BAB 70

2 0 0
                                    

Hari ini Rebekah tidak lagi mengabaikan Suryani, setelah melakukannya selama beberapa hari karena ia telah menumpahkan kemarahannya kepada pada pria-pria yang memang pantas mendapatkannya. 

Ini adalah saatnya Rebekah merasa sangat berterima kasih kepada alam karena telah memberinya pertahanan untuk tetap berdiri kukuh di hadapan Alexander dan ksatria nya itu beberapa hari yang lalu. Wajah mereka memerah sampai ke telinga, bahkan mulut pria muda di samping Alexander pun ternganga melihat caranya menyudahi perkataan.

Rasanya sangat puas dan menjadi tidak terhingga ketika ksatria yang bernama Willes itu membawanya ke suatu tempat, namun memiliki nama yang sangat ia benci. Tentu saja Willes harus menyeretnya demi mengikuti perintah rajanya itu. Walau belum tau alasan Alexander melakukannya, Rebekah senang sudah menghantamnya sehingga bersedia melakukan hal yang tidak terduga itu.

Pagi ini tidak banyak yang berubah dengan keseharian mereka, hanya yang mengherankan adalah suasana yang terasa berbeda yang tercipta sejak kemarin-kemarin. Udara yang berhembus membawa kehampaan yang merasuki ruang dada siapa saja, pohon-pohon bergerak seakan pertanda yang memberitahukan sesuatu yang buruk mungkin akan terjadi lusa, atau malah besok.

Rebekah merinding membayangkannya, apalagi bila dugaan itu diperuntukkan kepada Jennifera, yang jika dihitung-hitung sudah lima hari tidak pernah lagi hadir di setiap kelas yang harus diikutinya. Namanya pun tidak diserukan lagi oleh para pembimbing yang bersikap seolah Jennifera, si seniman terbaik itu tidak pernah berada disana.

Rebekah menarik lengan Suryanie ketika melintas di depan rumah Dweykey. Mereka tidak ingin melihat taman rumahnya yang luas itu, apalagi sampai menemukan wajahnya yang hanya akan menimbulkan rasa muak. Sudah cukup pemuda itu mengacaukan tempat ini, sehingga mengakibatkan Jennifera harus berada di tempat dimana dirinya tidak seharusnya berada.

Dan Aurora? Rebekah mendengus, menarik pikirannya untuk tidak terus masuk ke dalam masalah kedua orang yang kembali dibencinya itu. Namun yang membuatnya tak habis pikir, terlebih terhadap Dweykey yang mengaku tidak menyukai namun berhasil membuat gadis itu mengandung calon bayinya. Sungguh Rebekah muak sekali menyadari kehebatan Dweykey yang tentu saja adalah warisan dari kakek-kakek buyutnya.

"Rebekah, kita sudah meninggalkan rumahnya." Tahan Suryani mengingatkan.

Rebekah menoleh ke belakang melalui pundaknya. "Kau benar."

Sekarang tidak ada lagi Jennifera, tinggal mereka berdua. Rebekah meremas tangan kirinya yang dingin disapa angin pagi. Harusnya tangan itu menggenggam telapak tangan Jennifera, disaat menyeret kedua temannya berlari menuju kelas. Tapi itu sudah menjadi kenangan sejal lima hari yang lalu. Rasanya sakit sekali setiap kali berpikir mereka tidak akan pernah menjadi tiga orang kawan yang selalu bersama dan berjalan beriringan.

Sebelum masuk kelas biasanya Rebekah dan Suryanie mendatangi Jennifera. Mereka harus menemuinya dan melakukannya setiap hari agar Jennifera tidak kesepian. Selain sepi Jennifera juga harus menanggung lapar karena tidak ada yang mengantarkan makanan baginya.

Rebekah mengetahuinya sejak malam pertama Jennifera berada disana. Selepas makan malam ia melarikan diri untuk menemui Jennifera. entah mengapa firasatnya mengatakan untuk tidak menghabiskan roti, karena dia harus berbagi dengan seseorang yang terkurung diluar sana. Dan benar saja, memang tidak ada yg mengantarkan makanan untuk Jennifera. Dan yang dia ingat selanjutnya, Jennifera memakan roti bawaannya dengan lahap.

Penjara itu berada di lantai tiga sebuah gedung Yaang bersembunyi jauh di belakang gedung utama Darnelia Castle. Dua orang serdadu yang berjaga  di depan pintu masuk, seperti biasa melihat dengan kesal sebelum memperbolehkan keduanya masuk, itupun di dahului dengan ancaman agar tidak berlama-lama di dalam. Tapi tentu saja mereka tidak mempedulikannya.

"Jennifera." Panggil Suryanie dengan suara serak tertahan.

Dia panggilan ketiga, Jennifera mulai mengerjap-ngerjapkan matanya. Untuk waktu yang cukup lama ia masih memandang linglung pada Rebecca dan Suryanie, sebelum perlahan berdiri menghampiri.

Rebekah memerhatikan Jennifera dari ujung kaki hingga kepala, hal yang selalu dilakukannya selama lima hari ini sejak awal pertemuan mereka. Semakin hari gaun Jennifera kian lusuh, terutama bagian bawahnya yang tampak menghitam, tergesek-gesek lantai penjara yang kotor dan berdebu. Kondisi yang tidak jauh berbeda telihat pula pada si pemilik gaun yang tampak semakin kacau. Rambut kuningnya berantakan bak jerami yang sengaja diserak-serakkan, sementara kulitnya pun memucat tanpa rona merah sedikitpun.

Lebih kurang satu langkah di belakang jeruji penjara, Jennifera menghempaskan tubuhnya ke lantai. Ia duduk menyamping dan menggunakan lengan kiri sebagai penopang tubuhnya  lemas. Rebekah dan Suryanie ikut pula merendahkan tubuh mereka dengan berjongkok di hadapan Jennifera.

Suryanie mengulurkan kentang rebus miliknya ke dalam bilik penjara, sedang milik Rebekah sudah mereka habiskan berdua di meja sarapan tadi. Karena Jennifera tidak mau mengambil kentang itu, Suryanie meraih tangannya dan menggenggam kan kentang itu ke dalam telapak tangannya yang dingin. Kemudian entah untuk apa, mereka mulai sama-sama menangis. ***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 8 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LENTERA PADAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang