"Kudengar, Naruto sudah kembali sejak kemarin. Apa dia belum mendapat kabar tentang keadaan Ibu?" Karin berkata sambil menyodorkan segelas air. Ia sedang membantu sang ibu untuk meminum obat dan vitamin sesuai jadwal yang seharusnya. Sejak beberapa hari lalu, kesehatan Kushina memang sedikit menurun.
"Yugao pasti langsung memberitahunya setelah tiba."
"Tapi, dia tidak terlihat berniat untuk datang menjenguk sama sekali. Aku benar-benar tidak paham dengan sikap keras kepalanya."
Kushina meletakkan kedua tangan ke atas pangkuan. Setelah meminum obat, ia hanya bersandar tenang pada kepala ranjang. "Ibu tidak berharap lebih. Dia akan tetap seperti ini sampai apa yang dia inginkan terwujud. Dia mungkin masih menaruh kesal padaku."
"Meski begitu, Ibu adalah orang tuanya. Apa kata orang-orang bila mengetahui jika Jugo lebih sering melihat keadaan Ibu dibanding dirinya," Karin melanjutkan. Mungkin sedikit memberi penekanan agar Kushina semakin menyadari siapa yang paling memperhatikannya selama ini.
"Begitulah dia. Mau bagaimanapun, Ibu juga salah karena terlalu banyak memaksakan kehendak padanya."
Alis Karin mengernyit. Dia tidak mengerti mengapa Kushina mendadak terdengar seperti berubah haluan untuk membela dan menormalkan sikap Naruto.
"Ibu hanya tidak bisa bersabar. Seharusnya, sejak awal Ibu tidak perlu mengancam dan menprovokasinya."
"Maksud Ibu--"
"Ibu merasa, selama ini kita sudah terlalu menaruh curiga pada Naruto." Kushina tersenyum begitu dewasa. "Sepertinya, hubungannya bersama Hinata memang sungguhan."
Ketika itu, Karin terdiam. Ia tampak tidak terima karena sang ibu terlalu mudah terpengaruh. Apa dia lupa jika Naruto mampu melakukan segala cara untuk mendapatkan pada yang dia mau?
"Kenapa Ibu menjadi begitu yakin?"
"Ibu yang melihatnya sendiri. Yugao juga mengatakan pada Ibu jika hubungan mereka sangat baik di rumah. Tidak ada hal yang mencurigakan, mereka tampak saling mencintai satu sama lain. Hanya saja, Naruto memang bukan tipe orang yang suka mengumbar kemesraan di depan umum. Jadi, wajar bila kita tidak akan melihatnya secara terang-terangan menunjukkan perasaan."
"Tapi--"
"Ibu juga mulai menyukai Hinata. Setelah mengenalnya cukup dalam, Ibu menilai dia adalah wanita yang sanga tulus. Saat bersamanya, Ibu merasa seperti sedang bersama anak perempuan Ibu." Sejenak, Kushina terdiam. Ia melirik pada Karin yang hanya menatapnya tanpa berkata-kata. "Dia sama sepertimu. Kalian berdua membuat Ibu merasa nyaman."
Garis wajah Karin sedikit berubah. Ia menurunkan tatapan mata agar tertuju pada hal lain, bukan pada Kushina. "Bukankah Ibu terlalu cepat mengambil kesimpulan? Bagaimana jika semua yang Ibu lihat selama ini hanya salah satu dari kebohongan mereka?"
Kushina menatap keluar jendela. Kebohongan? Tiba-tiba saja, ia tidak mengharapkan hal tersebut. Meski saat pertama kali Naruto menyatakan keinginan menikah, dirinya memang langsung menaruh kecurigaan, namun, sekarang Kushina merasa yakin jika hubungan mereka adalah sesuatu yang nyata. Seperti yang dikatakan sebelumnya, ia sudah merasa nyaman pada Hinata.
"Entahlah," Kushina berkata pelan. "Mungkin saja, selama ini, itu hanya pikiran berlebihan kita."
.
.
.
Pandangan Hinata sedang mengarah pada sang ayah, tetapi berpindah dengan segera saat pintu di ruangan tersebut terbuka. Semula, Ia mengira bila Hanabi sudah kembali setelah sebelumnya meminta izin untuk keluar, tetapi ternyata, yang hadir di hadapannya adalah sang bibi, Natsu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement [ NaruHina ] ✔
Fiksi PenggemarHubungan mereka sederhana; Hanya perlu melakukan 'hal kecil' yang Namikaze Naruto inginkan, maka Hyuga Hinata akan memperoleh apa yang Ia butuhkan. *** "Karena kita bukan orang yang saling mengenal, kurasa, ini tidak akan menjadi masalah yang begitu...