Bab 3

182 21 7
                                    

Gula tidak akan pernah aman dari semut, yang selalu mengerubunginya.

*
*

Seperti biasa, saat pelajaran sedang berlangsung, Ravicca dengan kekonyolannya sekarang tengah menghitung bulu kaki karena bosan mendengar penjelasan guru di depan kelas.

"Lo ngapain upil gajah, tuh pak Mukidin lagi jelasin, ntar kena lagi lo ama dia," tegur Giovanni, teman sebangku sekaligus sahabatnya sejak kecil.

"Bosen gue, berapa menit lagi sih pulang?"

Giovanni melihat jam yang ada di dinding, lalu menghitung sesuai jam pulang sekolah. "Dua jam-an lagi. Bu Markonah aja belom masuk."

Mendengar itu, Ravicca menghela nafas juga memutar bola matanya. Gadis itu sudah tenggelam dalam rasa bosan yang sejak tadi melandanya.

"Ada yang masih kurang paham? Bisa tanyakan ke saya."

Dengan cepat Ravicca mengangkat satu tangan, membuat seisi kelas melihat ke arahnya.

"Saya tau kamu mau permisi ke kamar mandi, kan? Sana, jangan lama-lama," ucap pak Mukidin yang dibalas cengiran polos oleh si gadis.

"Tau aja, Pak. Bentar ya, udah kebelet."

"Kalau kebelet, gak bakal sempat kamu hitungin bulu kaki," sindir guru berkaca mata itu.

Tidak ingin kena omelan lebih panjang, Ravicca langsung lari melesat keluar kelas. Tak lupa dia memberikan senyum pepsodent ke guru sejarah mereka, sebelum dirinya benar-benar menghilang di balik pintu.

"Heran bapak, gimana caranya buat dia berubah?" ujar pak Mukidin yang menggeleng-gelengkan kepalanya.

Sudah banyak guru angkat tangan dengan kelakuan gadis manis itu. Walaupun mereka masih kelas 1 SMA, tapi kelakuan ajaib cewek itu mampu membuat guru-guru narik nafas atas setiap aksi yang dilakukannya. Mereka tahu Ravicca anak yang pinter juga baik. Tapi karena kurang kasih sayang, membuat Ravicca selalu berulah agar mendapatkan perhatian dari banyak orang.

Beralih ke tempat lain, kini Ravicca sudah berdiri di depan jendela kelas Rivaldo, sejak beberapa menit yang lalu. Gadis berambut panjang itu tengah celingak-celinguk mencari lelaki berparas dingin, yang akan menjadi korbannya mulai sekarang.

"Mana sih tuh cowok? Kok gak ada?"

"Ravicca!!" teriak guru yang sejak tadi melihat tingkat anehnya.

"Hehe, pak Bondan."

"Kamu ngapain di situ?" tanya guru itu, dengan buku tebal yang bertengger di tangannya.

"Nyari calon ayah dari anak saya, Pak," jawab Ravicca membuat dahi guru itu bersatu.

Seisi kelas yang tadi hanya diam menunggu guru mereka, kini berbondong-bondong mengintip keluar kelas melalui jendela.

"Maksud kamu?"

"Rivaldo, Pak. Pacar saya, alias ayah dari anak-anak saya nanti," balas si gadis manis dengan cengiran polos, yang sejak tadi dia pamerkan.

"Astaga Ravicca, kerjaan kamu tuh belajar. Ini malah ngomong ayah-anak, kalian masih kelas satu, sebentar lagi mau masuk kelas du-"

Love In Solitude  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang