Alinda mengucap terima kasih kemudian berdiam di kamarnya. Untuk malam itu dia tidak kalut karena tidak bisa minum. Dia duduk di sisi tempat tidurnya. Setelah membuat tanda salib, dia menyatukan kedua tangannya dan mengepalkan keduanya kuat-kuat.
Ya Tuhanku aku tidak tahu caranya berdoa, kata Alinda dalam hatinya. Maafkan aku. Jiwaku yang sombong tidak pernah meminta pertolongan dari Engkau. Saya menyerahkan kepadaMu semua kekhawatiranku. Tentang rumah tanggaku, kehamilanku, dan semuanya. Berilah aku sehat agar janin dalam kandunganku bisa besar dan lahir sehat serta jauhkan kami dari marabahaya. Amen. Demi Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Amen.
*
Saat mobil Alinda masuk ke area Pengadilan Negeri, banyak wartawan yang mengerubunginya. Alinda yang dibalut pakaian yang dua ukuran lebih besar dari ukuran tubuhnya yang sebenarnya, turun dari mobil dan meminta semua wartawan untuk mendoakan yang terbaik baginya. Hari itu Alinda didampingi satu pengacaranya dan dikawal oleh dua algojo yang dikirim dari manajemennya.
Ketika dia masuk ke ruang mediasi, dia melihat Nathan yang sudah duduk di sana. Pria itu tampak tenang melihatnya. Anehnya, itu pertama kalinya dia melihat Nathan setampan itu. Selama dia menjadi istri Nathan, dia tak pernah mengagumi tampilan luar pria itu seperti hari saat mediasi perceraian mereka.
Entah apa yang dipikirkan Nathan tentangnya. Alinda hanya memoles wajahnya dengan make up tebal. Sejak satu bulan lebih dia tidak mengonsumsi minuman keras, dia tampak sayu dan tak bersemangat. Di hari mediasi itu, dia tak mau terlihat menyedihkan. Ya, memang lebih mudah mendapat simpati orang lain jika tampil biasa saja, bahkan terlihat murung, lebih bagus lagi, tapi Alinda tidak mau. Dia adalah public figure yang harus menjaga penampilannya. Dan selain itu dia tak butuh simpati orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua Bersama Alinda | Short Story
Roman d'amour"Apakah kamu dan dia berzina?" "Apa kamu ingin aku berbohong, Nathan?" Alinda menggenggam pergelangan tangan Nathan yang mencekiknya.