25. When?

13 2 0
                                    

Maaf jikalau terlalu berharap mempunyai kehidupan yang menyenangkan.





Mozza melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas nya. Suasana sepi dan masih kosong. Tetapi, ada satu orang yang sudah tiba disana. Arka.

Cowok itu menelungkup kan wajah nya kedalam lipatan tangannya, dengan earphone yang selalu menyumpil di telinga cowok itu. Mozza menghela napas nya melihat cowok itu.

Mengingat pesan yang belum Mozza jawab, gadis itu berinisiatif untuk pura pura melupakan pesan itu. Meletakkan tas nya dan menyeret kursi itu. Lalu duduk.

Arka terusik dengan suara itu, menatap gadis sebangku nya yang sudah sering tidak masuk sekolah. Dia juga sudah tidak pernah mengirim pesan lagi kepada cowok itu. Biasanya, setiap malam mau kapan pun itu, Mozza selalu mengganggu nya.

"Masuk, lo?" tanya cowok itu, Mozza tau itu hanya basa basi Arka yang terlalu basi.

"Seperti yang lo liat" jawab gadis itu tanpa melihat Arka.

Hanya itu, hanya percakapan yang tidak penting itu. Lalu jam pelajaran pun dimulai, tanpa ada mengobrol lagi. Pertama kali nya, Arka membuka suara menanyakan sesuatu kepada gadis itu. Kenapa? Kenapa cowok itu berbeda?

Kring.. Kring..
Bunyi bel yang selalu ditunggu tunggu para siswa. Yaitu bel istirahat, seisi kelas itu pun berhamburan keluar. Juga Mozza dan Reyna. Tanpa pamit atau basa basi kepada Arka seperti biasanya, gadis itu hanya membereskan bukunya.

"Kantin bareng?" tawar Arka.

"Ngga. Gue sama Reyna" jawab gadis itu membereskan bukunya.

Reyna hanya tersenyum tipis, tiga hari gadis itu tidak masuk bisa memberi begitu perubahan untuk Mozza. Entahlah, gadis itu menjadi sering murung dan enggan tersenyum. Mozza tersentak kaget saat menginjakkan kaki nya keluar kelas, ternyata kakak kelas nya sudah berada di ambang pintu.

"Kak Bian, ada apa kak?" tanya gadis itu.

"Kantin? Kalau iya, bareng" jawab cowok itu. Gadis itu diam sesaat, menimang nimang permintaan cowok itu.

"Yaudah" jawab Mozza mengangguk lalu menggandeng tangan Reyna untuk berjalan didepan. Bian dibelakang.

Disisi lain, Arka terdiam seribu bahasa. Bagaimana bisa gadis itu menolak ajakannya, dan menerima ajakan si ketua osis itu? menatap kepergian mereka dengan tatapan yang sulit diartikan.







"Mau pesan apa?"

"Nasgor aja" jawab Mozza lalu dianggukin oleh cowok itu. Reyna yang menyaksikan itu meringis tak enak.

"Serasa nyamuk gue" celetuk Reyna membuat Mozza memutar bola matanya malas.

"Lo ko bisa deket sama ketos, za?" bisik Reyna.

Mozza sendiri? dia juga bingung.
"Gatau"

Setelah menjawab itu, cowok tinggi yang memakai almet ketua osis itu membawa nampan berisi makanan mereka. Lalu sesekali bercanda riang, menghempaskan segala keheningan

"Liat tuh, banyak juga cewek nya" celetuk Aris diseberang sana.

Anggota inti Vigeros itu duduk di pojok bangku kantin dan memperhatikan tiga orang yang sedari tadi asyik mengobrol itu.

"Mana cewek gue juga diembat. Bangke" sambung Lion sedikit menekan sendok makan nya sehingga menimbulkan bunyi.

"Aelah. Cewek si bos juga noh, diembat" kata Calvin menyenggol pelan lengan Arka yang sedari tadi juga memperhatikan mereka. Bukan mereka, hanya Mozza. EH?????

"Calm, ar. Gue tau kok lo cem--"

Belum sempat melanjutkan omongannya, Arka langsung melemparkan tatapan tajam nya kepada temannya itu. Calvin.

"Anjir, serem banget kayak mau dimakan gue cok" ucap Calvin dramatis membuat Gavin spontan memukul kepala cowok itu.

"Lo pada tau ga, kalau Aryan mau tunangan?" Aris kembali membuka suara nya membuat Calvin tersedak pelan.

"HA? SERIUS? gue udah tau sih" jawab Calvin.

"Lo, ar?" tanya Aris kepada Arka yang keliatannya tidak selera akan makanan nya itu.

