Bab 14

123 16 0
                                    

✨ Masalah harus di cari - Ravicca

*
*

Ravicca menghirup oksigen layaknya ikan yang terdampar di darat. Sangat rakus dan terkesan buru-buru. Matanya juga tak bisa diam, selalu menatap was-was ke pintu kelas.

“Lo kenapa sih? Aneh banget dari tadi,” celetuk Giovanni yang jengah akan sikap waspada sahabatnya.

Setelah menetralkan degup jantungnya yang berpacu juga nafasnya yang memburu, akhirnya Ravicca mengeluarkan suara.

“Ada setan, Van.”

Gadis itu memutar bola matanya lagi, bukankah di koridor tadi dia sudah mengatakan itu? Mau berapa kali anak ini mengulang kata-katanya.

“Elo setannya,” balas Giovanni malas-malasan.

Sudah lelah dia menghadapi tingkah absurd Ravicca setiap hari. Dan sekarang, dia bilang ada setan di pagi-pagi buta begini? Ahh sudahlah, Giovanni menyerah.

“Gue serius, Van. Sepupu lo.. Tadi mukanya nyeremin banget,” ujar Ravicca mencoba membela diri.

“Lo kata sepupu gue gundoruo, bisa berubah bentuk gitu?”

“Polos sama goblok memang gak beda jauh ya,” cibir Ravicca, membuat Giovanni menjitak kepalanya.

“Aww.. Hais bocah ini suka banget KDRT. Gue laporin polisi lo.”

“Makanya ngomong yang bener upil,” kata Giovanni tidak mau kalah.

“Gini, tadi gue telat kaya biasa tuh kan. Terus, gue ketemu sama Rivaldo di taman belakang. Awalnya gua mau isengin doang, tapi tiba-tiba mukanya berubah nyeremin.”

“Nyeremin gimana?” tanya Giovanni bingung.

“Masa ya, tuh cowok yang biasanya memperlihatkan tampang datar plus mata tajam. Tapi tadi beda. Matanya kaya bener-bener mau ngulitin gue hidup-hidup. Terus, pas gue mau kabur, sempet gue lihat dia senyum. Walaupun tipis nyaris gak keliatan, cuma itu tetep nyeremin sumpah,” jawab Ravicca panjang lebar.

Dengan senyum merekah, juga wajah tidak percaya Giovanni mengguncangkan badan Ravicca, lantas berteriak, “lo serius lihat dia senyum?!”

Ravicca yang sempoyongan hanya mengangguk sebagai jawaban. Untung saja kelas mereka sedang jam kosong, alias gak ada guru. Kalau ada, mungkin mereka berdua sudah pasti kena hukuman.

Karena suara Giovanni yang cukup keras, seluruh murid menatap mereka aneh. Untung saja, itu berlangsung tidak lama. Setelah murid-murid sibuk dengan aktifitas semula, Ravicca melihat Giovanni dengan wajah kesal. “Suara lo, Van. Astaga.”

“Lo hebat, Rav,” celetuknya yang membuat Ravicca gak habis pikir dengan sahabatnya ini.

Apa hubungannya coba? Kan sudah Ravicca bilang kalau wajah Rivaldo nyeremin, kenapa Giovanni malah memujinya hebat? Yahh, Ravicca tahu sih kalau dirinya memang sehebat itu, tapi tetap saja kalau dipuji terang-terangan seperti itu, Ravicca juga malu.

“Gobloknya mendarah daging kayanya,” cibir gadis berambut panjang.

Kini giliran Ravicca yang memutar bola matanya. Dia lebih memilih mengambil ponsel, lalu menyibukkan diri dengan benda pipih itu.

“Gue serius Rav, lo hebat. Setahu gue gak ada yang bisa buat Aldo senyum. Yahh ada sih satu orang, tapi udah lama banget. Pas dia masih kecil dulu, namanya Natasya. Bahkan dia bisa buat Aldo ketawa. Sayangnya, tuh cewek udah hilang gak tau kemana,” jelas Giovanni yang tak kalah panjangnya dari Ravicca.

“Hilang?” tanya Ravicca. Reflek mata itu langsung menatap Giovanni, mengabaikan video bapalapan motor yang terpampang di layar ponselnya.

“Katanya sih udah meninggal, dan yang ngebunuh Aldo sendiri. Tapi gak tahu ya, itu cuma gosip. Gak ada bukti pastinya.”

Perkataan Giovanni membuat Ravicca semakin penasaran. Dia baru tahu kalau ada gosip tentang Rivaldo yang membunuh seseorang. Dan lagi, Ravicca bisa menebak kalau cewek itu pasti salah satu orang yang penting buat Rivaldo. Secara, cowok dingin itu bisa tersenyum bahkan tertawa samanya. Apalagi kalau bukan.. Cinta pertama?

“Lo jangan cerita ke siapa-siapa, itu yang tahu cuma keluarga doang. Sebenarnya cerita itu pernah boming, tapi lo tahu lah gimana orang tuanya Aldo,” lanjut Giovanni.

“Lo kok gak pernah cerita sama gue sih?” ujar Ravicca dengan wajah cemberut yang dibuat-buat.

“Lahh, gue cerita ama lo faedahnya apaan? Lo aja kaga peduli sama masalah orang lain.”

“Yahh tet-”

Ravicca menghentikan ucapannya saat mendengar bell sudah berbunyi. Ini adalah jam istirahat kedua, sudah pasti suhu di luar sedang panas, membuat Ravicca malas untuk keluar kelas.

“Lo gak ke kantin?” tanya Giovanni, yang sibuk menyusun buku-bukunya ke dalam laci meja.

“Gue males keluar kelas, panas. Belum lagi di lift pasti ngantri, kantin juga rame. Ahh, males gue turun,” jawab Ravicca.

Membayangkan banyaknya orang yang berbondong-bondong ke kantin saja sudah membuat mood gadis itu berubah. Belum lagi kalau di kantin, dia harus ketemu dengan Rivaldo. Tanpa sadar, Ravicca menggelengkan kepalanya.

“Yaudah deh, gue juga di kelas aja. Males sendiri ke sono,” balas Giovanni yang memilih duduk kembali ke bangku, lalu mengambil benda pipih berwarna hitam dari saku roknya.

Kini hanya tinggal beberapa siswa yang berada di kelas, selebihnya sudah pergi entah ke mana. Ada yang ke kantin, ada juga yang pergi ke lapangan, dan ada juga yang sibuk nongkrong di taman sekolah.

Baru saja ingin menutup mata, banyak siswi yang berteriak tepat di depan kelas membuat gadis itu harus menahan kekesalannya.

“Berisik!!” teriak Ravicca.

“Gue ganggu lo tidur ya?”

Tanpa melihat wajahnya, Ravicca kenal dengan suara ini.

“Sorry, Baby,” ujar lelaki jakung yang sejak tadi sengaja dia hindari.

DEG.

Ngapain dia ke kelas gue?

*
*

Kali ini aku up gak telat, heheng. Kali ini malah kebalik, Rivaldo yang mau ngerjain Ravicca. 🤭
Kaya biasa, kalau ada typo yang bertebaran, harap maklum ya. Aku terima keritik dan saran.

✨✨

Tunggu update-an selanjutnya. Jangan lupa tinggalkan jejak. Terimakasih. 😇💕

~ Jessie ~

Love In Solitude  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang