My Romeo

639 15 1
                                    

Beberapa jam yang lalu....

Terlihat Melissa sedang memainkan handphonenya sambil duduk bersandar di atas kasurnya. Hari sudah malam dan gadis itu belum melepas penatnya akibat 4 jam duduk di kursi selama proses kemoterapi berlangsung. Gadis itu sesekali mendengar percakapan Ben dan Nino dari luar kamar. Tapi, dia abaikan.

Dia sedang terfokus kepada sesuatu yang ada di layar handphonenya.

Dia sedang melihat-lihat foto-foto dia dan Ben selama di Columbia. Membuatnya tersenyum sendiri di tempat ia duduk.

Foto saat dia dan Ben makan bersama di kafetaria Columbia, foto saat dia dan Ben saling tersenyum lebar di depan patung Alma Mater, foto saat Ben melingkarkan satu lengannya di lehernya dan Melissa membalasnya dengan melingkarkan kedua lengannya ke pinggang pemuda tersebut. Mereka sama-sama tersenyum lebar dan semuanya tampak indah hingga mereka berdua melemparkan topi wisudanya ke udara.

Foto-foto itu sengaja Melissa simpan agar selalu ingat dengan apa yang pernah ia lakukan dulu dengan Ben. Dia rela cacat. Asalkan ingatannya terhadap momen-momen indah itu tidak hilang dari pikirannya.

"Aku tak ingin melupakan semuanya, Ben. Meski penyakitku separah apapun. Foto-foto ini adalah sederetan 'obat' bagiku agar aku selalu senang walau sebenarnya aku sedang merindukan keluargaku sendiri..." gumam Melissa sambil tak memutus pandangan ke layar handphone.

"Aku tak ingin jika penyakitku ini membuatku lupa segalanya. Aku tak ingin melupakan apa yang telah menjadi bagian dari tubuhku sendiri..." lanjutnya.

"Apa aku yakin kalau aku akan melewati penyakit ini? Aku sendiri pun tidak tahu...."

Tanpa sadar, bulir-bulir bening dari kelopak matanya keluar dan membasahi pipinya.

Detik itu juga, Melissa merasakan sesuatu yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya,

Putus asa.

Dia merasa putus asa saat mengetahui umurnya tidak akan panjang dan belum tentu kemoterapi itu berhasil atau tidak.

Dia merasa putus asa saat mengetahui keluarganya sendiri tidak memberikan perhatian sekecil apapun terhadapnya karena memang dia tidak memiliki keluarga lagi selain David yang juga tidak tahu apa-apa tentang Melissa selain dia sudah kembali ke Indonesia.

Semuanya tampak begitu rumit.

Sesekali dalam benaknya, ingin rasanya dia menghubungi David dan memberitahu bahwa dia sedang sakit. Tapi, mengingat bahwa David adalah seorang kakak yang memiliki sikap over-protective, dia khawatir kalau David akan memisahkan dirinya dengan Ben.

Dia tekan tombol merah untuk kesekian kalinya agar tidak menelepon David. Melissa meurungkan niatnya berkali-kali.

Melissa pun menghela napas sejenak,

"Kak David, maaf kalau aku tidak memberitahukan soal penyakit ini ke kakak. Karena aku tahu bahwa pasti Kak David akan memisahkan aku dan Ben, dan menuduh bahwa ini semua salah Ben..." ucapnya kepada dirinya sendiri.

"I'm sorry..."

Dia mengucapkan kalimat itu berkali-kali di dalam hatinya sambil menghapus air mata yang sempat menetes.

Entah apa yang ia pikirkan, Melissa mengetikkan sesuatu ke dalam handphonenya. Sebuah memo atau catatan pribadi yang ia tulis ke dalam handphonenya. Dia menganggap bahwa itu adalah diarynya.

'Sebenarnya apa yang terjadi? Semua begitu rumit sampai semuanya terlihat abstrak bagiku...

Aku hanya menginginkan sebuah kisah Romeo dan Juliet dalam hidupku. Tak lebih.

Dari dulu, memang aku ingin seorang Romeo datang dalam kehidupanku. Menyelamatkanku dalam kehidupanku yang tampak tak mudah.

What happen if I die in difficulty?

What happen if no one could safe me?

Aku selalu berdoa agar aku menemukan Romeo-ku. Aku berharap seperti itu sampai Romeo-ku sendiri yang menemukanku.

Dia yang menemukanku...

Dia yang datang untuk menyelamatkanku...

Dia juga yang selalu ada disampingku...

Dia, orang pertama yang kulihat, rela mengambilkan buku tebal itu dan membuatku tersenyum...

Seakan-akan, dia yang mengangkat semua bebanku...

Aku tak tahu 'racun' apa yang ia pakai sampai-sampai membuatku tertarik dengannya dan tak ingin melupakan kebaikan hatinya.

Setiap kesusahanku dan kesulitan yang aku pikul, dia meringankan semuanya.

Dari situ aku yakin... bahwa dialah Romeo yang ada dalam mimpiku.'

Krekk!

Pintu kamarnya terbuka pelan. Dan dengan sigap, Melissa menekan tombol 'save' lalu mematikan handphonenya. Dengan buru-buru, dia mengambil posisi tidur lalu memejamkan matanya. Tanpa ia sadari, handphonenya masih ada dalam tangannya.

Ben pun masuk ke dalam kamar tidurnya. Mendekati Melissa yang berpura-pura tidur. Bekas aliran air mata yang tadi sempat menetes, dia bersihkan dari pipi gadis itu. Dan dengan lembut ia tepiskan beberapa helai ke belakang telinga Melissa, lalu menyelimutinya.

"Good night!" bisik Ben ke telinga gadis itu.

Setelah itu, Ben pun mematikan lampu kamarnya dan menggantinya dengan lampu tidur yang agak redup. Setelah itu, dia keluar dari kamarnya.

____________________

Next To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang