"Bagaimana jika aku berkata bila alasanku datang padamu karena aku begitu tersiksa tanpamu?"
"!"
"Bagaimana jika aku berkata bila aku merasa kehilangan selama beberapa waktu ini?"
"..."
"Bagaimana ... bila aku berkata jika alasanku tidak akan melepaskanmu adalah karena ... aku menginginkanmu, bukan karena berniat memanfaatkanmu, tapi karena aku tidak ingin menjauh darimu?"
Terakhir kali Hinata mendengar Naruto mengucapkan kata 'menginginkannya', itu adalah saat di malam pertama mereka memutuskan menjalani hubungan ini dalam konteks yang lebih jauh. Pada malam Hinata menyerahkan dirinya kepada Naruto. Pada saat Hinata tidak sadar bila mungkin Naruto hanya memanfaatkan keberadaannya untuk sebuah kepuasan yang dia harapkan.
Dan sekarang, pria itu mengatakannya lagi. Dengan barisan alasan bila bukan untuk memanfaatkan, namun sayang, Hinata sudah terlampau tidak bisa memegang ucapan tersebut.
Tanpa memanfaatkan?
Hinata tidak bisa percaya. Itu terdengar seperti bualan.
"Hentikan semua omong kosong ini."
Kerutan di kening Naruto menampilkan kehadiran. Ia kurang senang mendapat tanggapan, di mana ucapannya dianggap sesuatu yang tidak berarti.
"Apa?"
"Aku tidak ingin mendengar apa pun. Minggir."
Hinata bergeser ke samping. Ia hendak melalui jalur yang tidak terhalang oleh tubuh besar Naruto.
Tetapi, Hinata kembali menoleh sangat sengit, saat pria itu -- sekali lagi -- melakukan berbagai cara agar membuatnya tidak beranjak ke mana-mana.
"Kau tahu apa yang paling tidak kusuka?"
Hinata menarik diri saat Naruto menggenggam pergelangannya cukup erat. Namun, ia tak terlepas.
"Aku tidak suka diremehkan. Omong kosong?" Naruto mendengus. "Apa kau ingin lihat seberapa omong kosong ucapanku?"
"Dan apa kau juga ingin tahu apa yang kupikirkan tentangmu?" Hinata membalas. Kali ini, ia menyembunyikan getar takut dalam dirinya. Emosi Hinata sedang tidak begitu stabil karena semua yang terjadi. Sekarang ini, ia tak peduli jika Naruto akan semakin marah padanya. "Aku tidak pernah percaya padamu. Aku tidak ingin bertemu lagi denganmu. Apa menurutmu semua itu terasa seperti lelucon?"
"..."
"Harus berapa kali kukatakan bila aku tidak ingin terlibat apa pun lagi denganmu?"
"..."
"Anggap semua ini tidak pernah terjadi." Hinata menarik napas singkat. "Lupakan."
Jika Naruto masih tak ingin melepaskannya, maka Hinata akan berlaku nekat dengan menggigit tangannya. Biar saja terkesan melawan. Sekali lagi, Hinata tidak peduli.
Tapi ternyata, keberuntungan sedikit terjadi pada Hinata. Tak butuh usaha terlalu keras, dan pria itu sudah melonggarkan genggamannya sendiri dengan suka rela.
Ssemua karena tatapan tajam dan marah yang Hinata tampilkan.
Oh, ayolah. Bukan karena Naruto merasa takut. Untuk apa dia takut terhadap seorang wanita?
Akan Naruto tekan kembali; Hinata itu lemah, bukan hanya pada fisik, tapi juga mental. Terlalu mudah bagi Naruto untuk melakukan apa pun padanya, hingga wanita itu benar-benar tak berdaya berhadapan dengannya.
Hanya saja, entah mengapa, ia merasa tak ingin berlaku terlalu kejam.
Dibanding memberi peringatan dan ancaman yang kerap ia lontarkan dari mulutnya, saat ini, Naruto hanya ingin merekam lebih dalam bagaimana mata itu menatapnya tanpa gentar, seolah-olah Hinata bisa saja akan membunuhnya sekarang juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement [ NaruHina ] ✔
FanfictionHubungan mereka sederhana; Hanya perlu melakukan 'hal kecil' yang Namikaze Naruto inginkan, maka Hyuga Hinata akan memperoleh apa yang Ia butuhkan. *** "Karena kita bukan orang yang saling mengenal, kurasa, ini tidak akan menjadi masalah yang begitu...