Dengan sepenuh kasih sayangku.
Putriku Cilio, kau benar. Memang ada rahasia yang belum ibu ceritakan padamu. Rahasia yang agaknya sudah ibu kubur cukup dalam, dan ibupun tidak berniat membongkarnya lagi. Mengertilah, karena untuk menarik kembali kenangan itu ibu membutuhkan keyakinan yang cukup kuat. Bukannya ibu tidak ingin memberitahumu, Nak, tapi biarlah mereka tetap berada disana. Tataplah masa depanmu dan jangan coba menoleh lagi ke belakang. Ingatlah, kau tidak akan bisa mengulang masa-masa itu lagi. Ingatan itu hanya akan memberatkan langkahmu untuk maju menjadi lebih baik lagi, Cilio. Dan ibu tidak ingin memberatkanmu. Cukuplah ibu yang merasakannya. Kalaupun nanti kau mengetahuinya, ibu harap kau mendengarkannya dari orang yang tepat.Ibu minta maaf bila surat ibu terlalu singkat. Memang hanya inilah yang bisa ibu ungkapkan sore ini, tapi bagaimanapun juga ibu percaya kau akan menepati janji kita. Janjimu untuk bahagia. Benar bukan? Bersama dua orang sahabatmu itu, tetaplah bersenandung ceria. Dengar, Nak, seorang ibu akan dapat selalu mendengarkan nyanyian putrinya walau dari jarak yang teramat jauh.
Dari seorang ibu yang tidak akan berhenti menyayangimu.
Dengan perasaan mengharu biru Rebecca melipat kembali lembaran surat dari ibunya yang telah selesai mereka baca. Jennifera tersenyum waktu mengangkat biola dari pangkuannya, dan mulai memainkan benda yang dipinjamnya dari Mounech.
Di penghujung senja itu kau kembali membawa senyuman yang sama, teman.
Walaupun tidak seindah dulu
Kala kau belum melupakanku
Aku yang sahabat karibku
Aku yang menggenggam tanganmu saat melewati jembatan gentingIngatkah kau bahwa kau dan aku pernah menjadi kita
Meski sekarang kau buang kata itu
Hingga yang tertinggal hanya kau dan aku
Terpisah dan sendiri-sendiri
Dan kini
Ketika kau tau aku menangis
Kau biarkan angin yang menyeka air matakuTiba-tiba Jennifera berhenti menggesek senar biolanya. "Bukan lagu ini yang ingin didengar ibumu, Rebecca. Dia bisa menangis mendengarkan kita menyanyikan lagu seperti ini." Namun kenyataannya Jennifera sudah lebih dulu menangis.
Suryanie dan Rebecca diam berfikir. "Memang benar, lagu ini terlalu memilukan untuk dijadikan lagu penutup surat. Apalagi surat itu dari ibuku."
"Sebaiknya kita cari lagu lain." Suryanie mengacungkan jari telunjuknya ke atas.
Disaat ketiganya mulai memikirkan lagu lain untuk menggantikan lagu tadi, lagi-lagi Aurora datang menghampiri. Seperti kebiasaannya, tidak tersenyum, tidak juga menunduk pada ketiganya. Dia hanya berkata, "ikut aku sebentar." Sedang tatapannya tertuju pada pohon di belakang tiga orang yang dihampirinya.
"Sampai kapanpun pohon itu tidak akan ikut denganmu, Bodoh." Ujar Rebecca
"Bukan pohon itu, tapi kau." Setelah berkata Aurora langsung jongkok dan menarik tangan kanan Rebecca yang menumpuk tubuhnya. Untungnya sentakan itu tidak membuat Rebecca terbalik ke belakang karena Aurora sudah lebih dulu membuatnya berdiri.
"Aurora!" Teriak Rebecca dengan mata melotot.
Aurora melepas cengkeramannya namun kedua matanya mengunci mata Rebecca. "Hanya kau." Tegasnya kepada dua gadis lain.
Sulit bagi Aurora untuk mempercayai dirinya berhasil membujuk gadis keras kepala itu dengan begitu mudah. Rebecca mengikuti langkahnya tanpa mengatakan sepatah katapun. Mereka berjalan beriringan dengan hentakan yang tidak berbeda jauh. Aurora tidak pernah mencoba menoleh pada Rebecca, begitupun sebaliknya. Sesungguhnya ini adalah keadaan yang membingungkan bagi keduanya. Bayangkan saja, alih-alih untuk berjalan sedekat ini sedangkan menghabiskan waktu berdua sekejap saja keduanya enggan.
Setelah tiga hari dihabiskannya hanya di rumah saja, hari ini kebencian Aurora terhadap Rebecca yang berjalan di sampingnya itu tidak berubah banyak. Tidak semakin menjadi ataupun berkurang. Atau lebih tepatnya belum menanjak dari keadaan semula.***
KAMU SEDANG MEMBACA
LENTERA PADAM
Historical FictionPertengahan musim gugur di kota London yang tertutup awan mendung, Constantine Louise duduk di samping ibunya dalam kereta kuda yang membawa mereka meninggalkan Collegiate Church st. Peters yang tampak menawan di bawah gerimis. Manakala matanya mena...