun?"

"Tentu saja, Putriku."

"Bagaimana bila orang yang kumaksudkan tadi merupakan orang terdekat raja?"

"Aku tau, tapi sepertinya dialah yang akan menerima kekecewaan setelah ini."

"Tidak, aku tidak akan mengijinkan siapapun membiarkannya kecewa. Sekalipun dia menorehkan luka di hatiku, aku tidak akan membiarlan seseorang membalasnya."

"Tapi aku bahkan lebih tidak menginginkan kau terluka, Aurora. Kau tau itu."

"Papa, kau pernah berkata padaku, luka yang mengajarkan manusia untuk menemukan penawar rasa perih. Tidak ada ketakutan lagi setelah itu melainkan keberanian sepenuhnya. Dan aku sedang melakukannya sekarang, Papa. Percayalah."

"Sungguh, aku menaruh kepercayaanku padamu, Putriku."***

LENTERA PADAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang