18

1.4K 214 58
                                    

Hinata ... hanya terduduk diam di dalam ruangan. Pandangan matanya terus tertuju pada lantai, seolah hal itu jauh lebih baik daripada harus menatap sosok lain yang berada di hadapannya saat ini.

Sejak tadi, Hanabi sudah merasa begitu kalut. Keteledoran yang ia perbuat beberapa saat lalu sepertinya berdampak berat. Dan di sini, dirinya ingin memberi penjelasan, namun, karena sang kakak belum berkata apa-apa, gadis itu menjadi takut membuka suara.

"Apa ... yang sebenarnya terjadi?"

Sejak dulu, Hanabi mengenal Hinata sebagai sosok yang penyabar. Itulah mengapa, meski tahu sudah tercipta sebuah masalah, ia masih bisa bertanya dengan cara baik-baik.

Sebelumnya, saat Hinata bertemu Kushina di sini, dirinya tidak tahu apa yang terjadi. Tak tahu apa-apa, namun sudah merasa agak curiga ketika Nyonya Besar Namikaze menatapnya dengan pandangan marah. Lalu, tanpa mengatakan sesuatu yang panjang lebar, ia sudah meninggalkan tempat dengan menitipkan kalimat kecil yang bisa Hinata dengar begitu jelas.

"Seharusnya, aku sudah tahu. Seharusnya, aku memang tidak percaya pada orang sepertimu."

Dari situ, Hinata mulai memahami apa yang terjadi. Terlebih, melihat Hanabi yang begitu panik, sontak membuat wanita berponi rata tersebut semakin mengerti.

"Hanabi--"

"Maafkan aku, Kak," cepat, Hanabi membalas. "Aku tidak sadar mengatakannya. Aku terbawa perasaan karena orang itu terus saja menjelekkan Kakak. Dia--"

"Siapa?"

Hanabi menunduk. "Kakaknya Kak Naruto."

Sangat dalam, Hinata menarik napas. Jadi begitu.

"Dia selalu menyalahkan Kakak. Dia berkata seolah Kakak sangat tergila-gila pada Kak Naruto dan mengharapkan pernikahan kalian, sampai-sampai Kakak tidak peduli dengan keadaan Ayah. Aku tidak terima, jadi ... aku bilang jika Kakak sebenarnya tidak ingin menikah. Kakak terpaksa karena membutuhkan uang." Hanabi merasa sangat bersalah. "Maafkan aku."

Erat, Hinata memejamkan kedua mata. Ia sedang berpikir keras. Segala ucapan Hanabi berpontesi--tidak, tapi secara jelas sudah merusak rencana.

"Kakak ..." Hanabi memanggil. Sungguh, ia sangat ingin memukul dirinya sendiri. Kakaknya sudah berjuang untuk mereka, namun, dirinya malah menghancurkan semuanya. "Aku akan menemui mereka dan bilang kalau aku salah bicara. Aku--"

"Hanabi ..."

Hanabi terdiam. Hinata sedang menggelengkan kepala.

.

.

.

Sebenarnya, Naruto tidak berniat untuk menginjakkan kaki di kediaman utama Namikaze saat ini. Baginya, ada hal lain di luar sana yang lebih penting untuk dilakukan daripada berhadapan dengan sang ibu, dan menanggapi segala ucapannya.

Namun, bila diperhatikan secara saksama, tampaknya ada yang sedikit berbeda. Tak ada sambutan seperti biasa yang diucapkan oleh Kushina jika dirinya tiba. Wajah wanita tersebut terlukis datar ke arah lain, meskipun memang Naruto sudah berdiri di hadapannya.

Sekilas, Naruto melirik pada Karin. Dia sedang bersama sang ibu dan tersenyum, seakan sangat menikmati majalah yang sedang dibaca.

"Duduklah, Naruto," Kushina memulainya. Dari nada bicaranya, ia mencoba bersikap seperti tak ada apa-apa.

"Tidak perlu. Aku hanya memiliki sedikit waktu. Kenapa memintaku datang?"

Sekarang, Kushina memberi lirikan kecil. Ia pandangi wajah sang putra dalam diam untuk beberapa saat, sebelum berkata, "Karena ada beberapa hal yang ingin Ibu bicarakan denganmu."

Agreement [ NaruHina ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang