Fifty Percent

793 18 0
                                    

Next To Me - Fifty Percent

****

Jam dinding yang terdapat di kamar Melissa sudah menunjukkan pukul 12.00 tengah malam. Sedangkan yang menempati kamar tersebut -Melissa- belum juga tidur. Gadis itu sedang duduk di kursi belajar seraya menulis di sebuah lembaran kertas.

Ben sudah terlelap di kamar tidurnya. Nino juga sudah tidur di atas sofa yang televisinya masih menyala. Melissa sedang terjaga. Dia mengisi beberapa data di atas kertas formulir yang pernah di berikan oleh dokter.

Ben sudah menyetujui semuanya. Dia menyetujui agar Melissa mengikuti pengobatan kemoterapi yang dianjurkan dokter. Ben bersedia untuk menemani Melissa melewati pengobatan itu. Biar dianggap supir pribadi sekalipun, dia bersedia.

Setelah menandatangani formulir itu, Melissa merasa lega. Namun, ada juga perasaan takut saat tahu kalau penderita Schwannoma neurofibrosarcoma itu memiliki kesempatan hidup hanya berbanding 50 persen. Melissa berusaha untuk tetap tegar dan berusaha untuk kuat.

Melissa pun meletakkan pulpen dan formulir itu di atas meja. Badannya sudah terasa letih, lesu, lemah, dan lunglai. Dia pun beranjak dari kursinya lalu berbaring di kasurnya. Melissa pun tertidur dengan nyenyak seakan tanpa beban yang menopang di pundaknya.

****

Matahari sudah terbit di ufuk timur. Membangunkan gadis berambut pirang itu. Saat dia bangun, ada harapan bahwa penyakit yang dideritanya bisa sembuh. Dia berharap penyakitnya itu hanya sebuah mimpi buruk yang bisa hilang saat dia terbangun. Namun, kenyataannya tidak begitu.

Melissa pun keluar dari kamar dengan rambut pirangnya yang sudah tersisir rapi. Seperti pagi-pagi biasanya, dia menuju dapur, mengambil cangkir dan mocca bubuk yang sudah tersimpan rapi di lemari makanan. Paginya terasa biasa saja, namun, siang ini, dia dan Ben harus pergi ke rumah sakit untuk melakukan kemoterapi yang pertama.

"Morning!" seseorang dari belakang, melingkarkan lengannya ke pinggangnya. Membuat Melissa yang sedang mengaduk mocca terlonjak kaget.

"God, you scared me. Morning!" kata Melissa dengan sedikit tertawa saat lengan Ben serasa menggelitiki pinggangnya.

Melissa pun meletakkan cangkir berisi moccanya ke atas meja makan. Lalu, berpaling untuk menghadap ke arah Ben. Melissa pun melingkarkan kedua tangannya di lehernya. Kedua lengan Ben masih ada di pinggang Melissa. Wajah mereka saling berdekatan, membuat napas Ben yang hangat, menyentuh wajah Melissa. Begitupun sebaliknya.

Hidung mereka saling bersentuhan. Mereka juga saling tersenyum. Saat mereka mendekatkan wajah mereka...

"HAYOO!! Mau ngapain!?" suara khas Nino membuat pasangan itu saling melepaskan diri dan menjauh. Wajah mereka sama-sama merah padam akibat malu bercampur salah tingkah.

Nino yang sebagai pelaku, hanya tertawa di samping pintu dapur. Melissa tertawa dengan tertunduk malu. Ben hanya menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya.

"Kalo mau bermesraan jangan disini! Bikin gue envy aja lo..." kata Nino yang sekarang membuka kulkas lalu mengeluarkan sekotak jus jeruk.

Melissa yang masih tersenyum malu, kini dia duduk di kursi, dekat dengan meja makan, lalu meminum secangkir mocca-nya yang tadi dia letakkan.

"Makanya, sekali-kali move on, dong! Jangan ngarepin Citra mulu! Lo yang masih mengharapkan Citra, mana mungkin dia juga mengharapkan lo...." kata Ben seraya berdiri di samping Melissa yang asyik duduk, salah satu tangannya mengelus punggung Melissa dengan lembut. Membuat gadis itu mendongakkan kepalanya dan tersenyum ke arahnya.

"Yahh, Lo. Lo bikin gue putus asa aja kalo begini caranya. Gue yakin kalau Citra masih mengharapkan gue. Kan lo tahu sendiri kalau gue itu pantas untuk diharapkan. Hehehe..." balas Nino setelah dia meneguk setengah gelas jus jeruk yang ada di hadapannya.

Next To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang