✨ Mulutmu adalah harimaumu ✨
*
*Entah sudah ke berapa kali gadis berambut panjang itu terlambat masuk ke sekolah. Dan ini kedua kalinya dia kepergok oleh Rivaldo. Bukannya berteriak seperti terkahir kali, lelaki itu hanya menatap datar ke arahnya lalu melenggang pergi dari taman belakang sekolah.
"Psst.. Al," panggil Ravicca dengan volume suara yang kecil.
Bagaikan angin, Rivaldo mengabaikan gadis itu. Dia malah melanjutkan lagi langkahnya tidak memperdulikan cewek yang berkali-kali memanggil namanya.
"Mau gue bilang ke seisi sekolah kal-"
"Berisik," ujar Rivaldo memotong ucapan Ravicca.
Rivaldo berhenti, lalu berbalik. Seperti biasa, dia melemparkan tatapan tajamnya ke gadis manis berambut panjang itu.
Jelas Ravicca kesal karena omongannya terpotong. Lantas, dia melangkahkan kaki mendekati lelaki jakung itu.
"Dod-"
"Disini gak ada orang, gak usah berpura-pura," ucap Rivaldo lagi-lagi memotong perkataan Ravicca.
Ravicca melipat tangannya di depan dada, dengan wajah angkuh dia menatap mata tajam lelaki ini.
"Lo gak kangen sama gue? Beberapa hari ini kita gak ketemu lohh, lo gak mau nanyain gue kemana gitu," celetuk Ravicca dengan percaya diri yang tinggi.
Iya, mereka sudah tidak bertemu selama lima hari belakangan ini. Selain karena Ravicca yang sering bolos dan nangkring di taman belajar sekolah, Rivaldo juga sibuk mengurus olimpiadenya yang akan berlangsung beberapa minggu ke depan. Belum lagi, gadis itu harus menjalani hukuman dari pak Bondan tiga hari berturut-turut.
"Gak."
Ravicca tersenyum mengejek. Gadis itu mendekati Rivaldo, lalu meletakkan tangannya di dada si lelaki berwajah dingin. Dan dengan beraninya, Ravicca ingin bersandar di dada bidang itu.
Belum sempat Ravicca meletakkan kepala, Rivaldo lebih dulu memundurkan badannya. "Berhentilah bercanda."
"Ahh lo gak asik. Yaudah kalau gitu nanti pulang sekolah temenin gue ya."
Bukan Ravicca namanya kalau sehari saja tidak membuat ulah. Rivaldo sudah tahu, kalau gadis ini pasti memiliki rencana lain.
"Gak."
Jangankan Ravicca, ajakan nongkrong sahabatnya aja sering ditolak karena dia ingin fokus ke olimpiade. Jangan sampai dia tidak mendapat juara di olimpiade itu, Baron dan Violet tidak akan bisa membiarkannya bernafas kalau sampai itu terjadi.
Rivaldo berbalik, lalu melangkahkan kaki meninggalkan Ravicca. Lelaki itu benar-benar malas berurusan dengan gadis aneh ini. Sehari saja berurusan dengannya, kepala Rivaldo serasa ingin pecah.
"Lo gak lupa kan video yang gue kirim tempo hari?"
Sontak Rivaldo berhenti, Ravicca lagi-lagi mengancamnya dengan cara murahan seperti ini.
"Lo bilang udah di hapus," balas Rivaldo masih dengan posisi membelakangi Ravicca.
"Yahh, lo gak sebodoh itu kan langsung percaya gitu aja."
Saat Rivaldo berbalik dan menatap Ravicca, gadis berambut panjang melipat tangan, dan matanya menatap ke arah lain, seakan mengejek kebodohan lelaki jakung itu.
Memang benar, kesepakatan mereka waktu itu Ravicca akan menghapus video atau foto Rivaldo, kalau cowok itu mau mengikuti perintahnya. Tapi bagaimana mungkin video atau foto itu masing ada padanya? Sedangkan jelas-jelas Ravicca menghapus bukti itu di depan matanya. Apakah dia memiliki salinannya?
"Mau lo apa?" tanya Rivaldo sinis.
Kesabarannya sudah diujung tanduk, dia merasa sangat dipermainkan oleh gadis aneh itu. Menurutnya kesepakatan ya kesepakatan, bagaimana bisa cewek ini dengan santai mempermainkannya?
Melihat wajah tidak bersahabat cowok dingin itu, Ravicca menjadi gugup. Dia tidak tahu dampaknya akan seperti ini. Dia hanya ingin bermain-main, tapi kenapa kulkas seratus pintu ini menganggapnya serius?
"G-gak jadi. G-gue pergi sekarang, a-ada kerjaan lain. Biasa orang sibuk," ucap Ravicca dan langsung melesat meninggalkan Rivaldo dengan wajah dingin itu.
Gue ladenin permainan lo, Rav.
***
"Hehh upil, lo kenapa sih? Lari-larian gak jelas," celetuk Giovanni yang datang entah dari mana.Ravicca terkejut, hampir saja dia berteriak karena jantung yang hampir lompat dari tempatnya. Kini gadis itu sudah berada di koridor menuju kelasnya, tapi dengan tiba-tiba Giovanni muncul dari belakang.
"Lo nganggetin gue ahh."
"Lo juga aneh. Lari-larian di koridor, mana matanya lihat ke belakang mulu," balas Giovanni membela diri.
Gadis itu baru saja keluar dari kamar mandi, dan dia mendapati sahabatnya tengah berlarian tidak jelas di koridor sekolah. Dia tahu kalau Ravicca ini selalu berulah, tapi tadi kelihatan dari wajahnya dia sedang ketakutan. Jadi Giovanni memutuskan untuk mendekatinya.
"Ada setan, Van!" ujar Ravicca nyaris berteriak. Kalau ini bukan koridor, mungkin gendang telinga Giovanni udah pecah karena teriakannya.
"Iya, lo setannya."
Dengan santai Giovanni melangkahkan kakinya ke kelas, diikuti Ravicca dari belakang. Tak lupa gadis itu mengapit erat lengan sahabatnya.
"Gue serius Van, tadi ada setan."
Mata Ravicca tak berhenti menatap ke belakang, memastikan kalau setan itu tidak mengejarnya.
"Ngaco lo! Mana ada setan pagi-pagi," balas Giovanni, dia gak habis pikir dengan gadis ini. Sejak kapan, ada setan saat matahari terbit? Lagian, mana ada setan takut sama setan?
"Ada. Sepupu lo buktinya."
Giovanni menghentikan langkahnya, lalu menatap Ravicca dengan pandangan bingung. Sedangkan gadis itu ikutan berhenti karena sahabatnya berhenti.
"Apa?" tanya Ravicca mengerutkan dahi.
"Rivaldo setan? Emang dia udah mati? Perasaan gue gak dapet undangan pemakamannya deh," celetuk Giovanni, membuat Ravicca memutar bola matanya.
"Blok. Bukan itu maksud gue. Nanti aja gue jelasin di kelas." Ravicca yang menarik pelan lengan sahabatnya.
*
*Haii, aku balik lagi. Harap maklum kalo typo bertebaran dimana-mana. Aku terima kritik dan saran kok.
✨✨
Tunggu update-an selanjutnya. Jangan lupa tinggalkan jejak. Terimakasih. 😇💕
~ Jessie ~
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Solitude
Novela JuvenilMenceritakan tentang kisah percintaan antara Rivaldo dan Ravicca. Mereka berdua hidup di keluarga yang sangat jauh berbeda. Di mana Rivaldo hidup di keluarga yang berlimpah akan kasih sayang, berbanding terbalik dengan Ravicca. Gadis cantik itu tida...