1

3.7K 273 36
                                    

Seperti biasa, saya akan ngomong kayak gini;

Jangan berekspektasi tinggi untuk cerita-cerita yang saya buat.

Tolong dipahami bila cerita ini hanya FIKSI, hanya pemikiran asal saya untuk memenuhi hasrat menyalurkan ide sederhana dan pasaran di kepala.

Jadi, mohon untuk tidak dibandingkan-bandingkan dengan yang ada di kenyataan, ya.

Alurnya bakal cepet dan ringan. Maklum kalau terkesan sat-set-sat-set.

Kalau kalian mulai merasa cerita ini sudah semakin tidak masuk akal, aneh, enggak jelas, kok gini, kok gitu, dan enggak sanggup lagi untuk melanjutkannya, boleh ditinggalkan tanpa meninggalkan komentar buruk di kolom komentar.

Mari kita saling menghargai, ya ^_^

.

.

Happy Reading

.

.

Sejauh mata memandang, hanya warna kelabu yang memenuhi tiap inci bentangan langit. Hujan gerimis sudah terjadi sejak cahaya matahari belum tampak, dan sampai kini tak menunjukkan tanda-tanda akan reda.

Udaranya dingin, sedingin perasaan wanita yang berdiri menatap nanar peti putih yang sedang diturunkan ke tempat yang akan menjadi ruang peristirahatan terakhir.

Dibalut pakaian hitam yang membungkus keseluruhan tubuhnya, Hyuga Hinata tidak mampu membendung tangis.

Kejadian nahas yang terjadi kala itu, menjadi awal dari segala kepahitan yang harus ia kecapi.

Kendaraan yang ayah serta ibunya tumpangi mengalami kecelakaan. Mereka masih sempat dilarikan ke rumah sakit. Namun, beberapa hari menjalani perawatan, Tuhan berkehendak lain atas sang ibu.

"Amin."

Ketika untaian doa telah selesai diucapkan -- yang menjadi tanda bila acara pemakaman telah mencapai penyelesaian, Hinata menarik napas pelan.

Orang-orang yang ikut serta menghantar kepergian sang ibu, satu per satu mulai meninggalkan lokasi.

"Hinata ..."

Hinata menoleh ketika sebuah tepukan diberikan pada pundaknya. Ada aliran tak kasat mata yang Hinata terima, di mana dalam sentuhan itu terurai sebuah makna untuk tetap menguatkannya.

"Jangan menyesali apa pun. Kamu sudah melakukan yang terbaik untuk Ibumu."

"..."

"Kita harus kembali. Hujannya akan semakin deras."

.

.

Beberapa Waktu Kemudian

Ada suara bising yang berasal dari sebuah ponsel. Benda itu diletakkan di atas sebuah nakas dan berhasil membuat Hinata membuka netra rembulannya setelah sempat terlelap di sisi ranjang rumah sakit.

Sejak beberapa jam lalu, Hinata memang berada di ruangan tersebut untuk melihat keadaan sang ayah. Akibat dari kecelakaan yang dialami, Hyuga Hiashi mengalami koma.

"Bibi?" Ternyata, dering yang Hinata dengar sebelumnya berasal dari panggilan yang dilakukan oleh sang bibi, Natsu, yang merupakan adik sepupu sang ayah.

"Ya, aku masih di rumah sakit."

"..."

"Baiklah, aku akan datang."

Agreement [ NaruHina ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang