FUCK THIS EYES!! (3)

8 5 0
                                    

"Bang.. please don't leave me."

Entah mengapa, perasaan sesak terus menerus hadir. Padahal tak ada sesuatu yang perlu disesalkan. Anehnya abang yang biasanya tak peduli denganku menunggu semalaman tanpa beranjak sedikitpun, tanpa protes atau bertanya apapun. Hanya duduk bersandar di sofa kecil kamar, ia bahkan sepertinya tak memejamkan mata sama sekali. Setiap kali aku terbangun di tengah malam dengan nafas tersengal, ia selalu menghampiri dan memegang tanganku, memvalidasi kehadirannya di sana. Ayah sesekali juga meminta abang untuk istirahat, tapi ia kukuh tak ingin meninggalkan kamar ini.

~ ●●~

"Kita nggak pulang dulu yah? mungkin ini beneran terlalu terburu-buru bagi Emilie."

"heh, sejak kapan kamu mulai peduli begini dengan adikmu?"

"Yah, jangan mengalihkan pembicaraan."

"ya ya ya.. Nanti sore kalo ayah pulang kerja, kita bicarakan dengan Emilie lagi, ok."

Samar terdengar pembicaraan ayah dan abang, gurat senyum sedikit mengembang kala memikirkan mereka akan benar-benar berniat pulang terlebih dahulu

"Emilie, ayah berangkat yaa." Baru juga semalam pindahan, pagi sudah langsung kerja. Apakah sekeras itu menjadi orang dewasa. Dia seperti biasa, memberi isyarat semacam 'jaga dia' begitu ke arah kosong di sebelahku, selalu setiap kami saling berpamitan, entah ayah pamit kerja atau aku pamit sekolah. Mungkin ayah punya ritual khusus juga, pikirku. Hanya saja satu sisi tubuhku selalu ada angin yang menetap. Seperti kemana-mana bareng kipas angin yang tak berhenti berputar.

"Kau sudah sehat beneran kan?" orang yang paling tidak peduli, sekarang bahkan tak mengalihkan pandangannya. Sedikit bahagia tapi ya risih juga kalo terus-terusan dilihat tanpa henti begini. Kemanapun, bahkan ke kamar mandi pun di tunggu depan pintu. Mungkin sekarang sudah pantas untuk disebut siscon 😑. "Memang kau berharap aku ambruk lagi? Aku beneran gapapa lhoh bang. Lu kenapa sih? Biasanya juga kagak peduli." Ucapku sedikit jengah karena sikapnya hari ini. "Kalo ayah nggak mau pulang, lu sama gue aja deh gapapa kita pulang duluan." Jawabnya semakin membuatku pusing. Ya nggak apa sih, tapi gini lhoh. Aku ngerasa agak gimana gitu kalo perubahannya tiba-tiba. "Kenapa?" tanyaku akhirnya terlontar begitu saja. "ya gapapa, Cuma nggak mau kalo nanti lu mati terus aku jadi tersangka karena dianggap punya banyak motif untuk membunuh." Wait "haaaahhhh? Coba bilang lagi!!" setelah berucap demikian justru malah melengang pergi. Intinya rasa perhatiannya muncul ketika aku berdarah-darah, ah Tuhan, apa aku harus seperti ini dulu agar abang melihatku sebagai seorang adik. Lagipula salahku dulu apa sih sampai dibenci sebegitu dalam.

~ ●●~

"Bang. Ibu mana yaa?" sejak pagi memang aku sering menetap di gazebo depan rumah untuk membaca beberapa komik atau sekadar melamun menikmati udara yang lebih segar dari rumah lamaku. Paling masuk rumah pas lagi pengen ke toilet, sholat atau makan aja terus yaudah balik ke gazebo lagi. Mendekati waktu ashar, entah kenapa perasaanku semakin tak enak. Aku ingin lari, bersama keluargaku yang di sini. Tangan dan kaki gemetar tanpa sebab. "Ibu di dapur deh kayaknya, lagi nata-nata perkakas yang kemarin belum sempat ketata." Jawab abang tanpa melihatku, ia asik dengan dark novelnya. "Bang, ayo cari ibu. Kita keluar rumah." Aku menariknya bajunya kasar yang membuatnya hampir terjerembab dari kursi. "Apaan sih Emilie. Ibu tuh di dapur, kamu udah keluar rumah seharian masih kurang hah?" aku tahu ia akan marah tapi please, kali ini mengertilah bang.

..
..

"Emilie..."
..

Benda-benda mulai berjatuhan, lantai yang kami pijak bergetar. Segera sekarang abang menarikku untuk lari dan mencari ibu. Memang bukan rumah luas, tapi bergerak di antara benda yang berjatuhan itu cukup susah apalagi posisi kami ada di kamar depan dan ibu ada di dapur bagian belakang rumah. Atap mulai goyah, tembok mulai terlihat retakan. "Ibuuuuu.." dapur kami sudah setengah ambruk dengan ibu yang tertatih memegang kaki kirinya yang penuh darah, abang segera memapah ibu dengan tangan kanan sedang tangan kiri menggandengku.

BATAS CERITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang