BAB 37

3 1 0
                                    

Guratan tawa masih tergambar diwajahnya saat Alexander menatap Dweykey. Ia merasa belum mengerti mengapa Dweykey membuat  pembicaraan mereka berganti arah secepat ini, namun karena malam ini perasaannya cukup baik, Alexander tidak akan keberatan membahasnya hingga tengah malam nanti.

Alexander menyukai pembicaraan yang semakin lama semakin menanjak, apalagi lawan bicaranya adalah Dweykey. "Norwegent hanya merasa keberatan dengan makan malam itu. Setelah ini dia akan kembali seperti biasa. Memangnya ada apa, Dweykey? Apakah ada sesuatu yang mengusikmu lagi?"

"Tidak, aku hanya merasakan sedikit kejanggalan setiap kali melihatnya akhir-akhir ini." Tutur Dweykey. "Tapi mungkin karena diriku yang terlalu mawas sejak menjauhi putrinya. Sungguh, Papa. Aku tidak bermaksud apa-apa dengan mengutarakan ini semua padamu."

"Aku mengerti. Sedikit banyaknya Aurora memang telah membuatmu merasa terbebani, dan itu adalah karena tindakanku yang salah yang waktu itu kuambil tanpa berpikir panjang terlebih dahulu." Alexander menyatakan penyesalannya seraya mengingat waktu dimana dirinya menganggap Aurora akan mampu mengusir kejenuhan Dweykey untuk waktu yang tidak lama, tanpa memikirkan hal-hal yang tidak terduga yang akan terseret-seret tak tentu arah setelahnya. Selain itu ia juga belum begitu mengenal putranya secara benar hingga dengan sadar mengambil keputusan yang pada akhirnya hanya memberinya rasa sesal.

"Lupakan saja." Kata Dweykey yang tengah berkutat dengan hal lain di dalam benaknya.

Seseorang pasti tengah bertengger di benak Dweykey, tebak Alexander dan bertanya-tanya dalam hati waktu dilihatnya Dweykey diam terpaku tanpa ekspresi sedikitpun. Tapi siapakah orang tersebut? Aurora ataukah si CalonSelir?

Alexander tau putranya itu bukanlah sosok pemuda yang mudah melepaskan tanggung jawab dan ia juga tau Dweykey sebenarnya menyadari sikapnya telah menyakiti Aurora, oleh sebab itu ia enggan berkomentar banyak mengenai gadis itu.

"Sepertinya Aurora benar-benar sudah melepaskan mu." Pancing Alexander yang memang tidak mau membicarakan mengenai calon selir yang dibicarakan Dweykey tempo hari. Bukan saja karena kabar menyangkut Dweykey dan calon selir itu yang kian menyebar, Alexander juga masih bimbang dengan pernyataan Dweykey. "Atau dia masih memperjuangkan mu."

"Aku tidak yakin dia merelakan begitu saja. Aurora bukan orang yang bisa menerima takdirnya tanpa mencoba mengubahnya bila memiliki kesempatan. Bisa kubayangkan dia tidak semudah itu melepaskan ku. Tapi,"

"Tapi,"

"yang aku takutkan dirinya tidak sendirian, melainkan orang-orang dibelakangnya yang mendukung usahanya.

Pernyataan yang cukup menyentak Alexander. Ada banyak kisah yang ia dengar mengenai kesuksesan yang berhasil di raih para gadis ambisius walau tidak sedikit pula yang berakhir tragis yang bahkan mampu memberi kesan mengerikan setiap kali membayangkannya.  Kenyataannya, memang kebanyakan gadis-gadis ambisius dikelilingi  orang-orang yang tidak kalah ambisiusnya. Mau tidak mau hal ini mengingatkan Alexander pada Norwegent, dan sungguh kata-kata Dweykey tadi lebih dari cukup untuk membangunkan rasa was-wasnya terhadap pria yang tak lain adalah teman baiknya itu. Bisa dikatakan, dirinya mulai memasuki ambang kecurigaan.

"Bila kau memahami, Papa, bagiku cukup beralasan bila Norwegent tidak  menyukai makan malam mu itu, karena menyadari kau telah berpindah tujuan, dan baginya itu bisa jadi akan merusak rencananya."

Alexander terdiam, tenggelam dalam pikirannya. Dengan kekuasaan yang diberikannya pada Norwegent, lalu putrinya yang ambisius ditambah faktor-faktor pendukung lainnya, bisa jadi Norwegent memang sudah berubah dan menjadi sedikit berbeda.  Mungkin pria itu memang memiliki rencana terselubung di balik usahanya membangun kerajaan baru ini. Atau, kemungkinan lain Norwegent merasa tidak sepenuhnya berkuasa dengan embel-embel nama besarnya. Malam ini Alexander mulai meragukkannya.***







LENTERA PADAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang