Happy reading ✨
*
*Badan Ravicca memang ada di bar bersama Giovanni dan ketiga teman cowoknya, tapi pikiran gadis itu melayang jauh. Dia masih teringat akan kejadian di mall tadi siang.
Apa mungkin cewek itu Natasya yang diceritain sahabatnya? Kalau iya, kenapa Rivaldo gak bersama gadis itu? Bukankah dia tipikal cowok yang susah dekat dengan cewek? Jadi sudah pasti dong dia gak bakal biarin gadisnya pergi gitu aja.
"Jorok banget sih lo!" teriak Giovanni yang melihat Ravicca tengah memasukkan jari kelingkingnya ke hidung.
"Van, menurut lo ... Apa mungkin ceweknya Rivaldo masih hidup?"
Mengabaikan sindiran sahabatnya, Ravicca malah mengubah posisi menghadap ke Giovanni dan menatap langsung ke mata gadis itu.
Giovanni yang mendapat pertanyaan mendadak itu lantas bingung. Ada apa dengan anak ajaib satu ini? Kenapa mempertanyakan hal random seperti ini?
Giovanni menatap Ravicca dengan alis yang di tautkan. "Kenapa? Tumben banget lo nanya itu?"
"Lo kalo di tanya, jawab kenapa sih? Kebiasaan nanya balik," kesal Ravicca.
Dia sudah serius ingin bertanya, malah sahabatnya ini selalu melemparkan pertanyaan lain. Bukankah menjawab pertanyaan itu gak sulit? Kecuali dia memberikan pertanyaan tentang algoritma atau hal yang berbau matematika.
"Yahh gak nutup kemungkinan sih kalo tuh cewek masih hidup. Secara sampe sekarang masih gak ketemu mayatnya," jawab Giovanni santai.
Memang gadis itu masih yakin kalau cewek yang dia maksud masih hidup. Walaupun banyak kabur buruk yang tersebar, selama belum ada bukti konkret itu bukanlah fakta bukan?
"Kayanya gue pernah ketemu sama tuh cewek deh, Van."
DEG.
"Lo berdua ngomongin apa?" celetuk Rico tiba-tiba.
Kelihatannya lelaki itu sedikit tertarik dengan pembahasan dua gadis yang saling bersahabat ini.
"Lo gak bakal ngerti. Ini pembahasan antar sesama cewek."
Rico yang sejak tadi diam bermain ponsel, kini beralih menyimpan benda pipih itu ke saku celana, lalu mengarahkan atensinya ke Ravicca dan Giovanni.
"Lo gak lihat gue gak dianggap di sini? Lihat noh dua manusia abstrak lagi sibuk ngebahas hal yang gak penting," balas Rico membela diri.
Memang benar, Daniel dan Faisal kini tengah memperdebatkan hal sepele. Kecoa kalau jatuh tengkurap, bangunnya dari sisi kiri duluan atau kanan duluan.
"Mereka kapan warasnya sih?"
"Entahlah."
"Gue aja masih mikir otak mereka kada dipake kaga ya?"
Ketiga orang itu menatap dua temannya dengan pandangan datar. Kelakuan Daniel dan Faisal memang tidak pernah waras. Kalau gak memperdebatkan hal yang gak penting, yahh mereka akan bermain-main dengan apapun yang ada di depan mata. Sungguh ke kanak-kanak.
"Bye the way, pertahanan gue tadi belum lo jawab, Vic," ucap Giovanni meminta penjelasan.
"Kepo lo."
"Halah bocah satu ini sok misterius," bela Rico.
"Berisik, Kutil. Intinya tadi siang gue ketemu Verdon." Kedua alis Giovanni menyatu pertanda kalau gadis itu bingung.
"Verdon?"
"Gue mau ke toilet. Bye."
Ravicca langsung berdiri, dan langsung berjalan meninggalkan keempat temannya yang memasang wajah bingung. Terutama Giovanni dan Rico.
"Hehh mermed sawah, lo mau kabur kan? Alasan doang kamar mandi."
"Kalian kenapa?" tanya Daniel dengan wajah polosnya.
"Gak papa."
"Terus itu Vicca kemana?" Kali ini Faisal yang bertanya.
"Kamar mandi."
Kedua cowok itu serentak ber-oh ria. Mereka sempat berpikir kalau Ravicca akan pergi. Bagaimana dengan pesanan mereka kalau ATM berjalan sudah pulang? Gak lucu kan dua cowok tampan, harus nyuci piring di bar karna gak sanggup bayar minuman mereka.
"Besok kita ketemu Verdon," ujar Rico yang di balas anggukan sama Giovanni.
***
Pagi hari seperti biasa, Rivaldo sudah berdiri tepat di samping mobilnya menunggu dua cewek yang baru saja keluar dari gerbang hitam yang menjulang ke atas.
"Kalian duluan aja, gue berangkat sama temen."
Ravicca menautkan alisnya. Teman siapa? Bukankah Giovanni tak memiliki teman lain selain Ravicca? Yahh ada Rico dan teman-teman sih, tapi kan mereka beda sekolah. Dan lagi, sekarang mungkin ketiga orang itu masih tenggelam dalam alam mimpi mereka.
"Lo berangkat sama siapa? Bukannya temen lo cuma gue doang?"
"Kutil, lo kata manusia di bumi cuma lo doang apa? Gue juga punya temen lain kalik," balas Giovanni yang merasa tersindir dengan ucapan sahabatnya.
"Tapi siapa? Lo gak pernah cerita perasaan."
Bukannya menjawab, Giovanni malah mendorong punggung Ravicca untuk masuk ke mobil Rivaldo. "Udah sono berangkat, kasihan Rivaldo nunggu kelamaan. Dia juga mau belajar di perpus."
Sedangkan lelaki itu diam, tidak ingin ikut campur. Dia hanya melirik dua gadis bersahabat yang tengah berdebat.
Kaca mobil terbuka, dan kepala Ravicca nyembul keluar. "Tapi lo berangkat sama siapa dulu?"
"Kepo lo. Pokoknya gue udah ada janji."
Rivaldo menghidupkan mesin mobilnya, lalu melesat meninggal Giovanni. Dari kaca spion, lelaki itu melihat Giovanni di samperin motor yang tak asing untuknya.
Udah gue tebak.
"Lah itu bukannya motor Rico? Mereka berangkat bareng? Biasanya juga tuh cowok masih molor jam segini," gumam Ravicca yang masih bisa di dengar lelaki di sampingnya.
*
*Ada yang nungguin gak? Maaf ya baru up, soalnya kemarin libur, hehe.
Maaf kalau banyak typo bertebaran. Aku terima kritik dan saran dari kalian.
Tunggu update-an selanjutnya. Jangan lupa tinggalkan jejak. Terimakasih. 😇💕
~ Jessie ~
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Solitude
Teen FictionMenceritakan tentang kisah percintaan antara Rivaldo dan Ravicca. Mereka berdua hidup di keluarga yang sangat jauh berbeda. Di mana Rivaldo hidup di keluarga yang berlimpah akan kasih sayang, berbanding terbalik dengan Ravicca. Gadis cantik itu tida...