6

1.2K 227 60
                                    

"A-Anda ... mau apa?"

Rasanya, tengkuk Hinata bergidik. Naruto mendekatkan wajah ke arahnya, kemudian berbisik pelan.

"Menyentuh istriku, apa lagi?"

Mata Hinata terbelalak. Sekali lagi, ia mencoba menarik diri, namun, Naruto membuat usahanya menjadi sia-sia.

"Lepaskan aku--"

"Sst!" Cepat, Naruto menyentuh belahan bibir Hinata dengan ibu jari. Ditekan pelan dengan tujuan agar perempuan itu tidak melontarkan ucapan penolakan terlalu keras.

Sedetik kemudian, suara ketukan pada pintu menginterupsi kegiatan yang ada.

Masih dengan posisi yang tidak berubah -- di mana Hinata berada dalam kuncian tangan si pria, mata bulannya memperhatikan gelagat Naruto yang seolah sudah menebak bila pintu kamar akan terketuk dari luar.

"Masuk," Naruto memberi izin.

Pintu terbuka perlahan dengan celah tak begitu lebar. Yugao tersentak melihat pemandangan di depannya; bagaimana sepasang pria dan wanita yang baru saja menikah, kini tampak bermesraan di ruang pribadi.

Sadar sudah melakukan kesalahan, Yugao segera memberi tundukan singkat dan hendak undur diri.

"Maaf, Tuan, saya tidak bermaksud--"

"Ada apa?" Naruto menegakkan tubuh. tampangnya datar seolah-olah kesal karena urusannya bersama sang istri telah terganggu.

Pegangan pada pergelangan Hinata ikut dilonggarkan. Naruto melirik singkat wajah wanita itu saat merasakan bagaimana Hinata melepaskan napas yang sudah ditahan selama beberapa detik karena ulahnya.

"Nyonya Besar sedang menelpon dan ingin berbicara karena Tuan tidak bisa dihubungi sejak tadi."

"Katakan padanya, akan kuhubungi kembali setelah urusanku selesai. Kau tidak lihat? Aku sedang sibuk."

Yugao sedikit gelagapan. Ia tak ingin membuat sang Tuan menjadi lebih kesal lagi bila dipaksa untuk menanggapi permintaan Kushina.

"Baik, akan saya sampaikan. Saya permisi."

Pintu kembali ditutup dengan rapat. Menciptakan kebisuan yang mengisi ruangan.

Alis Naruto mengernyit cukup dalam. Ia tatap dengan lamat telapak tangan yang sebelumnya digunakan untuk menggenggam tangan Hinata, baru setelah itu berdecak pelan.

Decakan bibir itu membuat Hinata memberanikan diri menatap. Jantungnya masih berdetak sangat cepat sampai sekarang, bahkan, bila bicara jujur, Hinata ingin menghindar pergi meninggalkan kamar.

Naruto membalas lirikan itu. Ia mendengus mendapati raut wajah Hinata yang -- lagi-lagi -- syok karena perbuatannya.

"Aku tahu dia akan datang," Naruto bergumam. "Jadi, kita harus terlihat seperti pasangan yang sesungguhnya."

Jemari Hinata saling meremat di atas tempat tidur. Jadi, Naruto melakukan hal ini karena sudah menebak bila Yugao akan datang ke kamar?

"Tapi, Anda bisa mengatakannya dulu padaku, bukan bertindak tiba-tiba seperti tadi. Aku sangat terkejut." Hinata terdiam. Ia memejamkan mata untuk mendapatkan ketenangan kembali.

"Tidak ada waktu untuk membahasnya denganmu." Naruto melangkah mundur, sengaja ingin menjaga jarak agar tak lagi saling berdekatan bersama Hinata. Ia mendadak merasa tidak nyaman.

"Tetap pastikan jangan menampilkan sesuatu yang mencurigakan di depan Yugao." Naruto memperhatikan penampilan Hinata untuk sesaat. "Istirahatlah."

"Aku ingin pindah--"

Agreement [ NaruHina ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang