My Eyes

14 6 0
                                    

Emilie POV

"Emilie... Selamat pagi" Seperti biasa, suara Allen seolah tak punya batas nada. Selalu melengking setiap waktu. Sejak awal masuk sekolah pun begitu. Ya tapi, diantara teman lainnya, cuma dia yang betah berteman denganku. Karena karakterku yang pendiam, jarang anak-anak sebaya mau mendekat.
Tidak.
Kurasa bukan karena itu. Lebih tepatnya karena mereka menganggapku aneh. Sebagai contoh, aku tak bergeming ketika dipanggil padahal saling berhadapan. Atau tiba-tiba pindah tempat duduk. Kadang lari-larian padahal tidak ada yang mengejar. 😌 Aku tidak bisa berkata apa yang sebenarnya terjadi. Anggap saja aku cuma anak-anak dengan penuh imajinasi. Jadi ya, terima kasih buat Allen karena dia tidak peduli dengan sekitarnya. Meski mudah bergaul, tapi dia selalu mengutamakanku.

"Pagi Allen, semangat sekali?" Jawabku dengan senyuman lalu meletakkan tas punggung lalu ikut duduk di sampingnya. Belum sempat aku mendengar obrolannya lagi. Telingaku berdenging sangat kencang.

"Arghh"

"Kenapa?"

"Hah, nggak."

"Emilie, kau tiba-tiba pucat lhoh."

"Ga---" belum sempat aku berbicara lagi. Tepat di depan pintu kelas, seekor gorila berdiri mematung mengedarkan pandangannya. Tunggu, gorila apaan yang punya taring dan tanduk? Wait..

HmmAh, kenapa jadi jelas begini ya? Kayaknya kemarin cuma perasaan aja, terus bentuk asap, terus bayangan samar banget, terus siluet

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hmm
Ah, kenapa jadi jelas begini ya? Kayaknya kemarin cuma perasaan aja, terus bentuk asap, terus bayangan samar banget, terus siluet. Oke, jadi ini yang suka keliling sekolah dan kadang ngikut ke anak-anak sampe pulang terus besoknya mereka demam.
"Emilie... Emilie.. woy!"
Yak, tanpa sadar aku melamun. Bukan melamun juga sih, sekadar mencoba mengingat-ingat. Tapi manusia *toa ini tak membiarkan ketenangan menghampiriku. Yasudahlah.

"Kau beneran nggak apa-apa? UKS yaa? Nanti aku ikutan jaga kamu."

"Halah, bilang aja gamau ikut mapel bahasa Inggris."

"Cih.." dengus kesalnya tak buruk juga didengar. Mungkin aku harus sering-sering membuatnya kesal.
30 menit berlalu, tapi gorila itu belum beranjak pergi. Masih tetap mengedarkan pandangannya. Sampai seorang perempuan menghampirinya dengan berkacak pinggang. Tunggu, kayaknya nggak asing.
Hmm... Dia yang suka ikut aku. Ya nggak sih ya. Tapi kan itu cuma perasaan doank. Eh, nggak juga sih. Sama kayak liat di gorila itu atau yang di kamar mandi. Semua berangsur jelas. Mataku kenapa yaa ini.

"Astaghfirullah" ucapku kelewat keras ketika semua siswa siswi fokus mengerjakan tugas yang baru saja diberikan. Dan semua mata langsung meliriku tajam.

"Emilie kenapa?" Tanya guruku spontan.
"Hah? Soalnya susah bu. Hehe" elakku sembari kembali fokus ke meja meski keringat dingin mulai mengucur. Rasanya ingin menangis atau setidaknya bisa bersembunyi di bawah meja. Tapi bahkan untuk bernafas pun terasa tercekat. Tanganku gemetar tak karuan. Baru ini aku merasa setakut ini.
Aku tahu, perempuan itu berniat baik dengan mengusir si gorila. Tapi... Tapi kalo tiba-tiba dia berubah bentuk menjadi sesuatu yang lebih mengerikan dari si gorila, siapa juga yang tak gemetar.
Tubuhnya yang anggun berbalut dress berwarna merah jambu, dengan rambut setengah di sanggul dan hiasan mawar di kepalanya terlihat sangat cantik. Sebelum ia berubah, menjadi sesuatu dengan pinggang ke bawah ekor bersisik emas, dan tubuh atas mengikuti, meski nampak masih seperti manusia. Tapi terlihat lidahnya menjulur, dengan hiasan mawar tergantikan oleh mahkota kecil berhiaskan batuan sapphire. Sebenarnya bentuknya tak seburuk gorila, tapi rasanya ia jauh lebih mengerikan.

Udara di kelas ini benar-benar berubah dalam sekali tempo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Udara di kelas ini benar-benar berubah dalam sekali tempo. Sialnya tidak ada yang berkomentar tentang hal ini.
Ini mengapa aku selalu berpura-pura tidak merasakan, melihat, atau mendengar apapun yang sekiranya orang lain tidak tahu.
Sepersekian detik, setelah memastikan gorila tadi pergi, dia kembali menjadi perempuan anggun. Lalu berjalan ke arahku.

~~~~~

"Emilie.. apa soalnya benar-benar susah? Sampai kau sepucat itu? Kau tahu, kak Rossaline baru saja mengusir hantu kurang ajar. Dia membuatku muak karena berdiri lama sambil sesekali melihatmu. Andai kau bisa melihatnya, pasti kau akan kesal juga." Perempuan bergumam sendiri lalu bersandar ke tembok tepat depan mejaku, yang terletak di pojok depan kelas.

"Nah Emilie, kupikir-pikir lebih baik kau benar-benar tak bisa melihatku. Aku khawatir kau akan takut denganku. Lalu menjauhiku atau meminta ayahmu agar aku tak mendekatimu. Haha.. entah sejak kapan aku merasa ingin selalu di dekatmu, merasa tidak rela jika ada yang ingin mencelakaimu. Padahal awalnya cuma penasaran saja." Meski tak menatapnya, perasaan takut yang tadi sempat menyerang. Tiba-tiba saja hilang entah kemana. Rasanya perkataan yang keluar dari mulut perempuan ini, benar-benar tulus.

Sampai pergantian pelajaran, ia masih setia bersandar di tembok dengan tatapan kosong, entah sedang menerawang apa.

Ah, namanya Rossaline ya. Haruskah kupanggil kakak juga. Sepertinya dia ingin dipanggil begitu.

Sebelum keluar berganti baju untuk pelajaran olahraga, aku sedikit melipir ke sampingnya. Sengaja tanpa melihat langsung, agar dia juga tak sadar. "Terima kasih.. Emm.. Kak Rossaline." Sangat lirih kukatakan lalu berlari keluar menghampiri Allen.

"Hah? Emilie... Kau...."

To be continued..

Big thanks buat kalian, baru beberapa hari yang ngeread nambah terus. Huhu.. Terharu 😩 ga expect, cuma pengen nebus kesalahan setelah 3 tahun hiatus padahal.

Happy reading kesayangan author. Sehat-sehat ya kalian, biar bisa kasih vote. 😗

#Author'aiyy

BATAS CERITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang