"Kau gila, Mallory?!"
Mallory berdecak sembari terus mencoba melepaskan genggaman Elodie di tangannya. Sejak tadi Elodie terus saja menahannya setiap kali ia ingin beranjak keluar dari ruangan ini. Ayolah, ia tak punya banyak waktu untuk berdebat seperti ini.
"Kau gila jika kau benar-benar ingin meninggalkan mereka semua, Mallory!"
Mallory seketika terdiam, tak lagi mencoba berontak dari Elodie. Gila? Ya, Mallory memang sudah gila.
Sudah dua puluh menit lalu Mallory berhasil melepas tali yang mengikat kedua tangan dan kakinya menggunakan sebuah pecahan kaca kecil yang ia temukan. Ia juga berhasil melepaskan Elodie dan Cesare dari ikatan tali yang mengikat tubuh mereka.
Dan sekarang, setelah mereka bertiga bebas, Mallory berencana untuk keluar dari ruangan gelap berdebu ini. Tempat dimana mereka diikat dan dikurung. Mallory harus keluar dari sini.
"Tapi kau gila jika benar-benar akan meninggalkan mereka semua!"
Lagi-lagi suara Elodie terdengar membentak. Sialan. Mallory lupa jika dalam ruangan ini tak hanya ada dirinya, Elodie dan Cesare. Tapi banyak murid Akademi Beverly yang juga sama-sama dikurung dan diikat di tempat gelap ini.
Mallory benar-benar gila jika ia hanya akan pergi sendiri tanpa menyelamatkan mereka semua.
Tapi sayangnya Mallory memang sudah gila.
"Kau ingin menyelamatkan mereka semua satu persatu? Baik. Silahkan. Tapi aku tidak akan membuang waktu untuk melakukan hal konyol itu"
Elodie benar-benar tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Apa katanya?
"Hal konyol? Menyelamatkan temanmu adalah sebuah hal konyol?" Elodie benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Mallory saat ini.
Mallory menaikkan sebelah alis, menatap wajah Elodie yang memerah menahan umpatan amarahnya. "Ya. Jika kau masih ingin di sini dan menyelamatkan mereka, silahkan. Aku tak melarang"
Elodie menghembuskan nafas. Mencoba menetralkan amarahnya yang memuncak. Se-kejam-kejamnya Elodie dan se-kurang ajarnya dia, Elodie tak pernah meninggalkan temannya demi dirinya sendiri.
Tapi Mallory-
"Waktu kita tidak banyak, Elodie. Jika kau ingin menyelamatkan mereka semua satu persatu, waktu kita akan terbuang sia-sia. Tenagamu akan terkuras banyak dan mereka juga belum tentu dapat membantu kita untuk keluar dari sini, bukan?"
Elodie meneguk ludah pelan sembari perlahan melonggarkan genggaman tangannya pada Mallory. Sebanyak apapun Elodie mengelak, Mallory akan tetap benar apapun yang terjadi.
Mereka tak punya banyak waktu sekarang. Elodie menoleh perlahan, memandang para murid Akademi Beverly yang masih tak sadarkan diri dengan tali yang mengikat tubuh mereka. Termasuk Aelia dan Kasia yang juga masih setia memejamkan kedua mata mereka tanpa tanda-tanda akan sadar.
"Jika kau masih mempertahankan pikiran konyolmu itu, aku tak peduli. Tetaplah di sini dan selamatkan mereka semua"
Mallory mendengus, melepas dengan kasar genggaman Elodie pada tangannya. Mallory gila, ia akui itu. Tapi ia tidak peduli. Tetap di sini dan melepaskan mereka satu persatu, itu adalah ide paling konyol yang pernah ia dengar.
Terdengar agak jahat, tapi Mallory tak peduli.
"Jadi tidak?" Cesare mendengus. Dia sudah berhasil membuka kunci pintu ruangan gelap berdebu ini sejak sepuluh menit yang lalu tapi selama itu pula dia hanya berdiam diri mendengarkan perdebatan unfaedah Mallory dan Elodie.
"Jadi" Mallory menepuk-nepuk gaunnya yang sedikit kotor, kemudian melangkah pelan menuju Cesare yang sudah stand by di dekat pintu. Mereka akan keluar bersama-sama dan mencari pertolongan secepat mungkin.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonist's Throne
FantasyMallory pikir, hidupnya sudah berakhir. Ya, seharusnya begitu. Namun, kenapa ia malah berada di sini? "Jangan bermimpi untuk menaiki kursi takhta, adik. Sebaiknya, berlatihlah untuk mencium kakiku di masa depan mulai dari sekarang, adikku sayang" Eh...