⌗ Twenty Six : Flashback (1)

116 9 5
                                    

❥ • --
◞ 𝐣ust 𝐟an𝐟iction ◦˳ 𝗞𝗮𝗻𝗴𝘆𝗼𝗻 : 𝗜𝗻 𝗔𝗻𝗼𝘁𝗵𝗲𝗿 𝗗𝗶𝗺𝗲𝗻𝘀𝗶𝗼𝗻 a.k.a 𝐂𝐫𝐨𝐬𝐬𝐫𝐨𝐚𝐝𝐬 📼 kilas balik (1) 💭 %

✧ cw // harsh word, alur maju-mundur

• ― ♤ ✦ ♧ ― •

"Kamu mendapat perlakuan yang pantas, Azraelve~ kalau aku di posisinya tentu akan aku putuskan saat itu juga," tandas Ray dengan nada mengejek.

Kini mereka tengah berbincang konsultasi masalah percintaan dengan posisi aneh Ray dan Kanglim yang meratap di balkon.

"Kita belum pacaran."

"APA??"

Tiga kata yang dilontarkan Kanglim tadi mengubah posisi Ray yang tadinya tiduran di sofa dengan kaki yang menjuntai di sandaranーmenjadi posisi duduk bersila serta ekspresi terkejut berlebih yang melengkapi.

"DIA TIDAK PERNAH MENGUMPAT PADAMU KARENA MENGGANTUNG HUBUNGAN?? WAH, BRENGSEK."

Umpatan itu seakan membuat sebuah pedang imajiner menusuk jantungnya.

Ini semua memang salahku.

Ray beranjak dari sofa dan mendekat ke arah balkon dimana Kanglim sedang m̶e̶n̶j̶a̶d̶i̶ ̶a̶n̶a̶k̶ ̶s̶e̶n̶j̶a̶ meratapi nasib, "Aku tidak percaya Azraelve dapat se-brengsek ini. Kau pria bajingan," tutur Ray menyudut pinggang Kanglim.

"Kamu tidak mengenal yang namanya filter kata, ya? Aku tidak bisa menerima kalau kamu mengumpat menggunakan tubuhnya,"

"Hey, hey, hey. Bukan tubuhnya, tapi ingatan lamanya~ ini tetap tubuhku, tapi lebih muda saja sih."

Kanglim memutar bola mata, "Terserah."

Ternyata mengobrol dengan orang menjengkelkan benar-benar menguras emosi.

"Ahahaha, aku mau hidup selamanya dengan tubuh ini saja,"

Sebuah pedang tiba-tiba muncul di depan leher Ray, membuat matanya mengerjap beberapa kali lantas tersenyum canggung,

"Oh ... hey, Azraelve, ini bercanda 'kan??" tanyanya panik.

"Aku benar-benar bisa membunuhmu dan membawa arwahmu pada sekte-sekte di luar sana untuk dijadikan tumbal," cerca Kanglim dengan efek api-api di sekitarnya.

"Tenang dulu, Azraelve," Ray mengusap mata pedang dan membuatnya menghilang lantas bersitatap dengan lawan bicaranya, "Aku punya kekuatan yang lebih besar dari pada yang kamu bayangkan."

"Daripada aku membuka konsultasi percintaan, lebih baik kita beranjak pada topik utama. Kamu memiliki ribuan pertanyaan untukku bukan?"

Benar-benar mengerikan. Rasanya isi pikiranku dapat dibaca dengan mudah olehnya.

"Apa yang terjadi padamu di masa lalu?"

Ray bersandar pada pembatas balkon, "Banyak yang terjadi ...."







Flashback; the truth.






Hari itu merupakan hari spesial, bukan karena perayaan hari lahir atau semacamnya, melainkan izin bepergian kedua Jenderal telah disetujui oleh Raja. Sudah lebih dari delapan bulan lamanya izin itu digantung, akan tetapi tanpa sebab, Raja berubah pikiran dan memberi mereka izin.

Aneh tapi nyata.

Sebenarnya izin ini merupakan salah satu rencana kerja nyata mereka selama menjabat, yaitu dengan memakmurkan desa-desa di luar wilayah Ibukota Kerajaan. Mereka akan bepergian ke seluruh penjuru Negeri dan membantu masyarakat desa sesuai kebutuhan.

Kepergian mereka dimulai pada awal musim semi,

Mereka melewati perbatasan menuju wilayah Timur dan singgah pada salah satu Kota maju di sana.

Sebuah Kota besar bernama Aslan.

Kedua Jenderal mendapat sambutan meriah oleh masyarakat di sepanjang jalan menuju pusat Aslan. Mereka berpikir bahwa Kota di luar Pusat Ibukota ternyata lebih makmur dan bersahaja dari yang di kira. Selama di Aslan mereka memberi berbagai konsep bantuan dan pencegahan bencana yang menimpa wilayah barat Aslan. Seusai tinggal dan menuntaskan tugas selama tiga minggu, mereka kemudian melanjutkan perjalanan kembali.

Labuhan mereka selanjutnya tertuju pada Desa pada perbatasan wilayah Timur dan Utara.

Alih-alih melihat hal yang membahagiakan saat sampai, mereka malah banyak melihat aksi pencurian, seluruh gang desa di huni oleh orang-orang dengan pakaian lusuh. Semakin mereka masuk, suasana desa menjadi semakin suram. Ini bahkan jauh dari kata layak untuk dijadikan tempat tinggal.

Mereka turun dari kuda dan pergi ke salah satu gangーmembagikan bahan makanan pada tiap bangunan-bangunan kecil di sepanjang gang. Banyak anak-anak yang datang dan berebutan mengambil, yang dewasa pun tak mau kalah. Hingga sebagian bantuan yang mereka bawa terjatuh ke tanah, naasnya, walau sudah jatuhpun, mereka masih berebut untuk mengambil.

Banyak dari mereka langsung berlarian pergi setelah mengambil bahan makanan. malah ada yang memberi tatapan tajam selagi mengambil makanan yang bercecer.

"Tempat ini ...." Ray bahkan kehabisan kata-kata layak untuk mendeskripsikan tempat yang tengah ia pijak.

"Ayo ke sisi lain desa, masih banyak orang yang harus kita berikan bantuan," ajak Azraelve yang sudah menaiki kuda terlebih dahulu.

"Baik."

Mereka berdua membagikan sejumlah bahan pangan pada tiap warga desa yang ditemui, dalam perjalanannya mereka memergoki sebuah pertikaian antara anak kecil dengan pria yang diindikasi sebagai preman desa.

"BERIKAN UANG ITU PADAKU. AKULAH YANG BERHAK MEMAKAINYA," teriak si pria dewasa.

"APA MAKSUD KAU?! JELAS-JELAS INI MILIKKU KARENA AKU YANG MENDAPATKANNYA!" bela anak kecil itu tak mau kalah.

"ANAK BRENGSEK INI ...." si preman menendang tubuh anak kecil dihadapannya dengan keras, menginjak-injaknya lantas mengeluarkan sebuah belati dari dalam saku.

Sebelum peristiwa yang lebih buruk terjadi, Azraelve mendatanginya seraya menodongkan pedang tepat pada leher preman itu.

Anak kecil pemilik surai hitam legam itu seketika terkejut dibuatnya. Dia menaruh perhatian pada orang yang menyelamatkannya sedang si preman langsung melancarkan serangan menggunakan belati kepunyaannya. Dengan terampil Azraelve menangkis semua serangan remeh itu dengan tangan kosongーrasa-rasanya pedang milik Azraelve pun tidak layak untuk menyelesaikan pertarungan kecil mereka.

'Butuh bantuan, Azraelve~?'

'Aku akan menyelesaikannya.'

Atmosfer sekitar secara tiba-tiba dikerubungi oleh kabut tebal, jarak pandang mulai menipis, dalam jangka waktu tersebut sebuah suara khas pedang yang tengah dipoles terdengar mengisi keheningan. Dapat diperkirakan jika serangan yang dilancarkan oleh Azraelve menggunakan belati si preman adalah seratus kali lebih banyak dibandingkan penganiayaan yang dilakukan si preman pada anak kecil itu.

Kabut perlahan menghilang, menampakkan eksistensi Ray yang telah berlutut dihadapan anak kecil itu sembari mengulurkan tangan dengan senyum ramah.

"Siapa namamu, Nak?"

"... Solon."

***

harusnya chapter ini untuk update bulan Juni ... mmf atas keterlambatan dan kengaretan aku 😣😣

kalau tidak ngaret, bulan ini update 2 chapter lagi. see youu next time~

p.s: balon dialog dengan tanda kutip satu ' diartikan sebagai telepati antar pemeran.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐂𝐑𝐎𝐒𝐒𝐑𝐎𝐀𝐃𝐒 [ Slow Update ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang