Sparkling Night

1.4K 17 0
                                    

Tak beberapa lama, Ben yang dari tadi berbaring di kasur dengan kaki yang menjuntai kali ini, dia merasa gerah. Ben pun turun dari kasurnya lalu membongkar semua isi kopernya. Ben melihat ke seluruh penjuru kamarnya. Dia pun melihat sebuah pintu yang pastinya ada gagang pintunya.

Ben mendekati pintu itu lalu memutar gagang pintunya.

Krekk!

Pintu itu terbuka. Dan dia tidak terkejut kalau di dalamnya adalah...

"Bathroom. Ternyata ada kamar mandi disini..." kata Ben.

Setelah itu, dia pun mengambil handuk dan baju ganti. Lalu, melompat masuk kamar mandi.

*****

Usai mandi, kira-kira setengah jam, Ben langsung mengenakan pakaian sehari-hari; Kaus tangan panjang bergaris hitam-putih dan jeans pendek sampai lutut. Ben merapikan rambut hitamnya yang acak-acakkan. Kemudian, Ben langsung mengeluarkan buku-bukunya lalu belajar di atas kasur putih itu.

Ben adalah anak tunggal di keluarga inti-nya. Dia selalu dibanggakan. Semenjak orangtuanya meninggal, Ben cukup sedih. Namun, dia selalu teringat pesan ibunya untuk selalu berjuang dan pantang menyerah. Kata-kata itu sangat melekat di otak Ben sampai sekarang. Jika ada kontes pria terbaik di kotanya, dia pasti akan menempati juara pertama. Dengan ketampanan dan kepintarannya, siapa saja pasti menyukainya.

Dengan banyaknya perempuan-perempuan yang selalu mendekatinya, Ben cukup senang. Tapi, dia tidak termasuk pria cap Playboy. Jika dia mencintai seorang perempuan, pasti dia akan setia mencintainya. Itu pun jika dia sudah memilih perempuan yang tepat.

Tok... Tok... Tok...

Seseorang mengetuk pintu kamar asrama Ben.

Ben yang sedang asyik membaca, sontak kaget saat ketukan pintu yang agak pelan itu membuyarkan pikirannya. Ben pun turun dari kasurnya lalu membukakan pintu.

Di balik pintu itu sudah ada seorang gadis remaja yang seumuran dengannya. Tapi, dia bukan Melissa.

"Hey!" sapa gadis itu. Di kedua tangannya, sudah ada berupa kertas.

"Hey!" balas Ben.

"You are Ben, right? From Indonesia?" tanya gadis yang berwajah Asia itu.

Ben mengangguk, "Yeah!".

"Well, my name is Lily. I'm from Indonesia too. Jakarta exactly..." kata gadis yang bernama Lily itu dengan riang.

"Really? Nice to meet you, Lily!" Ben bersalaman dengan Lily.

"Apa kabar, Ben?" tanya Lily seraya tersenyum, melepaskan jabatan tangan dengan Ben. Kali ini, dia menggunakan Bahasa Indonesia dengan fasih.

"Baik. Bagaimana denganmu?" tanya Ben, "ternyata bukan hanya aku saja yang berasal dari Jakarta, ya...".

"Baik, thanks..." kata Lily, "aku kesini cuman mau beri undangan ini,". Lily memberikan sebuah kertas 'undangan' itu.

"Undangan?" Ben mengambil kertas itu dari tangan Lily.

Lily mengangguk, "Yeah. Untuk mengawali tahun ajaran kita di Columbia, salah satu anak wakil kepala university mengadakan pesta di tempatnya. Semua mahasiswa atau mahasiswi diwajibkan hadir, karena ini seperti pesta perkenalan kita di Columbia. Well, untuk mempererat pertemanan kita semua di Columbia ini...".

"Okay, thank you, Lily!" kata Ben.

"Oh, hmm... datanglah tepat waktu dengan berpakaian seperti biasa. Karena pesta ini hanya untuk mahasiswa atau mahasiswi, Okay? Bye!" kata Lily lalu beranjak pergi.

Next To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang