Pressure

580 28 2
                                    

Next To Me. Pressure

"Kak, please keep this secret for me!" Ujar Melissa kepada kakaknya yang sekarang bingung dengan tingkah adiknya. Namun, rasa bingung dan khawatir itu dia tepiskan mengingat dia harus menjadi seorang kakak yang harus terlihat biasa dan tegar walau sebenarnya dia sangat posesif dengan adik tirinya itu.

"Tentu, Liss! Apa itu?" Tanya David.

Dia melihat adiknya menunduk berusaha menahan sesuatu di dalam dirinya. Sedangkan Melissa, dia tidak tahu apa yang dibicarakannya. Dia sangat ingin mengatakan bahwa dia sakit parah. Dan akhirnya dia berkata,

"Hmm... aku selalu marah jika Amanda mendekati Ben, kak. Apa itu normal?". Dia merutuki dirinya sendiri karena berkata seperti itu. Melissa bahkan mengumpat dalam hati. Kakaknya terlihat hanya terkekeh di tempat sambil mengusap-mengusapkan kedua tangannya yang dikiranya dingin.

"Tentu itu normal, Liss. Artinya kamu orangnya posesif. Dan itu bagus. Itulah setia, Liss. Kakak suka kamu bisa sama Ben," jawab David dengan tersenyum senang melihat adiknya. "Apalagi kalau Ben itu anaknya baik dan jenius,".

Melissa hanya bisa tersenyum di tempatnya. Lalu, Nino sambil memasukkan ponselnya, sudah kembali dan terdiam sejenak saat melihat Melissa dan seniornya masing-masing tersenyum. Menimbulkan sedikit rasa curiga padanya. Tapi, dia tidak yakin. Nino berasumsi bahwa seniornya -David- tidak akan mengambil perempuan yang sudah dimiliki oleh teman serta adiknya sendiri.

Melissa yang melihat kecurigaan Nino hanya bisa tersenyum kaku kepada Nino. Merasa dirinya ditatap oleh perempuan disampingnya, Nino hanya duduk kembali lalu berbisik, "tadi Ben nelpon aku. Dia tanya kita kemana,".

Melissa berkerut kening, "Lalu kamu jawab apa?".

"Aku jawab kalau sebentar lagi kita pulang," jawab Nino dengan wajah datarnya. Melissa menghela nafas saat tahu bahwa dirinya akan berjauhan lagi dengan David walau dia masih di kota yang sama dengan kakaknya.

David yang melihat itu hanya bisa menahan agar senyumannya tak sirna saat mendengar bahwa mereka sudah harus pulang.

Melissa merasa tak sanggup berkata. Jadilah Nino yang menyampaikannya.

"Hmm... Dave, kami pulang dulu, ya? Soalnya gadis ini udah dicariin sama pemiliknya. Hehe.." ucap Nino sambil melirik ke arah Melissa. David terkekeh kecil lalu mengangguk.

"Baiklah kalau begitu. Terima kasih udah mampir, ya!" Ucapnya.

Melissa dan Nino mengangguk kemudian berdiri dari sofa. Menyalami David secara bergantian kemudian keluar menuju mobil dengan David yang mengantarkan hingga di halaman. Saat Melissa dan Nino sudah meninggalkan halaman rumahnya, David merasa kekosongan dalam dirinya hadir lagi. Tapi, di dalam hati, dia bersyukur karena adiknya mau mengunjunginya.

Selama di perjalanan, Melissa menoleh ke arah Nino. Dia melirik wajah datar Nino yang tidak bisa dia baca. Gadis itu takut jika Nino yang notabene hanya orang baru yang tidak tahu apapun mengenainya sewaktu-waktu bisa menuduhnya macam-macam. Melissa lalu berdeham hendak memulai pembicaraan.

"Nino?" Panggilnya.

"Hmm?" Deham Nino sambil kedua tangannya di setiran dengan melirik Melissa sedikit. Kemudian, Melissa tak jadi untuk mengatakan sesuatu saat rasa pening menjalar ke kepalanya.

"Hmm... kepalaku pusing," ucap Melissa pada akhirnya. Nino menoleh ke arah Melissa yang kini sedang memijat pangkal hidungnya sambil menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi penumpang. Matanya menutup seiring pening yang melandanya. Nino yang sedang menyetir, tiba-tiba menepikan mobilnya di pinggir jalan. Hendak memastikan bahwa perempuan berdarah New York ini baik-baik saja.

Next To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang