SEBUAH CERITA MASA LALU

14 6 2
                                    

Lagi-lagi putriku berlaku aneh. Ketakutan akan hal yang tak diketahui orang lain kembali menghantuinya. Tak semua transportasi umum baik-baik saja. Merasa tak akan ada hal buruk pun adalah kekonyolan yang pasti. Sebelum berangkat juga sudah terlihat bagaimana ramainya kondisi bus yang akan kami tumpangi. Iya 'ramai'. Hanya saja, aku tak bisa berlaku aneh di depan putriku. Hari-hari selalu kulewati dengan penuh sandiwara. Menekan rasa takut dan khawatir itu benar-benar menyesakkan. Jadi aku tahu bagaimana usaha Emilie dan alasannya tak memberitahu semua orang tentang apa yang ia lihat dan rasakan. Ketakutan melihat orang lain takut itu lebih deep daripada saat kita sendiri yang takut.

"Emilie"
"Huh? Iya. Maaf"
"Apa yang kau lihat?"
"Tidak ada"
"Emilie"
"Tidak ada apapun yang terjadi. Jadi jangan berisik."

Lalu ia pun pura-pura tertidur. Sampai kapan kita saling berpura-pura begini. Tapi untuk bus yang pernah terbakar, ini cukup keren. Bisa tak terlihat bekas kebakaran atau kerusakan. Habis berapa aja ya buat perbaikan aja.

Meski pikiranku dipenuhi duniawi, tetap kusempatkan untuk berdoa. Bukankah kebanyakan manusia terlalu pelit untuk berdoa saja? Lagipula, meski tampangnya tak ada yang enak dilihat, tetap saja mereka adalah memori dari orang yang pernah hidup. Secuil kisah tentang bagaimana mereka sebelum terpanggang hidup-hidup dalam sebuah kecelakaan pun berputar di otakku. Nuansa bioskop kasat mata sedang mendominasi. Kuharap Emilie tak merasakan hal ini. Jika ia merasakannya, ke depannya hanya ada jembatan kegilaan yang akan ia lintasi. Karena ini terlalu cepat, aku maupun kakak pertamanya sama-sama mulai melihat di usia 12 tahun. Tapi di usia 6 tahun, ia bahkan sudah sangat sensitiv. Bagaimana awalnya juga tak pernah diceritakan.
Apakah frontal sepertiku dulu?

~●●~

Bahkan ketika sandikala mulai menyapa, namun tubuh masih tak ingin melepaskan diri dari rendaman air sungai. Udara terasa lebih dingin dari hari-hari sebelumnya. Atau karena memang kami sudah terlampau lama berendam.
Di desa kami terdapat hidden game berupa air terjun yang belum terjamah. Butuh waktu, dan effort yang cukup tinggi untuk bisa kemari. Jadi sayang kalo kesini cuma sebentar lalu kembali pulang.
Melewati banyak tebing curam, hutan yang masih lebat tanpa setapak, hewan dari habitat alami juga masih sering berkeliaran. Jika beruntung, kami cuma bertemu babi hutan yang tak membawa pasukan. Tapi paling parah, ya bertemu macan kumbang. Harus ekstra peka jika berada di alam yang masih asli.

Lokasi ini terletak di satu kepulauan kecil di wilayah Jawa. Karena transportasi untuk berpindah wilayah juga susah, jadi tak banyak wisatawan atau orang asing datang. Hal itulah yang membuat tempat kami masih sangat terjaga keasliannya.

Jauh-jauh hari aku dan ketujuh temanku sepakat untuk menghabiskan beberapa waktu untuk camp di sekitar air terjun. Anggap saja untuk mengukir kenangan sebelum berpisah untuk melanjutkan pendidikan masing-masing. Sebagian lanjut menjadi santri di kota lain, sebagian lagi memilih sekolah umum. Kalau tak keluar pulau, kami cuma bisa jadi nelayan atau petani. Karena memang pendidikan di sini belum ada taraf lebih tinggi.

"Bakal aman kan yaa kita nginep sini?" Kataku sembari celingukan menatap horor sekitar lokasi camp sederhana kami yang hanya beratap terpal lusuh bekas tempat jemur padi di tambah sisi kanan kiri diberi beberapa ranting pohon untuk kamuflase. Takutnya tiba-tiba ada yang datang bertamu. Sisi belakang di beri tambahan plastik yang lebih tebal lalu dilapisi dedaunan, sisi depannya menggunakan kain lebar yang diberi belah tengah untuk akses keluar masuk, namun masih bisa di tutup rapat karena diberi pengait kecil.

"Pikir belakang lah, udah siap semua ini. Ntar kalo ada yang tiba-tiba muncul ya lari aja.. hahahaha" dan mereka tertawa lepas seolah tidak peduli dengan ancaman apapun. Asal bersama, tidak akan ada hal buruk terjadi. Aku jadi berpikir, bagaimana rasanya nanti hidup di kota? Apakah akan semenyenangkan ini? Apakah orang-orang kota juga mempertaruhkan nyawa mereka untuk sekadar bersenang-senang? Rasanya setelah ini, semua akan hambar.

BATAS CERITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang