25 - Resmi bercerai

100 3 3
                                    

"Kamu masih menggigil?"

Bunga memperhatikan Alinda yang membalut dirinya dengan selimut. Saat Bunga bertanya, Alinda menjawab dia merasa kedinginan. Kata Alinda bukan dia kedinginan, tapi tubuhnya gemetar setiap dia ingin minum namun tak bisa dilakukannya.

Bunga meyakinkan udara di villa sudah cukup baik bagi Alinda. Itu perasaan Alinda saja, yang mendorong Alinda untuk penasaran mencicipi minum. Setiap hari, Alinda menangis di depan Bunga, minta dibawakan minum yang dia tahu Bunga takkan memberikannya.

Alinda menggeleng. Wajahnya pucat. Dia memang tak ada gairah untuk bersemangat sejak dijauhkan dari botol minum kesukaannya. Hatinya juga murung mengingat dia ditinggal suami yang ngakunya cinta padanya.

"Tadi aku dapat telepon dari Brian. Dia sudah menerima akta ceraimu," kata Bunga prihatin. "Aku minta maaf, Alinda. Kamu pasti sedih."

Jadi aku sudah resmi jadi janda, pikir Alinda sedu. Aku bukan lagi istrinya. Aku dan Nathan tak memiliki ikatan apapun. Bagaimana tanggapan dia? Apakah dia senang akhirnya terbebas dari tanggung jawabnya sebagai suami pecandu seperti aku? Hm.. dia pasti lega. Aku ingat bagaimana caranya menatap Neta. Aku juga yakin Neta masih suka padanya.

Bulan demi bulan berganti sampai beberapa hari sebelum Alinda melahirkan anak pertamanya. Dia sudah mulai kesulitan berjalan karena kakinya yang bengkak dan bobot tubuhnya yang naik tiga puluh kilo. Di saat seperti itu dia ingin sekali minum, karena selama ini minum bisa membuatnya lebih baik.

Dia tidak berkonsentrasi dengan keinginannya saat dia mendengar suara Bunga memarahi seseorang.

"Kamu tidak bisa ke sini! Pak Rayyan sendiri yang ingin Alinda sendiri!"

Bicara dengan siapa Mbak Bunga, pikir Alinda. Apakah Nathan? Dia datang? Apakah dia tahu aku hamil besar?

Alinda tidak bisa bergerak. Dia telentang di kasurnya dengan tubuhnya yang kaku. Matanya menoleh ke pintu yang dibuka.

"Leon?" desisnya kaget.

"Alinda, kamu hamil," kata Leon tertegun. Dia menghampiri Alinda dan duduk di sisi tempat tidur. "Kenapa kamu tidak mengabari aku? Kenapa kamu justru sendirian menghadapi ini?"

Kali Kedua Bersama Alinda | Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang