8

1.2K 207 64
                                    

Gaes, di cerita ini tuh enggak ada konflik berat ya. Ini cuma cerita ringan yang dikemas sok-sok serius biar kesannya gimana-gimana gitu, padahal mah sebenarnya enggak ada masalah yang rumit-rumit amat. Sejenislah kayak MWD, cuma enggak pake unsur komedi aja, wkwk

Aku ngomong gini biar kalian enggak berharap lebih :')))

Iya, itu aja.

.

.

.

"Tidakkah Ibu merasa aneh?" Karin membuka kalimat. Ia sedang menghabiskan waktu bersama sang Ibu, dan jadi teringat sesuatu. "Naruto menikah terlalu mendadak. Kita bahkan tak begitu memahami sejak kapan dan bagaimana perempuan itu bisa bersamanya."

Selaras pernyataan tersebut, Kushina mulai ikut menimang. Dari pertama, ia pun merasa tak terima. Naruto melakukan pernikahan tanpa perundingan lebih jauh dengannya. Sang anak bertindak sendiri, sehingga posisi dirinya sebagai seorang ibu seperti tidak dihargai.

"Naruto tidak memberi kita kesempatan untuk mengenal perempuan itu lebih jauh. Apa yang kita ketahui hanya sebatas latar belakang singkat yang dia ucapkan. Setelahnya, tidak ada apa-apa."

"Kau paham sendiri bagaimana sifat adikmu," Kushina mencoba menyimpulkan dengan lebih sederhana. "Naruto memang orang yang tidak begitu suka mengumbar urusan pribadinya. Sejak dulu, dia tidak banyak terbuka tentang pasangannya."

"Tapi--" Karin mencoba membuka pola pikir sang Ibu. "Bukankah yang kali ini terlalu tiba-tiba? Maksudku, aku tahu Ibu memang sangat berharap dia segera menikah, hanya saja, ... apa Ibu tidak merasa jika bisa saja Naruto melakukan semua ini karena ucapan Ibu saat itu?"

Kushina menekukkan kening.

"Ini mungkin caranya saja agar Ibu membatalkan keputusan Ibu." Karin mendengus pelan. "Dia memang selalu terobsesi menjadi yang paling atas, 'kan?"

Kushina menarik napas pelan.

"Aku paham bagaimana posisiku dalam keluarga ini, namun, ... jika ini adalah bentuk ketidaksetujuannya, dia cukup kejam. Kurasa, Ibu harus memastikannya lebih jauh."

.

.

AGREEMENT

Don't like, don't read

Happy Reading

.

.

Dari langkah kakinya saja, siapa pun yang melihat pasti akan mengerti bila seorang Namikaze Naruto tidak dalam keadaan yang bagus untuk diajak bicara, atau bahkan sekadar disapa sekalipun.

Setelah pembicaraan bersama sang Ibu beberapa menit lalu, ia memutuskan untuk beranjak pergi karena ada urusan lain yang harus dilakukan.

Tetapi, itu hanya cara Naruto agar segera berpaling dari obrolan yang terasa menyebalkan di telinganya.

"Agar usaha keluarga kita tidak terputus, tentu saja yang dibutuhkan adalah seorang pewaris. Jadi, setelah kalian memiliki anak, kita akan membahas masalah ini kembali."

Menyeringai sinis, Naruto merasa sedang diberi perlawanan balik.

Setelah sang Ibu pernah mengancam akan memberi posisi kepemimpinan atas Nazu Corp kepada Jugo karena alasan yang terdengar mengesalkan, kini, wanita yang telah melahirkannya itu melayangkan permintaan baru.

Agreement [ NaruHina ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang