Next to Me
• Another Chance •"Ben?" Panggil seseorang dengan suara yang lirih dan berasal dari tempat tidur Melissa. Ben berpaling saat mengenali suara itu.
Setelah dia sadar bahwa Melissa sudah membuka kedua kelopak matanya, Ben segera mendekatinya.
Melissa sudah siuman.
Namun, kondisinya tak lagi sama. Sakit itu akan selalu bersama gadis itu sebelum ada tindakan lebih lanjut. Sakit di sekujur tubuhnya bahkan sakit di hatinya. Melissa berusaha menatap ke arah Ben yang kini di dekatnya. Makna yang tersirat dari pandangannya kepada Ben kini juga tak seperti sebelumnya.
Dulu, jika kedua mata gadis itu tak sengaja berpas-pasan dengan arah pandangan Ben, dia selalu tersipu malu dan mood-nya akan naik seketika. Bahkan Melissa akan memberikan senyuman terbaik yang dia punya hanya untuk Ben, pemuda berbadan tegap yang kini tepat di hadapannya. Seolah memberikan isyarat kepada pemuda itu bahwa sebenarnya Melissa ingin lebih lama lagi dengannya. Dan setelah kejadian itu, Melissa bagaikan menelan pil pahit bersamaan sakit yang kini malah membuatnya terbaring lemah di rumah sakit. Perubahan mood-nya sangat terlihat dari ekspresi wajahnya saat itu. Dia sebenarnya kecewa. Sangat kecewa hingga dia ingin marah.
Namun, kemarahan adalah masa lalu yang buruk bagi Melissa. Kemarahan-lah yang membuat kedua orangtua kandungnya berpisah. Kemarahan pula yang membuat Melissa kehilangan Ibu tirinya. Bahkan sampai berpisah dengan David beberapa tahun yang lalu.
Kini, Melissa hanya bisa menatap dalam pemuda yang ada di depannya. Terlihat dari raut wajah gadis yang sangat disayangi Ben ini, bahwa dia terluka. Dalam hatinya, Melissa hanya bisa meredam emosi yang sebenarnya kian memuncak. Tidak! Dia tidak akan membuat pemuda itu menangis saat menyesali perbuatannya. Dia tak sanggup mengeluarkan seluruh emosinya.
Karena, rasa itu masih ada.
Cintanya kepada Ben masih tertanam di pikiran dan hatinya walau kini dia sakit dan terluka. Dia masih ingin memeluk Ben dengan nyaman. Dengan kasih sayang. Hingga dia urungkan niatnya untuk meluapkan emosinya. Melissa menghela napas yang tertahan. Dia tak sanggup meluapkan semua emosi itu.
"Iya, Sayang," Panggil Ben perlahan seraya mengelus punggung tangan Melissa dengan sedikit canggung. Ben tersenyum bahagia dan bercampur sedih saat melihat kondisi Melissa kini.
Ben bersyukur karena Melissa sudah bangun. Dia bisa meminta maaf kepada gadisnya untuk kesekian kalinya. Dia hanya ingin di berikan kesempatan lainnya agar dapat terus bersama kekasihnya. Kalau bisa, untuk selamanya. Di sisi lain, dia sedih. Sedih jika membayangkan kembali akan apa yang ia perbuat terhadap kekasih hatinya. Hingga membuat gadisnya terbaring seperti ini. Ben merasa sangat bersalah. Dia sungguh sangat menyesal.
"I wanna go home!" Ucap Melissa walau terdengar lemah, dapat Ben rasakan bahwa dia bersungguh-sungguh atas apa yang dia katakan.
"Tidak, Liss! Kau harus tetap disini sampai kau pulih," jawab Ben lembut dengan nada yang terdengar khawatir. Diusapnya punggung tangan kekasih hatinya yang dingin dan agak pucat warna kulitnya.
"Aku...tidak ingin... disini," ujar Melissa masih bernapas menggunakan nebulizer-nya. Berusaha agar dia tidak memutar kembali kejadian yang membuat hatinya sakit karena cemburu.
"Aku tau, Liss! Tapi demi kesehatanmu, kau harus tetap disini. Aku akan menjagamu disini..." ucap Ben dengan suara tertahan. Dia ingin sekali mengungkapkan sesuatu namun dia juga takut jikalau hal itu semakin membebani kekasihnya.
Melissa tidak mengatakan apa-apa. Ia tahu bahwa Ben sangat menyesali perbuatannya. Namun, dia hanya bisa menghela napas berat. Berharap setiap helaan napasnya dapat menenangkan dirinya sekaligus mengurangi sakit yang Ia alami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Next To Me
RomanceBen Bryan, salah satu seorang mahasiswa yang terpilih untuk berkuliah di Universitas Columbia. Disana, dia bertemu dengan Melissa Carol, seorang gadis berasal dari New York yang sangat menyukai sejarah. Karena Ben, Melissa merasa tertarik untuk perg...