"Dan sebenarnya, ..." Naruto melanjutkan. Ia memutar tubuh dan menghadap lurus pada Hinata. "Aku jadi merasa sangat ingin--" perkataan itu terjeda. Naruto menarik napas dan disambung dengusan kecil, seolah dirinya merasa tergelitik oleh sesuatu. "Ah! Apa kau sadar, Hinata? Dalam kesepakatan kita, tak ada poin yang mengatakan bila kita tak bisa saling menyentuh. Sebagai pasangan, kita bebas melakukannya, benarkan?"
Tak ada komentar yang Hinata berikan. Kalimat yang Naruto ucapkan masih coba ia proses dengan baik.
"Apa ... maksudmu?" Setelahnya, Hinata bertanya. Dia sengaja memalingkan wajah agar tak perlu menatap Naruto.
Selama ini, Hinata sudah merasa ada yang ganjil dengan sikap Naruto. Melirik diam-diam dari sudut mata, Hinata mendapati pria itu hanya berdiri diam dan tak beranjak sedikitpun meski sudah beberapa detik berlalu.
"Mendongak."
Sedetik kemudian, ucapan laksana perintah itu keluar dari mulut Naruto.
Entah mengapa, Hinata mengepal erat kedua tangan. Ia bersikeras tak mau menurut.
"Aku bilang, lihat aku."
Apa yang orang ini--ugh!
Hinata terkejut. Gerakan Naruto sangat lincah hingga ia tak punyak persiapan untuk menghindar.
Naruto memberi sentuhan pada dagunya dan wajah Hinata diangkat tinggi dengan paksa.
"Apa yang kau laku--"
"Saat orang lain sedang berbicara, bukankah kau harus menatapnya?" Naruto berkata. Ia mendapati getar pada mata Hinata -- tepatnya ketika tanpa permisi bibir wanita itu diusapnya dengan pelan.
Lembut sekali. Bibir Hinata sangat lembut dan sehat.
"Biar kulanjutkan apa yang menjadi pokok pembicaraan kita." Suara Naruto begitu berat. "Karena tak ada aturan yang mengatakan bila kita tidak boleh saling menyentuh, jadi kurasa, aku akan melepaskanmu kali ini."
"A-Apa?"
Naruto melepaskan sentuhannya, sehingga dengan begini dia membuat Hinata bernapas lebih tenang setelah sebelumnya hampir dibuat sesak napas atas perlakuannya yang begitu spontan.
"Menaburkan garam pada luka menganga, seperti itulah yang kau lakukan. Seharusnya, kau merasa sangat bersalah." Naruto melanjutkan perkataan. Benar-benar ingin membuat Hinata menjadi pihak yang sangat bersalah dalam perkara ini. "Tapi, karena aku masih bersikap baik, aku akan mencoba tidak begitu mempermasalahkannya."
Sekarang, Naruto melangkah menjauh. Dari gelagatnya, mungkin kali ini benar-benar akan keluar dari ruangan.
"Sejujurnya, aku bukanlah orang yang akan memberi kesempatan pada seseorang yang sudah berani membuat masalah denganku, namun, karena posisimu cukup penting dalam melengkapi rencanaku, aku akan memberi pengecualian."
Hinata tak tahu harus merespon bagaimana. Matanya hanya memperhatikan segala gerak-gerik Naruto hingga pria itu berdiri di depan pintu kamar.
"Sebagai gantinya, ..."
Sebelum menyentuh gagang pintu, dia kembali menoleh.
"Kau harus memastikan tidak akan membuat masalah hingga semua ini selesai, benar-benar tidak akan membuat masalah yang bisa merusak segalanya dan ... mungkin kau sudah bosan mendengarnya, tapi, jadilah istri yang manis, untukku." Senyuman Naruto terukir. "Istirahatlah, selamat malam."
Pintu itu tertutup setelah ia mengeluarkan diri. Namun, Naruto tak langsung berjalan pergi. Ia masih berada di depan pintu.
Tak berselang lama, senyumannya memudar perlahan. Kini, tatapan itu mengarah lurus kedepan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement [ NaruHina ] ✔
FanfictionHubungan mereka sederhana; Hanya perlu melakukan 'hal kecil' yang Namikaze Naruto inginkan, maka Hyuga Hinata akan memperoleh apa yang Ia butuhkan. *** "Karena kita bukan orang yang saling mengenal, kurasa, ini tidak akan menjadi masalah yang begitu...