27: Nothing Last from Revenge

298 40 6
                                    

Nggak sempat revisi, kalau ada typo tolong dikoreksi🙏🏻

Sebelum baca, mari tekan tombol bintang dulu!

Enjoy!

Akhir pekan, pagi-pagi Vlora membantu sang Mama memasak untuk adik-adik sepupunya yang menginap di rumah. Kali ini dapur tampak lebih damai tanpa ada perdebatan kecil dua perempuan keras kepala itu.

"Jadi jalan sama Kaiden?" tanya Violet seraya mengaduk masakan dalam panci, "Ambilin garam dong,"

"Iya, siangan jam 11 nanti, Ma. Orangtuanya dateng katanya," jawab Vlora lalu mengambil sebuah toples kecil berisi bumbu masakan, tanpa membaca tulisan ia langsung memberikannya kepada Mamanya, "Ma, gimana ya biar first impression orangtua Kaiden ke Vlora bagus?"

"Biasa aja, jadi diri kamu sendiri," Violet hendak menaruh bumbu masakan itu, namun tak sengaja membaca tulisan, "Heh, ini gula!" omelnya kemudian menyodorkan kembali toples itu kepada putrinya.

Vlora menyengir lalu memberikan toples yang bertuliskan 'Garam', "Sorry, efek gugup."

Violet geleng-geleng kepala sembari menaruh sejumput garam ke dalam masakan, "Nggak usah dipikirin, orangtua Kaiden pasti nerima kamu."

"Mama emang pas ketemu Nenek Alya, nggak gugup?"

"Hmm," Violet mematikan kompor ketika masakannya telah selesai, "Nenek Alya yang waktu itu suruh Papamu deketin Mama,"

"Nenek Alya baik sih,"

Violet tersenyum tipis, ia teringat ketika mertuanya melarang dirinya menjenguk Dominic ketika suaminya itu sedang koma.

"Intinya jadi aja diri kamu sendiri, tapi inget selalu jaga sopan santun, jaga martabat dan harga diri keluarga."

Vlora mengangguk usai mendengar wejangan sang Mama, "Siap, Ma!"

Masih di rumah yang sama. Sementara istri dan putrinya memasak, Dominic disuruh membangunkan para keponakan yang tidur di kamar putrinya. Pria itu geleng-geleng kepala sendiri melihat tiga laki-laki remaja tertidur pulas di atas ranjang, sedangkan seorang gadis kecil terlelap di atas sofa. Ia jadi teringat kelakuan jahil Ravelio dan Rolando kepada Eleanor, sekarang malah menurun ke anak-anak mereka.

"Ellie," Dominic menepuk-nepuk lengan Elodie pelan, gadis berumur delapan tahun itu pun terbangun.

"Hm?" tanya Elodie dengan mata dipejam lagi.

"Bangun yuk, sarapan."

"Ngantuk, Uncle,"

"Nanti lanjut tidur, kamu kan nggak boleh telat makan."

Elodie pun membuka matanya, lalu merentangkan tangan, "Gendong, Uncle, hehe!"

Dominic terkekeh, nasib jadi paman favorit para keponakan. Ia pun menggendong Elodie seperti memeluk koala.

"Kakak-kakak nggak dibangunin, Uncle?"

"Gampang mah, kalau kakak-kakak kamu, tinggal..." Dominic mengodekan Elodie untuk menutup telinga, "BANGUUUUN! WOI BANGUN!" teriak pria itu sontak membangunkan tiga remaja laki-laki di atas ranjang.

"Astagfir—eh beda server!"

"Uncle Dom!"

"Kaget, Uncle!"

Dominic dan Elodie tertawa melihat wajah masam si kembar Radeva dan Rafael serta Joaquin.

"Kalian sih, kenapa Ellie dipindahin ke sofa terus kalian enak-enakan tidur di kasur?" tanya Dominic usai tertawa.

The Return of Lost Daughter [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang