Bab 15

139 19 0
                                    

✨ Senjata makan tuan. ✨

*
*

Semua orang melihat Ravicca dan Rivaldo secara bergantian. Ada yang berbicara buruk tentangnya. Tapi gak sedikit juga dari mereka yang mengagumi dan memuji Ravicca, karena mampu menaklukan lelaki dingin seperti Rivaldo. 

Cowok itu melangkahkan kakinya mendekati Ravicca, sedangkan gadis berambut pajang masih terdiam kaku di bangku. Otak kecilnya tengah mencerna semua kejadian yang baru saja terjadi.

Memang benar selama ini Ravicca sengaja mengejar-ngejar lelaki itu, tidak pernah membiarkan Rivaldo hidup tenang dan akan selalu mengganggunya. Tapi bukan ini yang dia inginkan.

Kenapa sekarang jadi dia yang diganggu. Dan, apa tadi? Cowok itu memanggilnya 'Baby'? Dia bercanda, kan?

"Sayang?" 

Kini, lelaki dingin itu sudah berdiri di depan mejanya. Rivaldo memajukan badan dan wajahnya tepat berada di depan Ravicca, jarak mereka sangat dekat. Banyak orang yang mengira, cowok kutub ini tengah mencium bibirnya karena posisi mereka.

Ravicca sadar dari lamunannya, saat mendengar teriakan Giovanni. Terlihat gadis itu juga terkejut karena sikap aneh sepupunya.

Selama dia mengenal Rivaldo, Giovanni tidak pernah melihat cowok ini bersikap semanis itu dengan seorang wanita. Bakan, Natasya sekalipun. Yahh, kalau soal itu mungkin karena dia masih kecil.

"Lo ngapain ke sini?" tanya Ravicca.

Dia mendorong dada Rivaldo, agar lelaki berwajah datar mundur dari posisinya yang sangat dekat.

"Jemput pacar," balas Rivaldo.

Singkat, tapi dua kata itu mampu membuat semua orang semakin tenggelam dengan pikiran mereka masing-masing. Bisikan-bisikan itu semakin ramai.

Kejadian minggu lalu saat Ravicca pergi dan pulang diantar Rivaldo saja sudah membuat banyak orang bertanya-tanya, apalagi sekarang cowok itu terang-terangan mengaku kalau mereka adalah pasangan.

"Rav, lo sama Rivaldo pacaran? Ini serius? Lo kok gak cerita sama gue sih?" ujar Giovanni dengan tatapan menuntut penjelasan.

Ravicca menggelengkan kepalanya. Saat bibir cewek itu terbuka ingin memberi penjelasan, Rivaldo langsung menarik tangannya untuk keluar kelas.

Ravicca berkali-kali berusaha melepaskan tangan Rivaldo. Tapi tidak tahu kenapa, lelaki itu menggenggam lengannya sangat erat. Belum lagi, kerumunan orang banyak yang membuat pergerakannya semakin tidak leluasa.

"Nanti gue jelasin, Van!!" teriak Ravicca sebelum benar-benar menghilang dari balik pintu.

Bukan hanya dalam kelas, di luar kelas juga banyak mata menatap mereka. Bagaikan artis papan atas yang tertangkap basah oleh paparazi, kini mereka menjadi pusat perhatian semua orang di sekolah.

Karena sikap berandalannya, Ravicca sering menjadi pusat perhatian banyak orang. Tapi untuk kali ini, sangat berbeda.

Wajah Ravicca memerah, dia harus menahan malu karena mereka menjadi tontonan seluruh murid di sekolah, mulai dari kelas sampai ke kantin. Rivaldo berhasil membuatnya ingin menghilang seketika. Mungkin kalau di sini ada doraemon, Ravicca sudah memaksanya untuk mengeluarkan pintu ke mana saja.

"Lo ngapain sih? Lepasin tangan gue! Kalo gak gue bak-"

Rivaldo menghadap ke belakang, membuat Ravicca menahan nafas karena melihat tatapan tajam dari lelaki itu. Ravicca mengerti, Rivaldo menyuruhnya diam, tanpa ingin mengeluarkan sepatah katapun.

Akhirnya Ravicca tidak melanjutkan perkataannya. Dia menundukkan kepala, dan hanya melangkah sesuai arahan lelaki di depannya.

Ada apa dengan dirinya? Bukankah dia adalah cewek berandalan yang gak takut apapun? Tapi kenapa dengan Rivaldo, Ravicca hanya bisa diam? Arghh, dia benci sama dirinya yang lemah seperti ini. Kemana hilangnya Ravicca pemberani itu?

"Widih, sekarang lo terang-terangan ngumbar kemesraan di sekolah ya, Al?" ejek Ganta, saat melihat kedua orang yang menjadi pusat perhatian itu sudah duduk di mejanya dan Leo.

Ravicca setia menundukkan kepala. Di satu sisi, dia masih malu karena kejadian di kelas tadi. Dan di sisi lain, gadis itu juga takut dengan tatapan lelaki dingin di sampingnya. Bagaimanapun juga, tatapan tajam itu sangat berbeda dari tatapan biasanya.

"Nitip teh hangat," ujar Rivaldo, meletakkan selembar kertas berwarna merah di atas meja.

"Kaga makan lo?" tanya Leo yang dibalas gelengan oleh Rivaldo.

"Terus, cewek lo gak makan?"

Kali ini Ganta yang bertanya. Tapi tidak mendapat balasan apapun oleh lawan bicaranya, membuat lelaki itu menatap Rivaldo jengkel.

"Lo pilih kasih! Masa Leo yang nanya dijawab, sedangkan gue sahabat tersayang lo ini nanya gak dijawab?!" ujar Ganta dengan tampang memelas, yang minta di tendang.

"Muka lo kaya nahan berak," celetuk Leo terkekeh saat melihat wajah Ganta.

"Ihh, kamu kenapa ngomong gitu sama aku? Kamu kasar!" balas Ganta sok imut, membuat Ravicca tanpa sadar menatap geli ke arahnya.

"Najis muka lo, Ta."

Leo memundurkan badan, karena melihat Ganta yang hendak memeluk lengannya. "Iii.. Jauh jauh lo kutil."

"Lo mau nitip gak, Rav?" tanya Leo, lelaki itu masih berusaha menghindar dari aksi gila sahabatnya. Sesekali dia mendorong atau memelintir leher Ganta.

"Gue teh manis dingin, sama bakso mang Asep aja. Biasa kalo jam segini, udah gak ngantri kok," jawab Ravicca yang tiba-tiba merasa lapar. Tohh udah sampai kantin juga, kenapa gak sekalian di manfaatkan.

Leo hanya mengangguk, lalu mengambil uang Rivaldo di atas meja, dan langsung melesat meninggalkan Ganta yang masih setia dengan sikap manjanya.

Kegilaan Ganta semakin menjadi, saat lelaki itu berlari mengejar Leo dengan memajukan bibir hendak mencium lelaki berlesung pipi itu. "Mas Leo, jangan tinggalin aku!"

Ravicca tertawa karena melihat tingkah konyol dua sahabat Rivaldo. Dia tidak tahu, ternyata sikap mereka se-absurd ini.

"Lucu juga."

Pandangan gadis itu beralih ke lelaki dingin yang ada di sampingnya. Apa-apaan cowok ini? Bukankah tadi dia bersikap manis dan mengajaknya ke kantin? Tapi kenapa sekarang, dia hanya diam dan sibuk dengan ponselnya? Ravicca gak heran kenapa dia bisa berteman sama dua siswa konyol itu, soalnya mereka semua sama.

Sama-sama aneh. 

"Sabar Rav, ini gak bertahan lama kok. Setelah bell masuk, lo bakal bebas," gumamnya sangat pelan.

Ravicca menghirup udara dan mengeluarkannya secara perlahan. Mengatur emosi yang sedari tadi berubah-ubah karena lelaki dingin ini.

"Ini bukan yang terakhir," ucap Rivaldo.

Mata Ravicca terbelalak, perasaan suaranya tidak keras, malah nyaris tidak terdengar. Tapi Rivaldo bisa mendengarnya? Ternyata telinga cowok dingin ini masih berfungsi dengan baik, padahal suasana kantin sangat ramai.

*
*

Tunggu update-an selanjutnya. Jangan lupa tinggalkan jejak. Terimakasih. 😇💕

~ Jessie ~

Love In Solitude  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang