Suara ribut-ribut diluar asrama membuat mereka semuanya terbangun lebih pagi dari biasanya. Pekikan Beanahna dan Imra yang melengking di pagi buta, semakin menegaskan situasi tegang yang
terjadi diluar sana.Dalam kekhawatiran yang menyergapnya secara tiba-tiba, Rebecca menarik selimut dan menahannya di depan dada. Di sekelilingnya pun terlihat sama. Setiap pasang mata milik gadis-gadis yang berada dalam ruang asrama terbelalak ke arah pintu yang masih terkunci.
Rebecca memalingkan wajah dari Suryani menuju Jennifera. Kebetulan sekali Jennifera yang sedang menatapnya pun tersenyum. Anehnya senyuman itu justru memberinya perasaan cemas. Rebecca mengira hal itu disebabkan banyaknya yang terjadi belakangan ini, dimana selalu pula dirinya yang menemukan kekecewaan dibalik senyuman Jennifera. Rebecca segera menepik kecemasannya dengan balas tersenyum. Namun hanya sedetik kemudian perhatian mereka serentak beralih pada pintu asrama yang tiba-tiba terbuka, disusul gelegar keras dari dinding yang dihempas daun pintu kayu itu.
Tanpa diperintah gadis-gadis itu bangkit. Serentak mereka duduk tegak di atas ranjang masing-masing dan dengan ketakutan menyembunyikan tubuh mereka ke dalam selimut hingga kepala mereka saja yang berada diluar, memastikan para serdadu yang memberondong masuk itu tidak datang untuk mereka. Setiap masang mata bergerak menghitung dalam hati jumlah serdadu-serdadu itu. Ada sepuluh orang serdadu, belum termasuk beberapa orang yang menunggu diluar.
Ini adalah peristiwa yang tidak pernah mereka alami sebelumnya. Belum pernah ada kejadian dimana begitu banyak serdadu masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi para gadis, terutama diwaktu-waktu kurang pantas seperti saat ini. Semuanya kembali terbeliak waktu serdadu-serdadu itu berhenti di dekat ranjang Jennifera yang terdiam dengan wajah datar.
Rebecca yang sebenarnya sejak awal sudah merasakan firasat buruk bahwa akan terjadi sesuatu itu, dengan dada sesak menatap Jennifera yang kemudian menghindari kedua matanya dengan menunduk hingga beberapa cumpuk rambut kuning cerahnya yang keluar dari balik topi tidur jatuh berserakan menimpa punggung sampai ke depan dadanya.
Jennifera tidak berkata apa-apa ketika dua dari kesepuluh serdadu itu menyeretnya turun. Seakan tidak berdaya, Jennifera mengikuti saja jalan yang telah di tentukan hari itu bagi dirinya sementara drama kehidupan mereka terus berlanjut.
Suryani berlari mengejar Jennifera namun langkahnya dihentikan serdadu yang berdiri paling dekat dengan Jennifera.
Sekejap kemudian semuanya tersentak oleh satu kalimat. "Dia tidak melakukan apapun semalam!" Kata-kata itu berasal dari Beanahna yang berlari dari arah luar dan langsung saja kedua lengannya berusaha merebut Jennifera dari serdadu yang mencengkramnya dari sebelah kiri. Namun sayangnya Beahnahna tidak terlalu kuat untuk melawan mereka.
"Gadis ini hampir membunuh Aurora Elyot!" Tegas seorang serdadu dengan suara lantang dan tidak ada yang tidak terkejut mendengarnya.
"Omong kosong!" Bantah Beanahna. "Aurora tidak berada disini sejak beberapa hari. Kalaupun ada, dialah yang lebih berkemungkinan menyerang gadis ini. Hanya Aurora yang bisa membuka pintu asrama pada tengah malam dan melakukan apa yang kalian tuduhkan kepada Jennifera."
Dua atau tiga dari serdadu itu tertawa. Entah yang dikatakan Beanahna itu benar-benar lucu atau hanya untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya. Yang jelas tawa mereka benar-benar memuakkan di telinga para gadis, terlebih di telinga Rebecca dan Suryani.
"Tapi pisau itu ada padanya!" Ujar serdadu yang sedari tadi diam seraya menunjuk pada sebilah pisau yang dipegang temannya. "Berarti dialah pelakunya!"
Beanahna melangkah mendekati serdadu yang menggenggam pisau itu. Kedua matanya membesar, melihat pasat-pasat sebelum menegaskan kesimpulan yang sontak melegakan hati gadis-gadis itu, meskipun tidak berdampak apa-apa. "Ini bukan pisau yang biasa digunakan di dapur asrama. Seseorang pasti telah dengan sengaja membawanya dari luar, dan orang itu adalah Aurora. Aku yakin pisau ini dia bawa dari rumahnya." Beanahna pun memperhatikan satu-persatu wajah serdadu-serdadu ketika berkata lagi, "kalian pun pasti tau di antara kedua gadis itu terdapat sedikit masalah. Tapi menghakimi satu orang demi satu yang lainnya, sangatlah tidak benar. Katakan, siapa yang menyuruh kalian melakukan ini?"
Tidak ada yang menjawab Beanahna. Para serdadu telah dibungkam oleh perintah untuk tetap diam. Dan yang terjadi selanjutnya adalah, salah seorang dari mereka tiba-tiba mendorong mundur Beanahna untuk mendapatkan ruang. Selanjutnya merekapun berjalan keluar.***
KAMU SEDANG MEMBACA
LENTERA PADAM
Historical FictionPertengahan musim gugur di kota London yang tertutup awan mendung, Constantine Louise duduk di samping ibunya dalam kereta kuda yang membawa mereka meninggalkan Collegiate Church st. Peters yang tampak menawan di bawah gerimis. Manakala matanya mena...