26

1.5K 242 29
                                    

Sejalan dengan apa yang diminta oleh Namikaze Kushina beberapa saat lalu, Shimura Sai kembali menyambangi kediaman utama Namikaze.

Sepertinya, ini tak berkaitan dengan laporan rutin yang kerap ia lakukan, karena sudah cukup lama pria itu mendiami lokasi tersebut, wanita yang sedang duduk manis di hadapannya tak kunjung berkata apa-apa.

Kushina hanya memandang lurus ke depan. Sai tahu bila ibu dari Namikaze Naruto ini sangat menyukai bunga, hanya saja, tatapannya terlalu dalam seakan-akan kumpulan tanaman itu bisa terserap ke dalam matanya.

"Bagaimana perusahaan sejauh ini?"

Barulah setelah waktu yang terkesan terbuang sia-sia itu berjalan belasan menit lamanya, Kushina akhirnya bersuara.

"Semuanya berjalan lancar. Tidak ada masalah apa pun."

"Lalu, Naruto?"

"Ya?"

Tanpa menoleh secara penuh, Kushina menatap pria di dekatnya melalui sudut mata.

"Ah, Naruto bekerja dengan baik. Dia--"

"Aku tidak bertanya mengenai pekerjaannya."

Sai salah paham. Lantas, atas dasar apa pertanyaannya?

"Apa anak itu tidak melakukan sesuatu di belakangku?"

"Melakukan sesuatu? Apa maksud--" Sai terdiam sejenak. Ia merasa Kushina memiliki tujuan lain atas apa yang dia ucapkan. "Apa ada yang ingin Anda ketahui?"

"Aku memang ingin mengetahui sesuatu." Menghela napas pelan, Kushina melanjutkan. "Berikan alamat wanita itu padaku. Aku harus memastikan sesuatu darinya."

.

.

.

Hanabi langsung bergerak cepat untuk menjauh. Terlalu gesit seperti orang yang baru saja mendapati penampakan hantu yang membuatnya ketakutan.

Hinata tak bisa menyalahkan respon tersebut. Jangankan Hanabi, ia sendiri pun merasa sangat terkejut dengan apa yang baru saja terjadi -- meskipun memang membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk menyadari bila dirinya telah melakukan sebuah keteledoran.

Saat kehadiran Hanabi tak lagi tampak di mana pun, Hinata segera mendorong tubuh Naruto agar menjaga posisi dengannya. Pria itu terlalu kuat, hingga kekuatan Hinata hanya sanggup menjauhkannya beberapa senti jaraknya.

Tapi, ini cukup. Cukup untuk membuat Naruto tak akan mendengar seberapa keras jantung Hinata berdetak saat ini.

"Apa yang kau lakukan?!" Agak kasar, Hinata berseru. Ia seolah ingin menunjukkan betapa tak senang dirinya atas perlakuan kurang ajar yang Naruto berikan sesaat lalu. Seharusnya, dia bisa menjaga sikap, bukan melakukan apa pun sesukanya di rumah orang lain dan pada orang yang tidak menginginkan hal ini.

"Kau berlagak keberatan, tapi tidak menolak ciumanku."

"I-Itu karena kau melakukannya tiba-tiba! A-Aku ... aku ..." Hinata meringis pelan. Mengapa ia seakan kebingungan memberi argumen? "Aku tidak suka diperlakukan seperti ini."

Naruto memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. Bibir mengomel Hinata ditatap beberapa detik, bibir yang membuat Naruto harus lebih ekstra bersabar lagi sudah sempat mencicipinya, sebelum ia beralih untuk membalas tatapan mata wanita tersebut.

Sial. Naruto masih ingin merasakannya. Ia sudah berhasil membuat Hinata terbuai, namun semua itu berantakan begitu saja karena kedatangan Hanabi.

Padahal, Naruto sudah pernah berkata pada Hanabi untuk memberinya kesempatan. Kesempatan dalam hal apa pun, termasuk juga tentang momen ini.

"Kenapa kau masih di sini?" Hinata melanjutkan. Ia mencoba mengalihkan keadaan. Situasi mereka hanya membuat ia ingin segera melarikan diri.

Agreement [ NaruHina ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang