✨ Awal belum tentu sama dengan akhir. ✨
*
*"Sekali bocah, yahh tetap bocah!" teriak Verdon.
Ravicca dan Daniel berhenti dari aksi kejar-kejaran mereka. Kedua orang itu serentak melihat ke ujung jalan, tempat berdirinya Verdon yang diikuti segerombolan siswa dari sekolah Erut.
"Cepat juga lo datangnya!" balas Daniel, dengan mencoba bersikap ramah.
"Kalau bisa cepat, kenapa harus lama?"
Verdon melangkahkan kakinya mendekati Daniel juga Ravicca. Senyum licik terlihat jelas di bibir lelaki itu, seakan-akan meremehkan Daniel dengan teman-temannya.
Semakin dekat jarak mereka, Ravicca dapat melihat berbagai senjata tajam yang dibawa musuhnya. Mereka tidak main-main dengan tawuran kali ini.
Menarik.
"Ravicca.. Ravicca.. Lo itu cewek, tapi nyali lo gak nunjukkin kalau lo hanya seorang gadis," sindir Verdon.
Lelaki itu sudah berkali-kali melihat wajah Ravicca di setiap balapan motor yang diikutinya. Tak jarang juga gadis berambut panjang itu berpartisipasi dalam balapan yang cukup ekstreem.
"Berisik. 'Tong kosong nyaring bunyinya' dan keliatannya itu fakta. Dasar banci," ejek Ravicca dengan senyum sinis, yang terlihat sangat menjengkelkan di mata Verdon.
"Bacot! Majuu!!"
Teriakan lantang Verdon membuat seluruh pengikutnya berlari cepat ke arah mereka, dan disusul oleh teman-teman Daniel. Mereka bertarung tidak pandang bulu.
"Cantik, lo tuh lebih baik belajar aja di sekolah. Gue gak tega mukul cewek," ejek salah seorang siswa dari sekolah Erut.
"Lo remehin gue?" tanya Ravicca sarkas.
"Jangan salahin gue karna kasar ke cewek."
"Jangan salahin gue, kalau badan lo gak bisa gerak besok," timpan Ravicca.
Lelaki itu maju dan dengan gesit Ravicca menghindar dari pukulan atau tikaman yang akan mengenainya. Gadis itu juga terlihat sangat lihai menggunakan tongkat bisbol yang diberikan Daniel tadi.
Banyak siswa yang sudah jatuh tidak berdaya karena pukulan yang dilayangkannya secara betubi-tubi. Senyum sinis Ravicca berikan setelah melihat semua musuhnya terkapar tidak berdaya.
Gadis berambut panjang menendang salah satu siswa yang tadi mengejeknya. Lelaki itu sudah tidak sadarkan diri, sedangkan dia tidak ada lecet sedikitpun. "Lawan cewek aja kalah, katanya jago."
Setelah puas dengan lawannya, gadis itu memilih untuk bergabung dengan yang lain untuk membantu teman-temannya. Masih banyak musuh yang harus ditangani.
***
Sejak keluar dari ruangan pak Bondan, wajah Rivaldo selalu ditekuk. Beberapa hari terakhir banyak kejadian tidak menyenangkan yang harus dia lalui karena seorang gadis.
Ravicca Alister, gadis yang akhir-akhir ini selalu mengganggu kehidupan tenangnya.
Menyusahkan.
"Muka lo kucel amat, yahh emang biasanya juga gitu sih. Tapi kali ini kucelnya beda," sindir Leo yang menyenggol pundak sahabatnya dari belakang.
"Sama-sama kucel, bedanya apaan dah," sahut Ganta dari sampingnya.
"Berisik lo upil, mending lo ambil otak dulu ke rumah sono. Ditinggal mulu, heran."
"Yee daripada lo otak isinya cuma Sumarti doang," ejek Ganta yang tidak terima.
Leo menjitak kepala sahabatnya, dan dibalas lagi oleh Ganta. Seperti biasa, kedua orang itu sibuk menghajar satu sama lain. Saling memelintir, saling menjitak, dan masih banyak kekonyolan lain yang mereka lakukan.
Sedangkan Rivaldo lebih memilih mengangkat bokong, lalu melangkahkan kakinya keluar dari kelas.
Bell sudah berbunyi sejak tadi, dan sekarang dia ingin pergi ke kantin untuk mengisi perutnya.
"Al, lo mau kemana?" tanya Leo yang sibuk mendorong wajah Ganta.
"Kantin."
"Gue ikut."
"Awas. Gue mau ke kantin, lo kaga lapar apa?" lanjut Leo, dia ingin menyudahi pertengkaran mereka.
"Ehh iya, momon udah berisik dari tadi," balas Ganta dengan cengirannya.
"Momon siapa?" tanya Leo dengan wajah polosnya.
Kedua orang itu berjalan beriringan di belakang Rivaldo. Tadi bertengkar, sekarang sudah baikan. Seperti tidak terjadi masalah apapun diantara mereka.
"Cacing di perut gue."
Leo memutar bola matanya, dia sudah menebak jawaban sahabatnya ini pasti tidak masuk akal.
"Nyesel gue nanya."
Tidak ingin kewarasannya juga terancam, Leo lebih memilih mempercepat jalannya agar sejajar dengan Rivaldo.
"Ehh kutil, tungguin gue."
Ganta menyusul kedua sahabatnya, cukup status doang yang jomblo. Jangan jalan juga dia seorang diri.
"Al, kenapa tuh muka kucel amat?" tanya Leo lagi.
Dia bingung karena muka Rivaldo yang biasa dikagumi banyak siswi, malah jadi lecek seperti ini. Yahh, mau wajahnya kucel juga, tetap banyak gadis yang ngantri untuk menjadi pasangannya. Tapi sayang, Rivaldo tidak tertarik satupun dari mereka.
Terkadang banyak info beredar kalau dia gak suka cewek. Sebenarnya bukan begitu, karena sikap dingin lelaki itu tidak banyak orang yang berani mendekatinya. Kalaupun ada, dia pasti akan mundur.
Satu sisi, mereka jengah akan sikap cuek Rivaldo. Di sisi lain, ada Veronika yang selalu membully mereka. Kalau sudah menyangkut Rivaldo, rasa belas kasihan gadis itu sirna seketika.
"Nih bocah ditanyain diem mulu. Ntar dijait beneran tuh bibir, baru tau rasa," ujar Ganta yang ikut berjalan di sampingnya.
"Gak papa." Singkat, padat, dan tidak jelas.
Sudah hapal dengan tabiat sahabatnya, baik Leo maupun Ganta hanya geleng-geleng kepala.*
*Maaf ya, aku gak update waktu itu. Jaringan aku hilang timbul mulu seharian, jadi gak sempet buat nulis. 😭
Kaya biasa, kalau ada typo yang bertebaran dimana-mana, harap maklum ya. Soalnya buru-buru.✨✨
Tunggu update-an selanjutnya. Jangan lupa tinggalkan jejak. Terimakasih. 😇💕
~ Jessie ~
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Solitude
Teen FictionMenceritakan tentang kisah percintaan antara Rivaldo dan Ravicca. Mereka berdua hidup di keluarga yang sangat jauh berbeda. Di mana Rivaldo hidup di keluarga yang berlimpah akan kasih sayang, berbanding terbalik dengan Ravicca. Gadis cantik itu tida...