Bab 16

142 18 0
                                        

Happy Reading ✨

*
*

Terhitung sudah tiga hari sejak kejadian Rivaldo dan Ravicca yang menjadi pusat perhatian semua orang, dan selama itu juga Ravicca tidak pernah lepas dari Rivaldo.

Lelaki berwajah datar itu rutin mengantar juga menjemput Ravicca pulang sekolah. Bahkan jam istirahat saja, Rivaldo selalu menemuinya di kelas dan akan mengantar gadis itu selepas bell masuk berbunyi.

Ravicca benar-benar muak dibuatnya. Gadis itu tidak punya waktu sendiri, bahkan Giovanni yang notabene sahabatnya saja gak bisa mengobrol dengannya.

Alhasil disinilah Ravicca sekarang, atap sekolah. Dia sengaja permisi ke toilet sama bu Marni dan tidak ingin kembali ke kelas lagi. Tohh sebentar lagi jam istirahat, dia akan menunggu sampai bell berbunyi.

"Untung aja bisa kabur ke sini. Dasar wajan gepeng, gak bisa biarin gue hidup tenang apa?" celetuknya seorang diri.

Dengan santai, gadis itu mengambil bungkus rokok beserta korek api dari saku roknya. Dibalik suasana yang sepi, dan juga hembusan angin mendukung Ravicca untuk merokok.

"Mana gue gak bawa motor lagi karena tadi pagi dijemput sama tuh bocah. Kalau gini, gimana gue bisa ke basecamp?" ucapnya entah untuk siapa. Karena memang hanya dia sendiri di atap sekolah.

"Rivaldo kenapa ya? Kok gue berasa jadi tawanan dia sih? Gue salah apaan?"

Ravicca mencoba berpikir letak kesalahannya di mana, dan mulut itu gak berhenti menghisap batang rokok yang ada di tangannya.

"Apa kar-"

Lamunan Ravicca terhenti saat mendengar lagu dangdut dari ponselnya. Gadis itu sengaja menggunakan ringtone dangdut untuk nada dering, katanya supaya beda dari yang lain.

Alisnya terangkan saat melihat nomor Rivaldo di layar. Sudah dia tebak, lelaki itu pasti akan mencarinya. Apakah bell istirahat udah bunyi? Kenapa dia tidak mendengarnya?

Tidak ingin berurusan dengan cowok dingin itu, Ravicca menolak panggilan telepon dari Rivaldo. Dia lebih baik tidak makan bakso mang Asep, daripada harus bertemu dengan cowok aneh bin ajaib itu.

Belum ada satu menit, ponselnya lagi-lagi berdering. Masih nama Rivaldo yang terpampang di layar.

"Aelah nih cowok gak bisa lihat orang seneng apa ya?" ujarnya sambil menekan tombol merah dengan wajah kesal.

Ravicca mendengus, lalu menyesap lagi rokok di tangannya. Mata gadis itu menatap langit biru yang dihiasi awan putih.

Seakan tidak puas mengganggu waktu quality time Ravicca, ponsel gadis itu berbunyi untuk ke tiga kalinya. Dan sudah dipastikan, kalau Rivaldo adalah pelakunya.

"Apa sih?! Lo maunya apaan? Gue lagi males debat ya!!" teriak Ravicca setelah menekan tombol hijau di layar.

Gadis itu kesal ponselnya terus berbunyi tanpa henti, dia juga cape karena Rivaldo gak berhenti mengganggunya. Apakah cowok itu bayi yang harus di temani terus-menetus?

"Di mana?"

Terdengar suara berat dan terkesan dingin dari balik telepon, ciri khas Rivaldo sekali.

Love In Solitude  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang