Hanya ada keheningan. Meski ada dua manusia yang menempati ruangan tersebut, namun, wanita yang sedang duduk dengan kepala tertunduk dan jemari yang menaut resah di atas pangkuan itu tampaknya tidak berani membuka pembicaraan, walaupun ada satu protes keras yang ingin ia lontarkan saat ini juga.
Hal itu dipicu oleh ungkapan tiba-tiba yang Namikaze Naruto lakukan di depan ibunya beberapa saat lalu. Sebuah pernyataan yang sampai sekarang membuat Hinata sangat gelisah.
"Itu ..." bibir Hinata berkata pelan. Ia memberanikan diri menatap wajah tenang pria yang duduk di seberang dudukan. "Itu tidak ada dalam kesepakatan kita."
Sembari menyandarkan punggungnya dengan nyaman, Naruto menepuk-nepuk pelan lengan sofa. Matanya menangkap banyak sekali kecemasan pada wajah perempuan di hadapannya.
"Memang tidak ada. Itu terpikirkan secara tiba-tiba saat kita di sana."
Hinata tidak terima penyataan tersebut. Enteng sekali mulutnya bicara. "Aku tidak mau melakukannya. Anda sudah berjanji jika aku hanya perlu bertemu ibu Anda. Aku sudah melakukannya, berarti, pekerjaanku selesai." Sejenak, lirikan Hinata berpindah ke arah lain. "Lagi pula, ... aku tidak ingin menikah dengan Anda."
"Aku tahu." Pelan, Naruto menghela napas. Ia menyeringai tipis. "Aku tahu kau tidak akan mau menikah denganku."
"Lalu, kenapa--"
"Dan itu lebih baik lagi."
Hinata tidak mengerti.
"Karena kau tidak ingin menikah denganku, aku menjadi semakin yakin menikahimu."
Pria ini tidak waras. Entah harus berapa kali Hinata harus mengatakan ini dalam hati.
"Kita hanya perlu berpura-pura melakukannya. Berpura-pura membangun keluarga untuk mengelabui mereka."
"Apa tujuan Anda sebenarnya?" Hinata tidak mampu menahan penasaran. Sejak pertama, ia sangat ingin tahu apa alasan sebenarnya mereka melakukan hal bodoh ini. "Kenapa harus melakukan semua ini?"
"Demi harga diri dan nama baikku."
Apa?
"Ada sedikit masalah dalam keluargaku, sesuatu yang berhubungan dengan perusahaan dan warisan." Naruto mendengus. Ia tergelitik karena merasa sedang menceritakan sebuah kisah pasaran. "Aku hanya ingin memperjuangkan apa yang menjadi hakku."
Hinata benar-benar tidak paham dengan jalan pikiran orang kaya. Jadi, dia ingin membuat sandiwara hanya karena harta?
Yang Hinata lihat, pria ini sudah memiliki segalanya. Apa lagi yang dia rasa kurang?
"Jangan berpikir aku melakukan semuanya karena harta." Tiba-tiba saja, Naruto mengucapkan keberatan. Ia seolah bisa membaca apa yang Hinata pikirkan. "Aku bukan penggila uang. Kutekankan sekali lagi, semua demi nama baikku."
Alis Hinata menaut sangat dalam. Terserah apa pun alasannya, ia tidak mau terlibat lebih jauh. "Aku ... tidak ingin melakukannya. Anda bisa mencari orang lain untuk melanjutkan rencana Anda."
"Aku sudah memperkenalkanmu, bagaimana mungkin tiba-tiba mencari yang lain."
Hinata bersikeras. "Aku tetap tidak ingin melakukannya. Aku ingin berhenti--"
"Aku akan memberi imbalan yang besar."
Hinata terdiam.
"Perawatan ayahmu? Aku akan menanggung semuanya hingga dia sembuh total. Bahkan, biaya hidup setelah dia keluar dari rumah sakit pun akan kutanggung."
"!"
"Lalu adikmu. Kau sempat berkata bila adikmu sudah berada di tingkat akhir. Dia ingin kuliah? Aku akan mengurusnya hingga dia menyelesaikan semua pendidikannya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement [ NaruHina ] ✔
FanfictionHubungan mereka sederhana; Hanya perlu melakukan 'hal kecil' yang Namikaze Naruto inginkan, maka Hyuga Hinata akan memperoleh apa yang Ia butuhkan. *** "Karena kita bukan orang yang saling mengenal, kurasa, ini tidak akan menjadi masalah yang begitu...