Kilas balik
"Anak bodoh! Kenapa kamu tidak bisa mendapat nilai seratus seperti kakakmu? Paling besar nilaimu itu delapan puluh lima. Mana bisa menjadi juara kelas jika begini terus!" bentak ayahnya yang menarik bajunya hingga tubuhnya terseret masuk ke gudang. "Renungkan kesalahanmu. Tidur dan buang air di sini!"
Alinda yang saat itu berusia sepuluh tahun menangis kencang. Dia memeluk kaki ayahnya. "Papa jangan tinggalkan Alinda sendiri. Alinda takut, Papa!"
"Ah, tak usah kamu sebut aku Papa jika kamu sendiri tak bisa membuat papamu bangga, Alinda!" Kasar, ayahnya menendangnya dadanya sampai dia terpental jauh. Ayahnya tidak tergugah melihat anaknya kesakitan. "Kamu hanya bikin malu keluarga Syarif! Mau jadi apa kamu nanti jika kamu tidak suka belajar? Menurutmu hobimu yang suka bernyanyi dan berakting itu dapat membawamu sukses?"
Ayahnya tidak mau mendengar penjelasan Alinda. Dia menutup pintu gudang itu dari luar, meninggalkan Alinda menangis dalam kegelapan.
Setiap hari pengambilan rapot, Alinda harus siap ditinggalkan di sana. Buang air kecil dan besar di dalam plastik, membersihkan dirinya dengan tisu kering, dan hanya diberikan makan pada siang hari.
Hal itu terjadi sampai dia kelas tiga SMA, sebab ketika kuliah, dia sudah cukup besar untuk melawan dan kabur dari rumah saat orangtuanya hendak bertanya soal GPA-nya.
Tak ada satu pun orang yang menolong aku saat aku disiksa, pikir Alinda sambil membersihkan mulutnya dengan air dari westafel. Tidak ibuku, tidak juga kakakku. Mereka seakan buta dan tuli saat aku dikurung di sana. Saat ini juga tak ada yang bisa mengerti aku, termasuk suamiku. Nathan tega-teganya menyerahkan aku pada kakakku padahal aku sudah memberitahunya hubunganku dengan kakakku tidak terlalu baik.
Alinda lelah mengerung lagi. Dia diam saja setiap pembantu mengantar makan ke dalam kamar. Kali itu, dia meminta pembantu kakaknya untuk membawakan obat tolak angin. "Baik, Bu, cepat sembuh ya," kata Bibi Yem memandang prihatin ke arah Alinda.
Hati Alinda tersentuh melihat kepedulian orang kepadanya. Dia mengangguk, mengucap terima kasih. Dia ditinggal lagi sendiri di kamar itu.
Pikirannya terpaku pada Nathan. Di mana pria itu sekarang? MengapaNathan tak merindukannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua Bersama Alinda | Short Story
Romance"Apakah kamu dan dia berzina?" "Apa kamu ingin aku berbohong, Nathan?" Alinda menggenggam pergelangan tangan Nathan yang mencekiknya.