Hinata sudah seperti orang yang dikutuk menjadi batu. Ia tak dapat bergerak. Bahkan saat sosok di sana sedang melangkah menuju arahnya, ia masih sulit percaya bila ini kenyataan.
Apa yang Namikaze Naruto lakukan di sini?
Itu pertanyaan yang terus menggema di kepalanya, yang sampai sekarang tidak Hinata dapati jawabannya.
"Ada apa, Hinata?"
Saat teguran dari belakangnya terdengar, barulah Hinata tersentak. Ayahnya sedang bingung melihatnya yang hanya berdiri diam di depan pintu.
Hinata sedikit panik. Ia tidak ingin ayahnya melihat Naruto, meskipun memang dia tidak mengenal pria itu sama sekali.
Hinata, Hanabi dan Natsu sudah setuju untuk tidak mengumbar segala apa yang terjadi selama ini pada sang ayah.
Kembali melirik pada Naruto, laki-laki itu sudah berjarak semakin dekat. Hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk dia bisa membuat mereka saling berhadapan.
Tetapi, sebelum itu terjadi, Hinata bergerak sigap ingin menutup pintu. Ia tak ingin bertemu Naruto untuk alasan apa pun.
Sayangnya, meski sudah berusaha sebaik mungkin, Hinata tidak bisa unggul. Daun pintu tersebut belum sempat tertutup dengan sempurna dan Naruto sudah lebih dulu menahannya.
Bagi Naruto, Hinata itu lemah. Ini sebabnya terlalu mudah untuk mengatasinya.
"Kenapa ditutup? Kau tidak punya sopan-santun."
Hinata meringis pelan dalam hati. Ia terdorong mundur hingga hanya bisa berdiri tidak terima saat Naruto berhasil membuka pintu lebih lebar dan masuk ke dalam.
Hiashi yang berada di belakang sana dibuat heran. Ia tidak mengerti apa yang terjadi di hadapannya.
"Apa begini caramu menyambut orang yang datang bertamu?"
Bibir Hinata terasa keram. Ia terlalu terkejut dengan kehadiran pria tersebut. Setelah beberapa lamanya tak ada kontak apa pun di antara mereka, sekarang dia datang dengan gelagat seolah tidak pernah ada apa pun di antara mereka.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Hinata berkata pelan. Ia tak ingin ekspresi syoknya terlihat oleh sang ayah dan membuat kecurigaan.
Naruto menatap wajah itu beberapa saat. Dipandangi begitu dalam karena Naruto merasa sudah sangat lama sekali tidak melihatnya.
"Kau siapa?" Sambil mendorong kursi rodanya agar mendekat, Hiashi memperhatikan pria asing di dekat sang anak. Ia ingin mencari tahu mengapa orang tersebut terkesan lancang menerobos ke dalam kediaman mereka.
Selama ini, Naruto tidak begitu memikirkan tentang etika. Meski begitu, ia sadar jika orang di hadapan jauh lebih tua darinya. Jadi, kepalanya memberi tundukan tipis, sekadar untuk terkesan menghargai.
"Namikaze Naruto," Ia menjawab. "Sepertinya, keadaan Anda sudah jauh lebih baik."
Hiashi menautkan alis. "Kau siapa?" Sekali lagi, ia memberi pertanyaan yang sama.
Sejenak, Naruto melirik pada Hinata. Menyadari pandangan waspada yang wanita itu berikan padanya, satu sudut bibir Naruto menyeringai tipis.
"Apa Hinata belum mengatakan apa-apa?"
Tekukan alis Hiashi semakin dalam. Sekarang ia menatap pada Hinata untuk meminta kepastian.
Tetapi, bukannya menjelaskan siapa pria tersebut, Hinata malah menarik napas pelan dan tersenyum kecil pada sang ayah. Ingin memperlihatkan jika tak ada hal serius yang harus dipikirkan.
"Aku akan bicara sebentar dengannya, Ayah." Hinata menoleh pada Naruto. Sedikit membelakangi sang ayah, ia menatap pria tersebut dengan serius. "Tolong ikut aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement [ NaruHina ] ✔
FanfictionHubungan mereka sederhana; Hanya perlu melakukan 'hal kecil' yang Namikaze Naruto inginkan, maka Hyuga Hinata akan memperoleh apa yang Ia butuhkan. *** "Karena kita bukan orang yang saling mengenal, kurasa, ini tidak akan menjadi masalah yang begitu...