"Ya"

"Gue cukup kaget sih, Aryan tiba tiba mau tunangan, mana pindah" sambung Gavin lalu diiyakan oleh Aris dan Calvin. Arka tidak.

Arka menghela napasnya gusar. Kenapa perasaan nya jadi panas begini? Ada apa dengannya? teman teman Arka yang melihat cowok itu seperti tidak tenang, mengernyit heran.

"Kenapa lo? Kayak ulet"

"Gapapa" balas Arka ketus. Calvin mengulum senyumnya, seperti mengetahui yang sebenernya.

"Gue tau ar. Siapa suruh lo dulu cuek ke dia, liat noh. Diambil orang kan?" bisik Calvin menaik turunkan alisnya.

Arka terbawa suasana akan perkataan temannya itu.
"Gajelas" desis cowok itu lalu bangkit dari tempat duduknya.

"Woi anjir, mau kemana lo?" tanya Aris sedikit berteriak melihat Arka yang sudah berjalan menuju bangku kantin Mozza duduk.

"Anjir. Disamperin. Gila. Sumpil?. Sumpah. Kaget." ucap Gavin dengan mulutnya yang ternganga.

Arka menatap lekat mata gadis itu. Juga, Mozza menatap nya. Gadis itu memberi tatapan seakan bertanya, kenapa? dan ada apa cowok itu kemari?

"Ikut gue"

Mozza mendecak malas. Lalu mengerutkan keningnya. Apakah ada urusan? Tetapi apa? Biasanya urusan penting sekali pun, cowok itu tidak akan mau menghampiri Mozza.

"Tapi-"

"Ikut gue, Mozzaira" ucap Arka menarik pelan tangan gadis itu. Bian yang melihat itu sontak mengangkat suara nya.

"Kalau Mozza ga mau, ga usah dipaksa" ketus Bian.

"Bukan urusan lo" jawab Arka tak kalah ketus dan dingin.

Mozza yang tidak ingin memperpanjang permasalahan itu, mengalah dan memilih mengikuti ajakan Arka. Gadis itu melihat tangannya yang digenggam oleh cowok itu. Mengapa, perasaan Mozza masih melekat?

Hening menyelimuti keduanya. Mozza menggaruk tengkuknya, mengapa cowok itu membawa nya ke tempat ini jika hanya untuk diam diam an?

"Mozza"

"Arka"

Panggil mereka barengan, dan keduanya cengo, saling menatap satu sama lain lalu diakhiri dengan dehaman canggung.

"Lo duluan" ucap Arka.

"Lah? lo aja" balas Mozza menajamkan tatapannya.

Setelah itu, Arka kembali diam, dan sama sekali tak menjawab. Gadis itu menghela napas panjang.

"Gimana sih, orang udah nunggu juga" gerutu Mozza dalam hati nya. Pasalnya setelah mengatakan itu, Arka tidak membuka suara lagi.

Merasa waktunya terbuang. Gadis itu berdiri, berniat untuk pergi. Namun belum sempat melangkah, tangannya terlebih dahulu dicekat oleh Arka. Mozza? gadis itu menoleh kebelakang. Seakan bertanya, ada apa?

"Lo... punya hubungan apa sama Bian?" tanya Arka sedikit canggung

Mozza mengerutkan keningnya. Mengapa cowok itu menanyakan hal yang tidak penting? yang seharusnya cowok itu tidak perlu peduli soal itu.

"Teman" jawab gadis itu menatap bola mata kecoklatan cowok itu. Sangat indah. Bahkan, Mozza yang berusaha membenci cowok itu, tidak bisa.

Tanpa menunggu jawaban cowok itu, Mozza melenggang pergi begitu saja meninggalkan Arka yang melihat nya dari kejauhan dengan tatapan yang rumit itu.

Perasaan berkecamuk yang dirasakan gadis itu sekarang. Hati nya begitu sakit, tapi mengapa?
Bahkan Arka sama sekali tidak menyakiti gadis itu. Entah mengapa, kaki gadis itu membawanya ke toilet sekolah itu, sungguh dia sangat lelah. Rasanya ingin berteriak, namun tidak mungkin kan?

Menatap pantulan dirinya sendiri. Begitu malang. Jadi, beginilah sosok gadis yang lemah, yang selalu tidak beruntung soal apapun. Percintaan, keluarga, bahkan pertemanan. Mengapa Mozza dilahirkan seperti ini? hanya sebatang kara yang mempunyai jalan hidup yang berkelok kelok dan tidak tentu arah. Selalu berdoa mendapatkan kebahagiaan, tapi dimana? dia tidak menemukannya.










MOZZARKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang