Complicated

131 8 3
                                    

Next to Me
Complicated

Setelah kunjungan Nino beberapa menit yang lalu, Ben kini sedang merenungi apa yang sudah menimpa dirinya. Apa yang salah darinya? Mengapa semuanya terdengar begitu rumit baginya? Bahkan Melissa juga merasakan dampaknya.

Pada awalnya, Ben sudah menuliskan daftar apa saja yang akan ia lakukan di hidupnya. Setelah dia mendapatkan hati Melissa, dia berniat menjalani hidupnya dengan tenang bersama Melissa, mencari pekerjaan tetap dan jika mungkin dia akan menikahi Melissa dan hidup bahagia selamanya. Namun, itu semua ternyata tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan. Ada saja hal yang bisa menghalanginya untuk mewujudkan itu semua. Termasuk seseorang yang kini dari kawan jadi lawan. Yang pastinya sebutan itu merujuk pada Amanda.

Ben tak habis pikir mengapa Amanda seolah begitu 'menyiksa'nya secara tak langsung dan juga secara perlahan. Dia tidak ingin masalah ini berkepanjangan. Maka dari itu, dia harus segera bertemu dengan Amanda. Bagi Ben, bertemu empat mata dengan Amanda -mungkin- adalah salah satu jalan agar meminta suatu penjelasan dan menjelaskan bahwa Ben tidak ingin lagi berurusan dengannya. Kalau perlu, Ben akan memarahinya.

Melissa sudah tertidur pulas di tempatnya. Itu menjadi suatu kesempatan bagi Ben untuk menghubungi seseorang.

===

Keesokan harinya, saat matahari belum di atas kepala, Ben sudah berada di salah satu tempat makan yang sudah dia tentukan. Tujuannya untuk bertemu dengan Amanda. Melissa yang masih terlelap sudah ia titipkan kepada Ravelia dan memberitahu ruangan dimana Melissa berada. Berhubung Nino yang hari itu sedang sibuk, maka Ravel satu-satunya harapan. Ia percaya kepada Ravelia untuk menjaga Melissa karena orang yang juga tahu bahwa Melissa sakit adalah perempuan itu. Tentunya Ben tidak memberitahukan kepada Ravel maupun Melissa tentang hal ini.

Beberapa menit kemudian, seseorang yang ingin Ben temui datang dan segera duduk di kursi yang berseberangan dengannya dan masih satu meja.

"Hai, Ben! Udah nunggu lama ya?" Sapa Amanda dengan semringah seolah-olah dia tak melakukan apapun kepada Ben. Yang disapa hanya diam seraya memancarkan aura kemarahan. Amanda yang merasa tidak dihiraukan hanya acuh tak acuh. Perempuan itu berusaha duduk dengan nyaman di tempatnya sambil merapikan helaian rambutnya yang sempat berantakan.

"Amanda!" Kali ini tak ada ramah tamah bak seorang teman lama yang terdengar di suara Ben. Amanda hanya mengangkat kedua alisnya dengan menunjukkan ekspresi wajah polosnya yang tanpa cela, "Apa?".

"Lo itu ternyata jahat banget ya jadi orang!" Ucap Ben lagi masih dengan nada geram.

"Maksud lo apa, Ben?" Tanya Amanda dengan nada santai. Seakan dia tidak tahu apa yang terjadi sehingga Ben marah padanya. "Gue gak ngerti."

"Gak usah pura-pura deh, Nda! Gue udah tahu kok semuanya!" Ben masih bisa menahan amarahnya. Karena dia tidak ingin menjadi pusat perhatian di tempat itu. Akibatnya, bisa jadi nanti orang lain salah paham.

"Emangnya lo tahu apa?" Tanya Amanda lagi.

"Tentang lo yang mengaku-ngaku ke keluarga lo kalau lo udah tunangan sama gue," jawab Ben tergesa-gesa.

Setelah mendengar itu, Amanda kemudian tersenyum. Bukan seperti biasanya. Kali ini, gadis itu tersenyum sinis. Aura antagonisnya sudah tidak bisa dia tahan lagi.

"Oh, itu. Bagus deh kalo lo udah tahu. Jadi, gue gak perlu capek-capek lagi buat kasih tahu lo," jawab Amanda santai. Benar apa yang diharapkan Ben. Sekarang dia sudah tahu perangai Amanda yang buruk. Ben menggeleng tak percaya mengapa dulu mereka sempat bertemu bahkan sampai bersahabat. Bahkan gadis yang di depannya, dulu selalu menemaninya pasca-kecelakaan kedua orangtuanya.

Next To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang