"Aku rasa, tidak ada alasan lagi bagi kita untuk bertemu. Tidak ada sesuatu yang mengharuskan kita untuk saling berurusan--" Hinata terdiam. Tangannya seketika membekap mulutnya sendiri dengan cepat.
Ia merasa mual sekali dan ingin muntah saat ini juga.
Melihat gelagat tersebut, alis Naruto menaut sangat dalam.
Tangan Hinata segera diraih. Wanita itu meringis pelan ketika Naruto semakin mendekat dan menatapnya dengan sungguh-sungguh.
"Kenapa? Apa yang terjadi? Kenapa kau merasa mual?"
Cukup lama, Hinata terdiam. Raut keras pada pria di hadapannya, membuat ia seperti sulit merangkai kata-kata.
Sesaat kemudian, Hinata menarik tangan dengan sedikit paksa, hingga pegangan pria itu dapat terlepas darinya.
Hinata berpikir, ia hanya perlu berbalik pergi dan meninggal Naruto begitu saja, sama seperti sebelumnya.
Tapi ternyata, untuk sekarang, harapan tersebut sedikit sia-sia.
"Jelaskan padaku."
Karena bukannya dapat menjauh, Naruto malah kembali berhasil meraih dirinya dan mencegat agar ia tak dapat berlalu. Suara menuntut itu membuat kepala Hinata seperti diremas kuat.
Jelaskan? Apa yang mau dijelaskan? Hinata pun tidak mengerti.
"Tidak ada yang harus dijelaskan. Lepas--"
"Kau tidak akan pergi ke manapun." Tatapan Naruto semakin dalam. Ia mulai mendesak. "Hinata, ... apa kau sedang--"
"Aku benar-benar tidak paham mengapa kau melakukan hal ini!" Sangat cepat, Hinata memotong ucapan. Ia seperti menolak untuk mendengar apa pun yang hendak Naruto ucapkan.
Ia tak ingin. Benar-benar tak ingin. Seolah, ada keraguan yang membuatnya takut.
"Kumohon, jangan datang lagi. Jangan bersikap seperti ini." Sekali lagi, Hinata mencoba melepaskan diri. "Kau membuatku terganggu."
Bisa saja. Naruto bisa saja tidak membiarkan Hinata pergi. Ia bisa mengejar, bahkan mendobrak pintu di sana dan kembali menarik Hinata untuk berbicara padanya.
Tetapi, Naruto mengurung niat tersebut. Mungkin, dia butuh sedikit waktu.
Waktu untuk banyak hal yang dipertimbangkan.
Merogoh saku, ia meraih ponsel yang tengah menyatakan panggilan masuk. Alis pria itu menekuk tipis saat tahu siapa yang menghubungi.
.
.
.
Hinata kepayahan menghadapi situasi ini. Sambil bersandar pada daun pintu, ia menarik napas panjang demi menetralkan perasaan.
Hinata tidak pernah berpikir begitu jauh meskipun memang belakangan sudah merasa bila ada yang berbeda dengan dirinya, terutama pada kesehatan yang tidak begitu memadai.
Hinata tidak berpikir apa-apa dan menganggap jika ini terjadi karena kegiatannya yang memang menguras tenaga.
Tetapi, sejak melihat Naruto, karena melihat tatapan mata dan nada menuntut yang pria itu berikan, Hinata jadi ikut menduga-duga dalam hati.
Apakah mungkin?
Cepat, Hinata membekap wajah dengan kedua tangan. Bagaimana ini? Tiba-tiba saja, ia merasa sangat tidak menentu.
"Apa dia sudah pergi?"
Suara yang datang dari arah belakang, membuat Hinata sempat tersentak.
Hanabi sedang menghampiri, dan Hinata mencoba bersikap sebiasa mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement [ NaruHina ] ✔
FanfictionHubungan mereka sederhana; Hanya perlu melakukan 'hal kecil' yang Namikaze Naruto inginkan, maka Hyuga Hinata akan memperoleh apa yang Ia butuhkan. *** "Karena kita bukan orang yang saling mengenal, kurasa, ini tidak akan menjadi masalah yang begitu...