Jika orang lain, mungkin sudah bosan terus berdiam di satu tempat yang sama tanpa berpindah-pindah.
Tetapi, Hinata tidak merasakan hal itu.
Sudah cukup lama, dan dia masih saja berada di depan cermin dan memperhatikan dirinya sendiri.
Hinata tidak sedang memandangi wajahnya. Bagian perut yang mulai menonjol adalah fokus pandangannya sejak tadi.
Dia bertumbuh dengan cepat.
Ya, ucapan Ayah benar. Dia--maksudnya janin di perutnya sudah semakin menunjukkan keberadaan.
Dan entah mengapa, Hinata jadi menimang-nimang dalam hati, seperti apa rupa anak yang akan ia lahirkan nanti?
Apakah mirip dirinya, atau ...
Wajah Hinata menjadi sendu. Seperti ada sesuatu yang membuatnya begitu sedih.
Bagaimana bila mirip dengan Naruto?
Membayangkannya saja sudah membuat Hinata merasa putus asa.
Hinata sudah memutuskan untuk benar-benar terlepas dari Naruto, meskipun sampai sekarang ia masih saja tidak melakukan sesuatu yang begitu berarti untuk hal itu.
Tapi, Hinata serius. Dia benar-benar tidak ingin Naruto--
Hinata terdiam. Ia mengusap wajahnya pelan.
Sungguh, dirinya kacau.
Awalnya, Hinata merasa punya alasan kuat untuk menolak Naruto. Tapi sekarang, dia merasa bingung.
Apa yang sebenarnya membuat Hinata begitu keras terhadap dirinya sendiri?
Apa benar karena ia tidak bisa mempercayai Naruto?
Apa benar itu yang membuatnya takut dan tak memiliki waktu untuk memberi Naruto kesempatan?
"Hinata?"
Hinata tersentak pelan. Ia menoleh ketika suara itu hadir menginterupsi.
Ternyata, itu adalah Natsu.
"Bibi?"
"Maaf, Bibi masuk begitu saja karena kamu tidak menanggapi panggilan Bibi."
Hinata bahkan tidak mendengar bila dirinya dipanggil.
"Ada apa?" Sembari memasuki kamar Hinata, Natsu memperhatikan penampilan Hinata dengan saksama. Ia merasa Hinata sedang banyak pikiran. "Kamu memikirkan sesuatu?"
Hinata hanya menggeleng. "Apa Bibi datang ingin melihat Ayah?"
"Tidak. Bibi datang untuk melihatmu. Bagaimana? Ayahmu sempat bilang bila beberapa hari ini kamu cukup menderita karena ... kehamilanmu." Natsu mencoba menjadi pihak yang tak lagi menghakimi. Setelah pembicaraan bersama Naruto di rumah sakit, Natsu merasa tidak memiliki hak lagi untuk terus menuntut dan menyalahkan keadaan. Semuanya sudah terlanjur terjadi.
Dan Natsu juga ikut mendengar dari Hanabi tentang apa yang terjadi selama ini, tentang Namikaze Naruto yang terus mendekati Hinata.
"Ya, belakangan memang cukup sulit. Tapi, aku baik-baik saja sekarang."
"Begitukah? Syukurlah."
"Bibi ..."
"Hm?"
"Menurut Bibi, apakah keputusanku sudah tepat?" Hinata merasa perlu meminta pendapat pada Natsu, sebab dia-lah yang sejak awal selalu menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap Naruto.
Hinata tahu ini pertanyaan bodoh. Namun, ia hanya ingin mencari pembenaran mengenai jalan yang dipilihnya.
Natsu langsung memahami maksud ucapan Hinata. Itulah mengapa, ia hanya memberi senyuman tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement [ NaruHina ] ✔
FanfictionHubungan mereka sederhana; Hanya perlu melakukan 'hal kecil' yang Namikaze Naruto inginkan, maka Hyuga Hinata akan memperoleh apa yang Ia butuhkan. *** "Karena kita bukan orang yang saling mengenal, kurasa, ini tidak akan menjadi masalah yang begitu...