Everything's Gonna Be Okay

762 12 1
                                    

****

3 hari berlalu...

Melissa masih belum menceritakan yang sebenarnya kepada Ben dan Nino. Nino sudah berusaha melakukan berbagai cara agar gadis itu menceritakan semuanya sebelum terlambat; Mulai dari mengancam gadis itu dengan ia ingin lompat dari jendela apartemen jika gadis itu tidak bercerita, mengancam ingin menusuk urat nadinya sendiri dengan sendok, namun semuanya sia-sia. Melissa masih saja membungkam mulutnya, tidak ingin membicarakannya bahkan mengungkit-ungkitnya sedikit pun.

Nino hanya khawatir kalau penyakit yang dihadapi Melissa itu sangat buruk dari dugaannya. Tapi, dia juga tidak tega memberitahukan ini kepada Ben. Karena Melissa terus memelas dan memohon kepadanya. Nino tidak punya pilihan lagi.

Selama 3 hari itu, Melissa tidak merasakan sakit apa-apa di badannya. Terutama di bagian punggungnya. Aneh, pikirnya. Biasanya dia harus merasakan sakit di punggungnya setiap dia melakukan aktivitas apapun.

****

Pagi itu, Melissa hanya sendiri di apartemen Ben. Nino sedang pergi, mengurus pekerjaannya di bidang rekaman musik. Sedangkan Ben, dia pergi entah kemana. Namun, Melissa mendapatkan pesan berupa SMS dari Ben;

From: Ben Beloved

Morning, sweety! Maaf aku tidak bisa menemani kamu hari ini. Aku sedang ada wawancara pekerjaan di salah satu perusahaan yang dijalankan oleh Amanda. Sekali lagi, maaf, ya. Aku janji akan pulang pukul 2 siang nanti. See you soon at lunch! xoxo

Melissa sekarang duduk di sofa lalu menyalakan televisi. Dia hanya memakai jeans selutut dan kaos lengan panjang motif zebra. Merasa jenuh, Melissa beranjak dari sofa, berjalan menuju dapur lalu membuat secangkir coklat hangat.

Saat dia mengaduk-aduk coklatnya sambil berdiri di depan kulkas Ben yang banyak terdapat tempelan-tempelan kertas, dia menyipitkan matanya, menatap salah satu kertas yang tertempel di kulkas Ben.

Di sebuah kertas yang berukuran kecil itu, tertulis beberapa nomor Handphone dari masing-masing nama pemiliknya.

Melissa pun meletakkan cangkir itu ke meja makan yang ada di dekatnya. Dia mulai menatap kertas itu dengan teliti. Dia berusaha membaca nama-nama yang ada di kertas itu.

"Yes, dapat!" kata Melissa. Dia pun langsung mengeluarkan iPhone-nya dari saku jeans-nya lalu mengetikkan nomor Hp seseorang.

Ravelia.

Nama yang baru saja dia save ke kontaknya.

Melissa hanya mendapatkan nomor Hp Ravelia. Namun, dia tidak sama sekali menemukan nomor Hp milik David.

Setelah selesai, Melissa mengambil cangkir itu lagi lalu berjalan menuju sofa, kemudian dia duduk dengan santai disitu.

"Apa aku telepon Ravel aja, ya?" niat Melissa. Dia merasa jenuh, jika terus berlama-lama sendiri di apartemen Ben.

Melissa pun meletakkan cangkirnya lagi ke atas meja yang ada di hadapannya. Kemudian, mengeluarkan iPhone-nya dari saku jeans-nya tadi. Dia pun menekan tombol 'Call' saat menemukan nama 'Ravelia' di kontaknya.

'Halo?' sapa Ravelia dari seberang telepon dengan suaranya yang masih setara dengan suara Melissa. Padahal, Melissa lebih muda darinya.

"Hmm... Hai, Ravel, ini aku, Melissa!" jawab Melissa.

'Oh, hai, Mels! Ada apa?'

"Kamu sibuk, ya?" tanya Melissa.

'Nggak. Aku gak sibuk, kok. Memangnya kenapa?'

"Aku cuman sendirian disini. Jadi, kamu mau, gak, temanin aku jalan-jalan pagi ini?" tanya Melissa dengan hati-hati.

'Okay! Aku mau, kok! Nanti aku jemput di depan gedung, ya!' kata Ravel. Membuat Melissa senang.

Next To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang