RUMAH

19 6 0
                                    

"Seminggu yah?"
Padahal aku baru saja menikmati malam di Saung favoritku, kenapa malam-malam teriak sih. Harus banget ada nada tingginya gitu?

"Cuma seminggu lho Emilie. Yaa, izinin ayah donk cantik." Meski saung ini ada di belakang rumah, tapi suara berisik di dalam masih kudengar jelas. Tradisi apa lagi ini. Orang tua minta ijin anaknya.. halah.

"Emilie..."
"Iya"
"Jangan marah donk, nanti ayah nggak semangat ngisi workshopnya"
"Hmm..."

"Drama banget!" Ucap sodara laki-laki Emilie yang memang sepertinya tak pernah menyukai adiknya ini.
"Fariz, kalo ayah keluar kota. Jaga adikmu yaa.. kan kamu kakak cowoknya. Gantiin ayah. Jaga ibumu, jaga kakak perempuanmu, jaga adik perempuanmu." Ucap si Panji mencoba mencairkan suasana.
"Gah, malas kali harus jagain si pengganggu" jawab ketus anak laki-lakinya. Jujur, aku yang menguping ikut panas mendengarnya.
"Ayah, istirahat yaa. Besok kan berangkat pagi" sela Emilie agar suasana tak memanas.
Yaa kaaan, si Emilie ini mungkin bukan anak bungsu. Perangainya terlampau dewasa.

"Ayah tidur sama Emilie yaa." Ucap ayahnya sembari menggandeng tangan Emilie hendak menuju kamar tidur.
"Emilie teroooossss, anaknya cuma Emilie kan ya. Apa-apa Emilie, ijin kerja ke Emilie, istirahat maunya sama Emilie, makan, nyantai. Semua-mua Emilie.." tapi belum juga melangkah, anak laki-lakinya malah mengomel tak jelas, lalu membanting pintu kamar tempatnya tidur.

"Tidur bareng Abang aja ya yah, Emilie tidur sendirian gapapa." Ucap Emilie sambil tersenyum dan melepaskan gandengannya.

Keluarga ini bukan orang kaya, tapi rasanya rumah ini cukup bagus dibanding rumah tetangga sekitar. Memiliki 5 kamar. Untuk anak sulung, anak kedua, Emilie, Kamar orang tua Emilie, dan masih ada kakek Emilie di rumah ini. Jadi punya kamar sendiri. Ruang tamunya juga luas, tapi terasnya tak terlalu luas. Kamar mandi di sekat jadi 2 jadi kalo buru-buru nggak terlalu berebut. Dapur minimalis dengan ruang makan yang jarang digunakan. Oh tak lupa, favorite room ada di Belakang rumah. Saung. Tapi yang kemari cuma si Panji dan Emilie saja. Ibu Emilie hanya sesekali kemari ketika mengantarkan makanan atau camilan untuk suaminya.

Emilie 3 bersaudara. Di atasnya ada kakak laki-laki yang sangat tidak menyukai Emilie. Entah kenapa. Atasnya lagi ada kakak perempuan yang punya sikap adil seperti ayahnya. Seingatku, anak sulung di rumah ini laki-laki . Tapi sepertinya, dia sudah meninggal bahkan sebelum Emilie dan kakak laki-lakinya lahir. Perbedaan usia mereka terpaut jauh,
Yang pertama sudah menginjak usia 20'an yang kedua sudah mulai berganti sekolah, seragam putih biru, dan Amelie baru 6tahun.

~~~~

Jika panji pergi selama itu, aku pasti akan bersenang-senang dengan Emilie.

"Aaarrgh, kakak Rossaline mu yang cantik ini akan menemanimu sepanjang waktu sayang." Pekikku salah tingkah sendiri. Entah sejak kapan, aku mulai menyukai ketika berada di dekat Emilie.

Plaaak..

"Aduh." Pekikku sambil mendongak ke atas. Karena posisiku tidur berbaring dengan kepala di ujung pintu masuk saung.

"Apaan sih" gerutuku melihat Panji yang membawa sapu tebah di tangannya. Pantas saja kerasa sakit. Sialan ini orang.

"Minggir, ngapain gegulingan ga jelas?" Ucapnya dingin. Maaf kek atau apa gitu, pala orang main geplak aja.

"Iya iya" jawabku sambil bergeser agak menepi.

"Panji.. mau tanya" ucapku ragu.

"Apaan?"

"Kenapa bisa mukul hantu?"

"Hah?"

"Kau mulai tuli ya? Kena---"

"Nggak, aku nggak tuli. Kau biasa kupukul lhoh. Baru sekarang nyadarnya?"

"Ya iya sih. Jadi kenapa?"

"Niat"

"Hah? Masak niat doank?"

"Doa."

"Niat sama doa aja? Kagak ada mantera atau ritual apa gitu?"

"Ya kau pikir aku dukun pakek ritual? Nggak ada Ross, doa aja. Yakin. Kalo mau pukul kamu ya harus yakin bakal kena dan berasa. Kalo aku mau niatin, ini penebah bisa jadi pedang lhoh."

"Halah halu"

"Mau coba?"

"Nggak, makasih."

Setelah percakapan absurd kami, hening mulai menyapa. Sampai Panji tiba-tiba terkekeh pelan.

"Kau kenapa Ross? Maksudku kenapa tanya hal absurd begini sih?"

"Gapapa, cuma tanya aja "

"Yakin?"
Kebiasaan menjengkelkan dari Panji adalah, sama kayak anaknya 😑 tidak menerima jawaban menggantung (titik)
Sembari mengacak rambutku kasar aku mengumpat.
"Ah, tau begini gajadi tanya aku. Sialan"

"Lhoh kenapa? Aku hanya menimpali saja kok"

"Apanya menimpali, malah jadi keinterogasi gini aku. Hah"

"Jadi kenapa?"

"Hmm.."

"Woy jawab, kugeplak juga kau."

"Iya iya.. astaga pemarah amat. Kau mengajari Emilie juga?"

"Hah? Emm... Iya kayaknya, lupa. Kenapa? Emilie menggeplakmu?"

"Kagak bangsat. Dia gabisa lihat aku lho."

"Jadi kenapaaaa? Muter-muter dari tadi."

"Dia lempar batu ke hantu perempuan."

"Kapan? Kenapa? Lho kok bisa?"

Daripada aku terus dicecar pertanyaan, aku memilih untuk kabur. Biar saja dia ngamuk. Bodo amat lah
"Woy Ross" dia bahkan berteriak untuk menghentikanku pergi.

To be continued...

Sehari update 2 bab nih, Yak vote nya kakak. Biar makin semangat update.

Happy reading 😁

#author'Aiyy

BATAS CERITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang