"Arka. Nama gue." Emilie menyambut uluran tangan siswa yang duduk di depannya.
"Emilie."
"Ya, sudah tahu. Guardian lu keren juga."
"hah?" Guardian guardian, pembicaraan orang-orang kenapa sama sekali tak ia pahami begini. Bahkan senyum Arka menghilang saat Emilie merespon datar.
"Kau benar-benar tak tahu?"
"Tahu apa?"
"Tadi, kan kau sendiri yang mengerjai si Farel."
"Oh, anak sok pahlawan itu namanya Farel."
"Lhah."
"Kan kau bisa denger batin orang. Kenapa malah kaget pas aku respon?"
"Iya bisa, tapi bukan kamu. Hening kali lah batinmu. Emang tadi ngomong?"
"Iya."
"..."
"Wait, pertama aku nggak bisa lihat guardian atau apalah itu. Nggak paham juga astaga, itu tembok doank kalian tunjuk-tunjuk. Kedua, aku nggak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Jadi bisa jelasin?" setelah itu, keduanya terdiam. Arka dengan rasa herannya, Emilie dengan penasarannya. "Selamat pagi semua, karena ulah seseorang. Saya jadi bolak balik kelas ini sebelum jam masuk. Jadi, pastikan kalian semua sudah siap dengan PR yang tempo hari saya kasih." gemuruh sorak menggema di setiap sudut kelas, layaknya anak sekolahan pada umumnya yang benci belajar, benci PR, benci guru yang ingat dengan tugas apa saja yang diberikan. Yang berbeda di sini adalah, tatapan guru ini hanya fokus pada salah satu muridnya. Mengabaikan riuh protes yang tanpa henti.
~~●●~~
"Hai." Sepulang sekolah, masing-masing dari mereka berpencar. Melihat perempuan cantik dengan dress merah jambu tengah tersenyum menanti seseorang, membuat Arka penasaran dan menyapanya. "Dia tak bisa melihatmu ya?" deg! Rossaline yang sejak tadi tak berpikir jika akan disapa manusia lain seketika membeku. Ia bahkan tak sadar jika di kelas tadi, ada anak lain yang bisa melihatnya. "Jangan kaget begitu, anggap saja aku punya tombol on off. Jadi wajar kalau kau tak tahu aku juga bisa melihatmu. 2 orang yang pingsan Cuma peka doank, si Farel yang ngajak ngobrol di kelas, ia tak bisa on off. Kadang dia kelewatan sampai dibully tukang halu kayak tadi. Why jadi guardian orang yang bahkan tak bisa melihatmu? Mau jadi guardianku?" mata Rossaline memicing, senyumannya berubah datar. Entah bagaimana, Rossaline menganggap rendah manusia lain selain yang ia kenal. Baginya manusia terlalu suka ikut campur. Menjadi guardian katanya? Lawak.
Tanpa menanggapi apapun, mata Rossaline terus memperhatikan Emilie yang mulai melangkah ke arahnya. Arka pun ikut melihat arah yang menjadi fokus perempuan di depannya ini.
"Emilie, mau pulang bareng kita nggak" bukannya menjawab, ia malah menelengkan kepalanya. "Kita teman sekelasmu lhoh. Astaga." Sebenarnya Emilie bukan introvert, dia hanya malas memulai perkenalan. Hanya itu. "Oh, maaf-maaf. Aku ada urusan." Akhirnya ia menolak dengan senyum yang dipaksakan.
~~●●~~
Braaak..
Satu pukulan telak tepat mengenai kepala belakang Emilie. Beberapa anak seusianya nampak memiliki niat buruk. "Waaaahhh, kau bawa bekal apa nih." Seorang diantaranya bahkan merebut tas bekal yang ia tenteng. "Sebenarnya aku sedang mencoba, apakah racun tikus juga berefek pada manusia." Bum. Satu kalimat sudah cukup membuat 5 anak remaja ini memuntahkan makanan yang mereka rebut. "Urusan kita sudah selesai, jangan bilang kalian terlalu miskin untuk sekadar beli makan siang." Perkataan Emilie justru semakin memancing amarah mereka.
Bug! Sebuah pukulan lurus mendarat tepat di wajah satu berandalan ini. Dipicu mereka sendiri yang berniat menampar Emilie. Selanjutnya kakinya dengan sigap menendang ke belakang, 5 orang laki-laki mengepung seorang perempuan. Mereka bergantian ingin menyerang, tapi seringkali manusia bisa punya power lebih ketika dihadapkan pada keadaan terpojok. Dan keadaan inilah yang memaksa Emilie untuk terus melayangkan pukulan, tendangan atau gerakan apapun sebagai perlindungan mutlak.
KAMU SEDANG MEMBACA
BATAS CERITA
TerrorMengapa hanya kalian saja yang boleh bercerita tentang "Kami". Apa sejenak, tak ingin membaca sedikit tentang pandangan "kami" apa itu manusia? Kemarilah, dan simaklah cerita yang biasanya sering kalian batasi sendiri!!! Sebuah cerita Horror-Fiksi y...